Cara
Menjerat Lili Pintauli Siregar Secara Pidana Opini
Tempo
: Redaktur Majalah
Tempo |
MAJALAH
TEMPO, 9 Juli 2022
PERKARA gratifikasi yang
menjerat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar bukan
kasus ecek-ecek. Total pemberian memang “hanya” sekitar Rp 90 juta. Tapi
perkara ini menunjukkan moral dan etika pimpinan komisi antirasuah sudah
hancur lebur setidaknya tiga tahun belakangan sejak revisi Undang-Undang KPK
diberlakukan. Citra KPK pun sudah
tercoreng. Meski demikian, sekecil apa pun, harapan dan semangat
pemberantasan korupsi harus tetap dinyalakan. KPK harus menggunakan momentum
ini untuk menarik kembali simpati masyarakat dengan memidanakan Lili Pintauli
Siregar. Undang-Undang KPK bisa memeriksa siapa pun. Korupsi yang dilakukan
Lili sudah terang benderang. Ia diketahui menerima tiket balap sepeda motor
MotoGP Mandalika serta akomodasi di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara
Barat, dari PT Pertamina pada Maret lalu. Selama sepekan, ia menginap di
hotel bertarif Rp 3-5 juta semalam. Yang paling memalukan, Lili sendiri yang
meminta seluruh fasilitas tiket dan penginapan itu kepada Pertamina. Tidak sampai di situ,
perilaku lancung itu berlanjut. Sepulang dari Mandalika, Lili meminta anak
buahnya “memutihkan” tiket dan akomodasi tersebut. Caranya, KPK seolah-olah
menerima undangan dari Pertamina untuk menonton balap MotoGP Mandalika dengan
membuat sejumlah dokumen bertanggal mundur. Lili juga melaporkan fasilitas
gratis itu ke bagian gratifikasi KPK dua pekan setelah tiba di Jakarta. Dewan Pengawas KPK sudah
lebih dulu memproses perkara ini. Mereka mengklaim sudah mengantongi semua
bukti, bahkan sudah memeriksa manajemen PT Pertamina. Tapi, mengingat rekam
jejaknya selama ini, tampaknya Dewan Pengawas tak selalu bisa diandalkan. Lili pernah diperiksa
dalam pelanggaran kasus kode etik karena berkomunikasi dengan mantan Wali
Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Muhammad Syahrial, yang tengah dibidik KPK
pada tahun lalu. Meski terbukti, Lili hanya divonis pemotongan gaji pokok
sebesar Rp 1,8 juta selama 12 bulan oleh Dewan Pengawas. Setahun sebelumnya, Dewan
Pengawas juga hanya menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada Ketua KPK
Firli Bahuri karena menggunakan helikopter gratis milik swasta untuk
kepentingan pribadi. Lili juga tampak tak takut kepada Dewan Pengawas karena
memilih mendatangi seremoni G20 di Bali ketimbang menghadiri sidang perdana
kasus gratifikasi Pertamina itu pada Rabu, 6 Juli lalu. Ramai diberitakan media,
Lili sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada Firli Bahuri. Tapi hal
ini ditengarai merupakan akal-akalan untuk berkelit dari jeratan pidana. Untuk memberikan efek jera
dan agar perilaku buruk ini tak terulang, Lili harus dijerat dengan
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Dengan cara ini, asal-usul duit
gratifikasi bisa ditelusuri. Proses hukum ini harus tetap berjalan meski
nanti Lili angkat kaki dari Kuningan. Yang juga patut diselidiki
adalah apakah pemberian tiket berhubungan dengan kasus di Pertamina yang
sedang ditelisik KPK. Sejak akhir tahun lalu
Komisi tengah menyidik perkara korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di
perusahaan minyak negara dengan dugaan kerugian hingga Rp 2 triliun. Sebagai
seorang pemimpin, Lili Pintauli Siregar seharusnya paham ia tak boleh
berkomunikasi bahkan menerima apa pun dari pihak yang beperkara. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/166377/cara-menjerat-lili-pintauli-siregar-secara-pidana |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar