SBY,
Demokrat, dan Institusionalisasi Partai
Bawono Kumoro ; Head of Politics and Government Department
The Habibie Center
|
MEDIA INDONESIA, 12 Mei 2015
TEKA-teki apakah Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) maju mencalonkan diri sebagai ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat
pada 11-13 Mei, terjawab sudah. Saat memberikan pidato di rapat pimpinan
nasional Insan Muda Demokrat Indonesia, Jumat (24/4), SBY mengungkapkan
kesediaan untuk diusung sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat dalam
kongres yang dimulai kemarin tersebut.
Seperti sebagian besar partai-partai di
Indonesia, Partai Demokrat juga dihadapkan pada satu tantangan serius berupa
ketergantungan terhadap figur tertentu. Ketergantungan terhadap figur tertentu
merupakan konsekuensi dari pembentukan partai yang bersifat top down. Partai didirikan dengan
maksud sebagai kendaraan politik bagi figur tersebut untuk meraih kekuasaan.
Secara historis pendirian Partai Demokrat
lebih ditujukan sebagai kendaraan politik SBY untuk maju dalam Pemilihan Presiden
2004, ketimbang sebagai ikhtiar politik untuk menciptakan sebuah partai
modern. Bila saja regulasi undang-undang pemilihan presiden saat itu tidak
mewajibkan calon presiden dicalonkan oleh partai, atau dengan kata lain dapat
berasal dari jalur independen, boleh jadi Partai Demokrat tidak akan pernah
ada.
Tingkat popularitas SBY saat itu menunjukkan
tren positif jauh melampaui kandidat-kandidat presiden dari partai lain,
sehingga meskipun maju melalui jalur independen, bukan hal sulit bagi SBY
untuk memenangi pertarungan.
Ketergantungan terhadap seorang figur kemudian
membuat partai bersangkutan seolah-olah membiarkan diri berada di bawah
dominasi personal figur tersebut. Padahal, menurut Mainwaring (1998: 67-81),
salah satu aspek penting untuk melihat apakah partai telah
terinstitusionalisasi dengan baik atau tidak ialah ketiadaan dominasi
personal dari seorang figur tertentu.
Perspektif Randall dan Svasand tentang aspek
internal-eksternal dan aspek struktural-attitudinal
juga dapat digunakan untuk melihat kualitas institusionalisasi sebuah partai.
Aspek internal berkaitan dengan hubungan antarbagian di dalam partai. Aspek
eksternal berkaitan dengan hubungan antara partai dan publik serta lembaga
lain. Aspek struktural berkaitan dengan struktur di dalam partai. Aspek attitudinal berkaitan dengan sikap
publik terhadap partai.
Bila berbagai aspek itu dipersilangkan akan
menghasilkan model berikut: (1) Derajat kesisteman suatu partai sebagai hasil
persilangan aspek internal dengan struktural; (2) Derajat identitas nilai
suatu partai sebagai hasil persilangan aspek internal dengan attitudinal; (3) Derajat otonomi suatu
partai dalam pembuatan keputusan sebagai hasil persilangan aspek eksternal
dengan struktural, dan (4) Derajat pengetahuan atau citra publik terhadap
suatu partai sebagai persilangan aspek eksternal dengan attitudinal. (Randall dan Svasand, 2002)
Dari empat hasil persilangan di atas, derajat
kesisteman paling dirujuk untuk melihat apakah sebuah partai telah
terinstitusionalisasi dengan baik. Derajat kesisteman adalah proses
pelaksanaan fungsi-fungsi partai, seperti sejauh mana fungsi-fungsi partai
berjalan dan penuntasan konflik internal sesuai dengan anggaran
dasar/anggaran rumah tangga.
Relasi Demokrat-SBY
Di masa-masa awal partai ini berdiri, relasi
yang terjalin antara partai berlambang mercy
tersebut dan SBY, ialah relasi saling menguntungkan.Partai Demokrat
membutuhkan figur dengan popularitas sangat tinggi seperti SBY, agar
kehadiran mereka sebagai partai baru dikenal publik sekaligus mendulang suara
signifikan. SBY memerlukan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik untuk
maju dalam pilpres.
Pemilu 2009 menjadi puncak dari relasi saling
menguntungkan antara Partai Demokrat dan SBY. Suara Partai Demokrat naik
hampir tiga kali lipat menjadi 20,85% dalam Pemilu Legislatif 2009. SBY
terpilih kembali untuk kali kedua sebagai presiden dengan perolehan suara
60,80%.
Namun, relasi saling menguntungkan tersebut
perlahan mulai bergeser menjadi menguntungkan salah satu pihak saja. Bermula
saat partai diterpa prahara pascapenetapan tersangka korupsi terhadap ketua
umum saat itu Anas Urbaningrum, partai mendaulat SBY turun gelanggang dari
ketua dewan pembina menjadi ketua umum.
Keberadaan SBY sebagai ketua umum terbukti
cukup efektif untuk menghindarkan Partai Demokrat dari keterpurukan dalam
Pemilu Legislatif 2014. Partai Demokrat meraih 10,19% suara seka ligus
mematahkan analisis sejumlah pihak, yakni Partai Demokrat diprediksi cuma
mampu meraih suara 5% dalam Pemilu Legislatif 2014.
Kondisi tersebut menunjukkan betapa Partai
Demokrat kembali diuntungkan oleh keberadaan figur SBY. Tanpa perlu kerja
ekstra dan cucuran keringat deras dari para kader partai, dapat terselamatkan
dari keterpurukan lebih dalam, hanya dengan menempatkan SBY di garis terdepan
sebagai ketua umum.
Akan tetapi, kondisi terbalik justru dirasakan
oleh SBY selaku pendiri partai. Dengan bersedia turun gelanggang menjabat
sebagai ketua umum sekaligus ketua dewan pembina, SBY dinilai publik sebagai
figur kemaruk jabatan politik. Apalagi, saat itu SBY juga ialah Presiden
Republik Indonesia. Praktis ketika itu tidak ada tokoh politik lain di
Indonesia yang mampu menandingi kekuasaan politik yang dimiliki oleh SBY.
Kini, ketika SBY tidak lagi menjabat sebagai
presiden, sebagian besar kader Partai Demokrat giat mendorong SBY untuk
bersedia dicalonkan kembali sebagai ketua umum. Dalih digunakan untuk
membujuk SBY agar bersedia ialah alasan menjaga soliditas partai jelang
Pemilu 2019. Mereka sangat percaya dan meyakini SBY masih memiliki magis
politik untuk mengantarkan Partai Demokrat menuju gerbang kemenangan pemilu,
meskipun SBY bukan lagi seorang tokoh dengan tingkat popularitas sangat
tinggi sebagaimana 2004 dan 2009.
Partai modern
Terkait dengan hal itu, ada sejumlah
pertanyaan penting harus dijawab para elite politik Partai Demokrat. Apakah
mereka telah dengan cermat memperhitungkan segala dampak yang mungkin
ditimbulkan dari ketergantungan tinggi terhadap figur SBY bagi masa depan
partai? Lebih jauh lagi, sadarkah bila SBY terus tampil sebagai figur dominan
akan membuat Partai Demokrat tidak kunjung bertransformasi menjadi partai
modern? Sudah bukan zamannya lagi sebuah partai mengandalkan figur.
Mempersiapkan perangkat-perangkat penting yang dibutuhkan untuk tampil
sebagai partai modern dan membangun manajemen konflik internal jauh lebih
penting untuk dilakukan Partai Demokrat. Dengan demikian, Partai Demokrat
tidak akan lantas bubar bila kelak kehilangan figur SBY. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar