Ancaman Resesi Karena
Surplus Perdagangan Yopie Hidayat : Reporter Majalah Tempo, Kontributor
Tempo |
MAJALAH TEMPO, 9
Juli
2022
PASAR sedang menghadapi
situasi muram. Inflasi yang melonjak tajam memaksa bank-bank sentral negara
maju menaikkan bunga dengan agresif. Akibatnya, ekonomi global melambat,
bahkan makin besar kemungkinan jatuh ke resesi. Ekonomi Indonesia sejauh ini
memang masih aman. Namun ada dua risiko yang mengancam di tengah situasi
karut-marut ini. Yang pertama, kaburnya
dana investasi portofolio asing dari Indonesia. Inilah salah satu penyebab
kurs rupiah merosot. Jika terus berlanjut, merosotnya rupiah akan menambah
inflasi karena naiknya harga barang-barang impor. Beban pembayaran bunga dan
cicilan utang luar negeri, baik pemerintah maupun korporasi, akan melonjak.
Kebutuhan dana untuk subsidi elpiji ataupun bahan bakar minyak juga akan
menggelembung karena semua produk itu harus diimpor. Modal asing kabur sejak awal
masa pandemi, April 2020, dan masih merembes keluar belum berhenti. Dana
asing yang paling banyak keluar terutama yang sebelumnya tertanam di obligasi
pemerintah RI. Sepanjang Januari 2020-6 Juli 2022, Rp 318 triliun dana milik
asing hengkang. Selera investor global
untuk menaruh dana di obligasi pemerintah negara-negara berkembang memang
sedang merosot saat ini akibat kenaikan bunga. Sebelumnya, untuk mengatasi
pandemi, banyak pemerintah negara berkembang mencari utang besar-besaran di
pasar global karena bunga yang sangat murah. Sekarang, ketika bunga mulai
naik dengan cepat, negara-negara berkembang makin sulit menjual obligasi di
pasar internasional. Ongkosnya sudah terlalu mahal. Harga obligasi pemerintah
negara berkembang berjatuhan. Investor melihat fenomena
ini sebagai risiko yang bisa mengancam keamanan uangnya. Ketimbang menanam
uang ke obligasi pemerintah negara-negara berkembang, investor memilih jalan
aman, memindahkan uangnya ke berbagai wahana investasi lain. Tren ini bisa
jadi akan berlanjut lantaran kenaikan bunga di Amerika Serikat ataupun negara
maju lain masih bakal terus berlangsung, bahkan lebih cepat. Kenaikan bunga
itu seolah-olah menjadi magnet kuat pengisap dana asing. Modal asing juga tengah
terbang di pasar saham Indonesia. Angka penjualan bersih investor asing
mencapai Rp 12,16 triliun dalam sebulan terakhir hingga 8 Juli 2022.
Hengkangnya modal asing dari pasar saham berkaitan erat dengan risiko kedua
yang juga mengancam Indonesia: turunnya harga berbagai komoditas ekspor Indonesia. Penurunan harga komoditas
jelas berpengaruh negatif pada kinerja berbagai perusahaan yang berbasis
komoditas ataupun sektor-sektor lain pendukungnya. Hal ini menurunkan selera
investor asing untuk menanamkan uang di bursa saham Indonesia yang ekonominya
masih berbasis komoditas. Di pasar komoditas selalu
ada siklus yang berkaitan erat dengan keadaan ekonomi dunia. Jika ekonomi
dunia bergairah, harga komoditas pasti turut melonjak-lonjak. Sebaliknya,
ketika ekonomi melemah, harga komoditas akan menyesuaikan diri, ikut
merendah. Begitulah situasinya. Ekonomi dunia yang kini di ambang resesi
sudah mulai mendorong turun harga berbagai komoditas. Hanya harga energi
seperti minyak, gas, dan batu bara yang masih tinggi gara-gara invasi Rusia
ke Ukraina. Sedangkan komoditas
andalan ekspor Indonesia sudah mulai tertekan. Harga minyak sawit mentah,
misalnya, merosot 32 persen dalam sebulan terakhir. Harga acuan nikel, yang
juga penghasil devisa ekspor utama kita, melorot 16,5 persen sejak April
lalu. Penurunan harga komoditas penghasil devisa pada gilirannya akan
menggerus surplus neraca perdagangan Indonesia. Padahal surplus inilah yang
membuat ekonomi Indonesia tetap baik-baik saja kendati ekonomi negara-negara
lain di seluruh dunia mengalami kesulitan. Ketika surplus perdagangan
merosot atau hilang, sementara dana investasi asing terus terbang keluar,
itulah pukulan ganda yang bisa membuat investor sempoyongan. Tak hanya
merontokkan harga aset finansial, pukulan ganda seperti ini juga bisa memicu
resesi dan membuat ekonomi secara keseluruhan ikut menderita. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/sinyal-pasar/166369/ancaman-resesi-karena-surplus-perdagangan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar