BBM
Bersubsidi untuk Nelayan M Riza
Damanik: Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia |
KOMPAS, 12 Juli 2022
Tahap
uji coba penertiban penyaluran BBM bersubsidi melalui aplikasi MyPertamina
telah dimulai pada 1 Juli 2022. Strategi
ini diharapkan terhubung ke dalam upaya peningkatan produktivitas dan
kesejahteraan rakyat, tak terkecuali nelayan kecil dan tradisional. Pemberian
BBM bersubsidi kepada nelayan kecil bukanlah hal baru di dunia. Bahkan
China—negara produsen, konsumen, eksportir sekaligus importir makanan laut
terbesar di dunia—memberikan subsidi BBM ke nelayannya. Mereka terus
berinovasi melalui desentralisasi pengelolaan BBM bersubsidi dari pusat ke
provinsi (Oceana, 2021). Lalu, bertransformasi ke dalam subsidi pengelolaan
perikanan berkelanjutan (Song dkk, 2022). Kepentingan
Indonesia pasti tak persis sama dengan China. Namun, Indonesia adalah satu
dari sedikit negara di dunia yang sumbangan protein dari ikan terhadap total
asupan protein hewani per kapita penduduknya telah mencapai 54 persen (FAO,
2016). Dari mana ikan-ikan itu didapat? Tidak
lain adalah nelayan kecil dan tradisional. Populasinya sekitar 96 persen dari
total pelaku perikanan di Tanah Air. Mereka
berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap produksi nasional; di mana 80
persennya adalah untuk pemenuhan kebutuhan pasar domestik. Maka,
pemberian BBM bersubsidi kepada nelayan kecil dan tradisional sejatinya telah
melampaui cita-cita (keluarga) nelayan untuk hidup sejahtera. Ragam
kepentingan nasional ada di balik pertaruhan ketepatan pemberian BBM
bersubsidi kepada nelayan: mulai dari membuka lapangan pekerjaan, menekan
angka kemiskinan, hingga puncaknya melunasi tugas negara untuk mencukupi
kebutuhan pangan perikanan berkualitas bagi tiap-tiap anak bangsa. Terlebih,
60-70 persen biaya nelayan melaut habis untuk membeli BBM! Tidak
tepat sasaran Sebenarnya,
pemerintah melalui Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian
dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak telah memberikan alokasi khusus BBM
bersubsidi untuk nelayan. Volumenya terus bertambah. Namun, jangkauan
manfaatnya belum juga berkecambah. Survei
nasional terbaru KNTI bersama IBP, Perkumpulan Inisiatif dan FITRA periode 1
April-21 Mei 2021 dengan melibatkan 5.292 nelayan yang tersebar di 25
kabupaten/kota pesisir di Indonesia, memperlihatkan penyaluran BBM bersubsidi
ke nelayan kecil dan tradisional belum tepat sasaran. Temuan
pertamanya menunjukkan, sebagian besar dari nelayan dan kapalnya belum
terekam ke dalam sistem administrasi perikanan. Hampir 70 persen nelayan tak
memiliki kartu nelayan (Kusuka), 87 persen mengaku tak punya bukti pencatatan
kapal perikanan (BPKP), dan 74 persen tidak memegang pas kecil untuk melaut.
Terhadap ketiga persoalan tersebut, lebih dari 70 persen nelayan mengaku
tidak tahu cara mengurusnya. Temuan
kedua, akibat tak memiliki kelengkapan administrasi perikanan, berupa kartu
Kusuka, BPKP, dan pas kecil, nelayan kecil dan tradisional kehilangan
kesempatan mendapatkan pelbagai fasilitas kebijakan dan program dari
pemerintah, termasuk kemudahan dapat BBM dan sarana-prasarana perikanan lain
sebagaimana diatur di UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Kondisi
miris ini didukung kenyataan bahwa hanya separuh dari responden nelayan
mengetahui adanya hak mereka untuk memperoleh BBM bersubsidi dari pemerintah.
Walhasil, 8 dari 10 nelayan kecil dan tradisional belum pernah mengakses BBM
bersubsidi. Lalu, bagaimana mereka mendapatkan BBM selama ini? Lebih
dari 83 persen membeli BBM dari penjual eceran dengan harga lebih mahal Rp
1.850 hingga Rp 4.850 dari harga subsidi yang berlaku untuk nelayan. Pastinya
ada yang terputus dalam tata kelola BBM bersubsidi untuk nelayan kecil dan
tradisional. Di hulu, perbaikan dengan sederet metode partisipatif telah
dibongkarpasangkan, mulai dari proses pengusulan data oleh dinas kelautan dan
perikanan setempat sampai pada penetapan alokasi oleh BPH Migas. Namun,
perbaikan itu belum menjawab persoalan di hilir. Sebut saja, adanya
keterbatasan infrastuktur pengisian BBM di kampung-kampung nelayan, tingginya
ketimpangan literasi dan perekaman data nelayan, serta semakin beratnya beban
administrasi nelayan karena harus membawa surat rekomendasi tiap-tiap hendak
mengisi bahan bakar. Solusi
integratif Ketidaktepatan
distribusi BBM bersubsidi ke nelayan kecil dan tradisional telah merugikan
semua pihak: anggaran negara, keuangan nelayan, dan berpotensi menambah
cabang masalah pangan di masa depan. Pembenahannya mendesak, tetapi tak harus
mulai dari nol! Saat
ini, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan
kartu Kusuja atau e-Kusuka kepada sekitar 1 juta nelayan. Data ini lebih dari
cukup untuk melengkapi ikhtiar kebangsaan menutup kebocoran BBM bersubsidi.
Pertama, integrasi data Kusuka ke dalam aplikasi MyPertamina. Strategi ini
sekaligus menjawab kekhawatiran soal keterbatasan nelayan dalam kepemilikan
dan pengoperasian ponsel pintar. Kedua,
mempercepat proses perekaman data sekitar 1 juta nelayan lainnya yang belum
menerima Kusuka. Strateginya harus terintegrasi ke dalam kelembagaan dan
kultur nelayan—sebagaimana telah diuji cobakan secara terbatas di
nelayan-nelayan anggota KNTI. Berbekal
pelatihan dari KKP, saat ini KNTI telah memiliki 50 petugas pendataan di 20
basis anggota. Per 15 Maret 2022 sudah ada 5.000 nelayan anggota terekam dan
mendapatkan kartu e-Kusuka. Ke depan, KKP bisa mengikutsertakan organisasi
nelayan di seluruh Indonesia untuk membantu perekaman data nelayan di seluruh
pelosok negeri. Terakhir,
mengintegrasikan kewajiban mengurus surat rekomendasi ke dalam kartu Kusuka.
Saat ini berlaku Peraturan BPH Migas No 17/2019 tentang Penerbitan Surat
Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak
Tertentu. Aturan
ini menyulitkan nelayan. Bagaimana mungkin tiap mengisi BBM untuk melaut
nelayan harus mengambil surat rekomendasi ke darat? Terobosan kebijakan dapat
diberikan dengan mengintegrasikan kehadiran rekomendasi itu ke dalam sistem
perekaman Kusuka. Sebagaimana berlaku di negara-negara lain di dunia,
sekarang waktu yang tepat untuk memperkuat arah kebijakan pemberian BBM
bersubsidi untuk nelayan: dari beban menjadi solusi bangsa ke depan.● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/11/bbm-bersubsidi-untuk-nelayan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar