Tahun
Politik dan Netralitas Media
Dave Akbarshah Fikarno Laksono
; Anggota Komisi Informasi DPR RI
|
KORAN
SINDO, 28 Desember 2017
Dalam hitungan waktu yang
tak lama lagi kita akan meninggalkan tahun 2017 dan menyambut datangnya tahun
baru. Biasanya akhir tahun dijadikan
sebagai momentum evaluasi untuk memotret perjalanan setahun dalam berbagai
peristiwa yang dinamis. Dalam konstelasi politik, kita akan meninggalkan
catatan hiruk-pikuk Pilkada DKI Jakarta dan memasuki tahun politik yang
“panas”, yakni Pilkada 2018 dan pemilu presiden dan pemilu legislatif pada
2019.
Sebagai sebuah catatan
renungan, politik tahun 2017 diwarnai dengan kontestasi Pilkada DKI Jakarta
yang begitu “keras”, bukan hanya antarkandidat dan pendukungnya, Anies vs
Ahok, tetapi juga menguras energi bangsa karena gaungnya yang begitu luas.
Ada banyak faktor yang
mendorong “panasnya” Pilkada DKI Jakarta, tetapi faktor yang paling terasa
adalah keterlibatan media dalam memanasi suhu politik. Media mempunyai andil
begitu besar dalam mendesain pesan politik melalui media framing sehingga
terbentuk sentimen politik yang meluas.
Isu yang berkembang dalam
perhelatan Pilkada DKI 2017 adalah keberpihakan media massa. Panasnya politik
DKI tak terlepas dari keberpihakan media yang terbelah antara pendukung Anies
vs Ahok. Keberpihakan ini terlihat dari konten media yang cenderung
mengangkat kandidatnya dan menyudutkan lawan.
Juga terlihat dari porsi
pemberitaan yang tidak imbang sehingga pertarungan politik Anies vs Ahok
bergeser menjadi pertempuran media. Napoelon Bonaparte pernah berkata, dia
lebih takut kepada seorang jurnalis dengan penanya daripada seribu tentara
dengan bayonetnya. Apa yang dikatakan pers hampir selalu dipercaya oleh
publik.
Begitu juga pendapat
Stuart Hall, media merupakan sarana paling penting dari kapitalisme Abad XX
untuk memelihara hegemoni ideologis dan kepentingan. Media juga menyediakan
kerangka berpikir bagi kelompok dominan yang terusmenerus berusaha
mempertahankan, melembagakan, melestarikan kepenguasaan demi menggerogoti,
melemahkan, dan meniadakan potensi tandingan dari pihak-pihak yang dikuasai.
Media juga dapat
mewacanakan sebuah peristiwa politik sesuai pandangannya masingmasing. Media
memiliki kebijakan redaksional terkait isi peristiwa politik yang ingin
disampaikan. Kebijakan ini membuat media banyak diincar oleh pihak-pihak yang
ingin memanfaatkannya.
Media memiliki fungsi
agenda setting, yaitu media memiliki hak menyiarkan suatu peristiwa atau
tidak menyiarkannya untuk menggiring opini publik. Dalam menghadapi tahun
politik 2018 dan 2019, isu keberpihakan media kembali menjadi sorotan.
Sorotan ini terkait dengan
kekhawatiran mendasar bahwa tahun politik akan rawan dengan pertarungan
kepentingan yang dapat menyeret media pada peran yang tidak netral sehingga
dapat menciptakan suasana politik yang kondusif.
Apakah kebebasan media di
Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan politik tertentu? Apakah
independensi dan netralitas media, berkaca dari pengalaman Pilkada DKI
Jakarta, masih terjamin di tahun politik?
Ancaman
Netralitas dan Independensi Media
Tentu pengalaman Pilkada
DKI Jakarta harus menjadi refleksi kritis karena media telah menjadi bagian
dari pertarungan pilkada yang memecah massa pendukung Ahok dan Anies.
Seolah-olah media terbelah ke dalam dua kekuatan politik tersebut, meskipun
belum ada penelitian yang menegaskan hal tersebut.
Namun, dapat direfleksikan
bahwa pada Pilkada DKI 2017 media telah menjadi bagian dari pertarungan
pemilihan gubernur DKI. Menjelang tahun politik yang diperkirakan akan panas,
diperlukan idealisme jurnalistik untuk mencerdaskan dan memberdayakan publik.
Karena kepentingan publik adalah pegangan dasar dari jurnalisme, independensi
dan netralitas menjadi elemen penting dalam menjalankan kegiatan jurnalistik.
Independen dalam arti
merdeka melaksanakan ideologi jurnalisme, sedangkan netral artinya berimbang,
akurat, tak memihak kecuali demi kepentingan publik.
Pada dasarnya,
independensi dan netralitas media adalah dua konsep yang tak dapat
dipisahkan, namun masingmasing dapat didefinisikan berbeda. Independensi
media berarti dalam memproduksi isi media tidak ada tekanan dari pihak lain
dan ada kemerdekaan dalam ruang redaksi dalam menghasilkan berita.
Sementara netralistas
menunjukkan media tidak berpihak dalam menyampaikan berita. McQuail
berpendapat bahwa media yang berfungsi menyebarluaskan informasi kepada
publik seharusnya bekerja berdasarkan prinsip kebebasan, kesetaraan,
keberagaman, kebenaran, dan kualitas informasi, mempertimbangkan tatanan
sosial dan solidaritas, serta akuntabilitas.
Karena itu, baik pemilik
maupun pengelola media seharusnya mematuhi prinsip-prinsip tersebut.
Pertanyaannya, mampukah media menegakkan netralitas dan independensi dalam
Pilkada 2018 dan Pemilu 2019? Jawabannya tentu saja tidak.
Karena ada tiga faktor
yang dapat mengancam netralitas dan independensi media di tahun politik 2018
dan 2019.
Pertama, faktor
cengkeraman pemilik media.
Dalam pendekatan politik
ekonomi, kekuatan kelas kapitalis yang menguasai media begitu besar
pengaruhnya terhadap netralitas dan indepen -densi media. Kelompok pemilik
media akan menggunakan medianya untuk memengaruhi opini publik sekaligus
menciptakan citra politik. Dampak dari cengkeraman pemilik media adalah tidak
adanya netralitas dan independensi media dalam pemberitaan.
Kedua, faktor pemilik
media yang mempunyai afiliasi dengan partai politik dapat memengaruhi
kebijakan media sampai kepada isi medianya.
Intervensi akan terjadi
sampai memasukkan agenda politik mereka ke dalam produk berita. Media akan
berbahaya jika dikuasai kepentingan politik karena dijadikan sebagai alat
untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan. Relasi kepemilikan media dengan
kekuasaan di tingkat elite menjadikan media rentan dipolitisasi.
Ketiga, lemahnya
pengawasan terhadap media yang tidak netral dan independen dalam pemberitaan
politik.
Berdasarkan Pasal 36 UU
Penyiaran, ada keharusan yang bersifat imperatif agar isi siaran netral dan
tidak berpihak. Kenyataannya, keberpihakan media dalam politik
begitukentaldankuat, terutama ketika peranan media begitu besar dalam
kehidupan politik.
Tentu saja tiga faktor
yang dapat mengancam netralitas dan independensi media harus diatasi karena
keberpihakan media dapat mengancam proses demokratisasi. Tahun politik harus
disambut dengan suasana politik yang santun dan elok. Maka, di situlah kita
harapkan media menjaga netralitasnya di tahun politik 2018 dan 2019 untuk
menciptakan tatanan politik yang makin demokratis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar