Pers
Mengeroyok, Prabowo Harus Kalah
Moh Mahfud MD ;
Pakar Hukum Tata Negara
|
KORAN
SINDO, 01 Agustus 2014
Capres
Prabowo memang sangat fenomenal. Bayangkan, sekitar enam minggu sebelum
pemungutan suara, elektabilitas Prabowo kalah jauh (22 %) terhadap Jokowi (46
%).
Tapi,
saat pemungutan suara ternyata Prabowo mampu menempatkan dirinya seimbang
dengan rivalnya itu. Bahkan, Tim Prabowo-Hatta meyakini Prabowo menang. Itu
pun, Prabowo dikeroyok oleh lawan-lawannya melalui sekelompok media massa
secara brutal, jauh dari kaidah pers dengan segala kode etiknya. Hantaman
media terhadap Prabowo tidak hanya melalui pemberitaan yang tidak imbang
melainkan secara brutal melalui mutilasi berita, dilepas dari konteksnya,
sehingga Prabowo selalu disudutkan.
Bukan
hanya Prabowo yang dibegitukan, Tim Prabowo-Hatta pun dibantai secara sadis.
Tiga hari sebelum KPU mengumumkan hasil penghitungan suara, sebagai Ketua
Timkamnas Prabowo-Hatta, saya diwawancarai oleh tiga televisi tentang peluang
Prabowo. Saya jawab, kami yakin Prabowo-Hatta menang, tetapi jika ternyata
nanti kalah, saya akan kembalikan mandat karena gagal mengantarkan
kemenanganPrabowo-Hatta.
Saya
tak akan ikut tim hukum karena tim hukum dan timkamnas tugasnya berbeda.
Ternyata, salah satu media memutilasi berita itu dengan menyiarkan secara
berulang-ulang, “Mahfud MD kembalikan
mandat karena gagal memenangkan Prabowo Hatta.” Beritanya dimutilasi
dengan membuang bagian atas dan bagian bawahnya. Pada rapat resmi Tim
Prabowo-Hatta tanggal 20 Juli 2014 di Four Season Hotel ada semangat banyak
tokoh di lingkungan Prabowo-Hatta untuk menggugat ke MK.
Saat
itu saya meminta data real count
internal dan berbagai temuan tim saksi dan data yang ditangani oleh Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Saya katakan sebagai ketua timkamnas, saya belum
pernah mendapat data apa pun, padahal kalau akan menggugat ke MK, harus ada
kepastian tentang signifikansi kesalahan penghitungan dan terjadinya
pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Kalau
tidak cermat, kita bisa terjerumus. Rupanya perdebatan di hotel itu bersebar
ke wartawan karena memang sangat banyak yang hadir meski resminya yang boleh
masuk dibatasi. Ketika pers mengonfirmasi hal itu maka saya pun membenarkan
mengajukan pertanyaan itu. Eh, beritanya dijadikan panas. Ditulis, “Mahfud Kecewa pada PKS”, “Mahfud Tak
Dapat Data Apa pun dari PKS”.
Isinya
sekilas benar, tetapi sejatinya mengadu domba antara saya dan PKS. Begitu
juga soal penarikan diri dari proses rekapitulasi suara di KPU yang terkait
dengan peran Akbar Tanjung. Pers tahu bahwa rapat timkamnas yang dipimpin
langsung oleh Prabowo tanggal 22 Juli 2014 itu memutuskan menarik diri dari
proses rekapitulasi di KPU sesuai dengan usul Akbar Tanjung. Rapat itu memang
tidak steril karena memang banyak yang ikut nimbrung.
Sebagai
ketua timkamnas, saat ditanya pers, saya jelaskan sebagai informasi biasa.
Kepada pers saya katakan bahwa pada rapat itu memang muncul tiga opsi.
Pertama, langsung menyiapkan gugatan ke MK; Kedua, menerima keputusan KPU
dengan legawa sebagai realitas politik; Ketiga, menolak untuk melanjutkan
rekapitulasi karena KPU tidak prudent
dan tidak mengindahkan rekomendasi-rekomendasi Bawaslu.
Alternatif
ketiga ini diusulkan oleh tim Akbar Tanjung dan saya ikut membahasnya pada
dini hari di rumah Akbar Tanjung. Saya sangat setuju usul Bang Akbar asal
Prabowo setuju. Ternyata, rapat Tim Prabowo-Hatta siang harinya menyambut
dengan semangat dan setuju dengan usul Akbar Tanjung. Itulah yang saya
konfirmasikan kepada pers sebagai informasi biasa.
Tetapi,
berita biasa dan usul bagus dari Akbar Tanjung itu menjadi panas karena
digoreng dengan judul-judul berita yang provokatif. Ada yang menulis, “Akbar
Tanjung Biang Pengunduran Diri Prabowo”, “Inisiatif Pengunduran Diri Prabowo
datang dari Akbar Tanjung”, dan judul-judul lain yang memojokkan Akbar
Tanjung.
Gorengan
berita ini dijadikan alat oleh lawan-lawan politik Akbar Tanjung di Golkar
dengan ikut menuduh Akbar sebagai biang kerok yang dikesankan jelek, padahal
usulnya adalah usul yang baik dan disetujui oleh rapat secara bulat. Loyalis
Akbar pun kemudian ada yang menyerang saya. Ada yang mengatakan saya
membocorkan rahasia rapat, padahal itu bukan rahasia dan pers sudah tahu
sendiri apa yang dibicarakan dalam rapat.
Ada
yang menuduh saya disusupkan oleh Luhut Panjaitan dengan alasan saya teman
dekat Luhut. Padahal, kedekatan saya dengan Luhut justru menjadi retak ketika
saya memberi tahu padanya bahwa saya akan bergabung dengan Prabowo-Hatta. Ada
juga yang menyebarkan foto-foto saya yang sedang mengacungkan dua jari sambil
menuduh saya berkomplot, mendukung capres nomor 2.
Padahal,
foto-foto tersebut adalah foto-foto lama yang sudah beredar saat kampanye
untuk PKB pada Pileg Maret/April 2014. Karena, saat itu saya berkampanye
untuk PKB yang merupakan kontestan pileg nomor urut 2 maka saya banyak
berfoto dengan dua jari. Gorengan-gorengan, mutilasi berita, dan sodokan atas
Prabowo dan para pendukungnya ini dipastikan terus berlangsung sampai
keluarnya vonis MK.
Sebab
ada yang punya target, “pokoknya
Prabowo harus kalah”. Semoga setelah keluarnya vonis MK, semua selesai
dengan damai dan kita terus membangun politik yang lebih beradab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar