Akal
Bulus Investor 6 Ruas Tol
Agus Pambagio ; Pemerhati Kebijakan Publik dan
Perlindungan Konsumen
|
DETIKNEWS,
20 Agustus 2014
Paska penandatanganan Perjanjian Pengusahaan 6
Ruas Jalan Tol Dalam Kota Jakarta (6 RJTDKJ) pada hari Jumat (25/7/2014)
antara PT Jakarta Toll Development (JTD) dengan Badan Pengatur Jalan Tol
(BPJT), membuktikan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta lebih
mementingkan kepentingan investor swasta daripada publik.
Penandatanganan yang disaksikan oleh Plt
Gubernur DKI Jakarta dan Menteri Pekerjaan Umum (PU) secara jelas
memperlihatkan ke-plinplan-an Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta,
khususnya Wakil Gubernur, dalam menyikapi pembangunan 6 RJTDKJ. Banyak kali
alasannya yang 'asbun' kalau kita baca di berbagai media.
Sangat disayangkan Pemprov DKI Jakarta pada
akhirnya harus menyerah pada ke piawaian lobi investor swasta, hanya dengan
diiming-imingi bahwa di 6 RJTDKJ akan ada jalur untuk angkutan umum (bus).
Awalnya bis non TransJakarta (TJ) tetapi sekarang TJ. Mana yang benar, sudah
tidak jelas. Pasalnya memasukan angkutan umum ke jalan tol bukan hal mudah
dari segi keamanan, mengingat jalan tol adalah jalan bebas hambatan.
Persoalan seluk beluk pembangunan 6 RJTDKJ
dari sisi kebijakan transportasi umum di Jakarta maupun Bodetabek sudah
sering saya ulas di kolom ini. Dalam pembahasan kali ini, saya akan membahas
siapa sebenarnya investor swsata yang ngotot membangun 6 RJTDKJ ini? Apa
benar Pemprov DKI Jakarta diuntungakan karena dalam konsorsium ada banyak
BUMD dan BUMN seperti yang sering di gembar gemborkan oleh Balai Kota? Mari
kita bahas melalui beberapa tulisan terkait dengan 6 RTJDKJ ini, supaya tidak
ada akal bulus investor 6 RJTDKJ.
Siapa Sebenarnya
Investor Swasta Pengusung 6 RTJDKJ ?
Untuk menganalisa siapa saja pemegang saham di
PT Jakarta Toll Develoment (JTD), saya menggunakan dua sumber data, yaitu:
Laporan Direksi Perseroan Tanggal 19 September 2012 untuk memenuhi laporan
keterbukaan informasi kepada pemegang saham serta Informasi dari Data Biro
Administrasi Efek tertanggal 6 Januari 2014.
PT JTD merupakan anak perusahaan langsung PT
Pembangunan Jaya (PJ). Sedangkan PJ sendiri merupakan perusahaan patungan
antara Pemprov DKI (40%) dan Kelompok Swasta (60%), antara lain Ciputra,
Secakusumah dan lain-lainnya. Jadi jelas disini bahwa PJ bukan BUMD Pemprov
DKI Jakarta, karena PJ tidak pernah di audit oleh BPK/BPKP layaknya kalau BUMN/BUMD,
tetapi perusahaan swasta patungan dengan Pemprov DKI Jakarta.
Kelompok PJ sendiri membentuk banyak anak
perusahaan, seperti PT Jaya Konstruksi Tbk (Jakon) dengan komposisi saham
sekitar 60,89% saham, PT Jaya Real Property Tbk (JRP) dengan komposisi saham
sekitar 66,24% saham dan PT JTD dengan 11,54% saham (semula 6,32% tetapi
tiba-tiba berubah) dan lain-lain.
Selain PT PJ, pemegang saham PT JTD sebagian
besar masih ada hubungannya dengan investor swasta kelompok Jaya, seperti PT
Jaya Konstruksi Tbk (Jakon) dengan 20,51% saham, PT Jakarta Propertindo
(Jakpro) BUMD Pemprov DKI dengan 8,97% saham, PT Jaya Land (JL) dengan 4,48%
saham, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJA) dengan 25,64% saham, PT JRP dengan
28,85% saham dan PT Jaya Infrastruktur (JI) dengan 0,07% saham.
Dari komposisi kepemilikan saham diatas saja
sudah terlihat bahwa porsi saham tidak langsung (melalui BUMD) Pemprov DKI
Jakarta sangat kecil. Jadi bagaimana bisa Pemprov DKI mengontrol operasional
PT JTD? Mari kita lihat lebih rinci lagi. PT PJ masuk ke PT JTD melalui 2
kaki. Pertama langsung dengan 6,32% saham yang terus berubah dan menjadi
11,54%. Kedua melalui PT JI dengan saham di PT JTD sebesar 0,07%, sementara
PT PJ sendiri menguasai 75% saham PT JI.
Dalam Laporan Direksi Perseroan Tanggal 19
September 2012 untuk memenuhi laporan keterbukaan informasi kepada pemegang
saham, muncul dua (2) perusahaan asing (City View dan Delta Ville) yang
keduanya beralamat di Hongkong serta menjadi pemegang saham di PT JRP (City
View) dan PT Jakon Tbk (Delta Ville). City View mempunyai 12,88% saham PT
JRP. Lalu berdasarkan informasi dari Data Biro Administrasi Efek tertanggal 6
Januari 2014 Delta Ville mempunyai 9,67% saham di PT Jakon Tbk.
Publik pantas bertanya, siapakah City View dan
Delta Ville tersebut? Apakah mereka investor asing atau investor lokal tetapi
seolah-olah menjadi investor asing? Patut diduga Pemprov DKI Jakarta
diperdaya oleh investor 6 RJTDKJ.
Dengan komposisi saham seperti di atas,
pengembalian modal yang ditanamkan oleh BUMD DKI (PT PJA dan PT Jakpro) di PT
JTD menjadi tidak jelas. Bagaimana mungkin Pemprov DKI tidak dapat mengontrol
manajemen PT JTD. Buktinya Pemprov DKI Jakarta tidak dapat menginterupsi
ketika Direktur Utama PT IJ juga menjadi Direktur Utama PT JTD. Bukti lain,
Pemprov DKI juga tidak bisa mengajukan keberatan ketika Komisaris Utama PT JI
ditentukan dari PT Jakpro bukan dari PT PJA? Sementara saham PT Jakpro di PT
JTD lebih kecil dari saham PT PJA di PT JTD.
Langkah Selanjutnya
Terkait Dengan Pembangunan 6 RJTDKJ
Saya menyarankan supaya Balai Kota melakukan
beberapa langkah strategis sehingga nantinya tidak diperdaya oleh investor 6
RJTDKJ dan dihujat oleh publik Jakarta ketika 6 RJTDKJ bukan menciptakan
kelancaran lalulintas tetapi menciptakan lapangan parkir terluas di dunia.
Pertama, Balai Kota harus meminta PT JTD
melakukan studi AMDAL yang komprehensif antara pembangunan 6 RJTDKJ dan
pembangunan MRT serta moda transportasi umum lain. Studi AMDAL komprehensif
ini perlu karena dengan pembangunan MRT Tahap I saja, kemacetan di wilayah
DKI sudah bertambah parah. Bagaimana dampaknya ketika pada saat yang
bersamaan juga dibangun 6 RJTDKJ? Publik harus di informasikan dan diminta
persetujuannya.
Kedua, Pemprov DKI Jakarta harus meminta PT
JTD untuk mempresentasikan di hadapan publik secara terbuka, siapa saja
pemegang saham perseroan ? Kalau ada pemegang saham asing, siapa mereka dan
berapa persen sahamnya.
Ketiga, Pemprov DKI harus bisa meyakinkan
publik Jakarta bahwa Pemprov DKI merupakan pemegang saham pengendali meskipun
bukan mayoritas (saham A) dan Pemprov DKI harus bisa meyakinkan publik bahwa
Balai Kota bisa memegang kendali PT JTD. Bagaimana Pak Ahok? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar