Pesantren Masa Depan Hasibullah Satrawi : Alumnus salah satu pondok pesantren di
Madura, pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam |
JAWA POS, 12 Juli 2022
APA yang
terjadi di Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, beberapa waktu lalu terkait upaya
penegakan hukum sungguh pukulan telak bagi dunia pesantren secara umum. Tidak
hanya karena persoalan yang diduga terkait dengan pelecehan seksual (atau
mungkin perzinaan, dalam bahasa yang lebih populer di pesantren), tapi juga
sikap sebagian pihak di Pesantren Shiddiqiyyah yang pada tahap tertentu bisa
disebut menghalang-halangi upaya penegakan hukum. Hingga upaya menjemput
orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO) harus berlangsung kurang lebih
16 jam. Peristiwa itu
memang terjadi di Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang. Tapi, dengan pemberitaan
media yang sangat luas (bahkan banyak media menyiarkan secara breaking news),
kejadian tersebut sedikit banyak akan berdampak terhadap citra pesantren
secara umum. Khususnya bagi masyarakat umum yang belum begitu mengenal dunia
pesantren. Padahal,
peristiwa pelanggaran hukumnya (dugaan pelecehan seksual) masih bersifat
dugaan sampai terbukti di pengadilan nanti. Tapi, citra yang timbul dari
semua ini sudah terbentuk terlebih dahulu. Semua ini sangat merugikan
pesantren secara umum. Karena itu,
ada beberapa hal yang harus diperhatikan pesantren secara umum ke depan pasca
kejadian di Pesantren Shiddiqiyyah. Pertama, pendidikan terkait interaksi
atau muamalah yang sehat dan baik antara laki-laki dan perempuan. Banyak
istilah yang digunakan para ahli terkait persoalan itu seperti kesetaraan
gender dan pemberdayaan perempuan. Terlepas dari perbedaan istilah, semua
pihak sepakat pentingnya interaksi atau muamalah yang sehat dan baik antara
laki-laki dan perempuan. Hal itu sangat
penting mengingat kenyataan hidup tidak akan pernah terlepas dari laki-laki
dan perempuan. Hanya, pola interaksi yang mungkin berbeda-beda antara satu
lokasi dan lokasi lain. Di wilayah tertentu, laki-laki dianggap terlalu
dominan seperti di banyak negara di Timur Tengah ataupun dunia Islam secara
umum. Sementara di tempat lain, kaum perempuan lebih banyak mendapatkan
kebebasan di ruang-ruang publik. Seperti terjadi di negara-negara Eropa,
Amerika Serikat (AS), dan lainnya. Masing-masing wilayah tidak bisa dihakimi
berdasar pengalaman wilayah lain. Karena itu,
hal yang terpenting adalah interaksi atau muamalah yang sehat dan baik antara
laki-laki dan perempuan. Bahwa laki-laki dan perempuan bisa saling berperan
dalam menjalankan berbagai tugas; bahwa laki-laki dan perempuan bisa saling
menghormati; dan yang tak kalah penting hubungan antara laki-laki dan
perempuan tidak melulu terkait dengan seksualitas. Harus diakui
bersama, mewujudkan interaksi atau muamalah yang sehat dan baik antara
laki-laki dan perempuan tidaklah mudah. Bukan hanya di lingkungan pesantren,
melainkan juga di lingkungan pendidikan secara umum. Bahkan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Dikatakan demikian karena upaya yang ada acap
kali berhadapan dengan realitas kekurangan di sana-sini, mulai kekurangan
yang bersifat materiil hingga yang bersifat nonmateriil. Misalnya, pemahaman
yang bias gender dan lainnya. Kedua, takzim
dan penghormatan penuh dalam kebaikan. Sebagai lembaga pendidikan Islam,
pesantren acap mengajari para santri untuk takzim dan hormat kepada para
guru, khususnya kiai beserta keluarganya. Bahkan, sebagian pihak sampai pada
tahap ’’menghormati” hewan peliharaan dan kesukaan kiainya. Tidak ada yang
salah dari budaya takzim atau hormat terhadap kiai maupun guru secara umum.
Yang terpenting adalah takzim dan penghormatan tersebut berada dalam hal
kebaikan. Dengan kata
lain, selama kiai dan guru berbuat kebaikan, selama itu pula takzim dan penghormatan
harus diberikan. Tapi, manakala mengerjakan keburukan, mereka sudah tidak
bisa dijadikan sebagai pedoman. Dalam tradisi
pesantren, sebenarnya kebaikan sebagai batas dari sikap takzim kepada kiai
ataupun guru sudah jamak diketahui. Dalam sebuah kisah yang sangat terkenal
di pesantren, contohnya, Nabi menegaskan bahwa ketaatan terhadap seseorang
tidak boleh dalam hal-hal yang bersifat kemaksiatan ataupun keburukan (la
tha’ata limakhluqin fi ma’shiyatil khaliq). Meski
demikian, keburukan itu kadang-kadang dilihat sebagai ’’bungkus semata” dari
kebaikan yang ada di dalamnya. Hingga akhirnya, warga pesantren acap kali
tetap takzim dan mengikuti apa yang disampaikan oknum guru maupun kiainya.
Inilah yang banyak dijadikan sebagai modus kejahatan oleh oknum tertentu. Karena itu,
ada hal ketiga yang harus dikerjakan pesantren ke depan, yaitu memperkuat
keteladanan yang berbasis pada nilai-nilai umum terkait dengan kebaikan
maupun keburukan. Keteladanan itu harus muncul dari para guru maupun ustad,
khususnya kiai beserta keluarganya, sebagai fondasi utama pesantren. Melalui
keteladanan tersebut, warga pesantren bisa belajar dan melihat secara
langsung apa yang boleh atau tidak boleh. Pun demikian, melalui keteladanan
yang ada, warga pesantren bisa melihat dan belajar apa yang pantas atau tidak
pantas untuk dilakukan. Sebaliknya, melalui keteladanan yang ada, warga
pesantren bisa mengetahui kapan guru atau bahkan kiai dalam keadaan salah dan
tidak perlu ditiru. Meminjam
istilah yang juga sangat terkenal di pesantren, manusia tempatnya salah dan
dosa (al-insanu mahallul khata wan nisyan). Tidak ada orang sempurna yang
membuatnya selalu dalam keadaan benar. Kalaupun ada orang sempurna, tak lain
adalah orang yang pernah salah, lalu memperbaikinya. Dalam sebuah hadis, Nabi
Muhammad SAW menegaskan bahwa setiap manusia adalah pendosa. Tapi,
sebaik-baik pendosa adalah mereka yang bertobat alias memperbaiki kesalahan
yang ada. Kullu ibni adam khattha’un, wa khairul khattha’in at-tawwabun. Tiga hal di atas sangat penting
untuk dilakukan pesantren ke depan. Hingga pesantren sebagai lembaga
pendidikan yang identik dengan ilmu keislaman tidak hanya menjadi sejarah
bagi bangsa ini, tapi juga menjadi masa depan pendidikan yang dibutuhkan
masyarakat. Hingga pesantren tetap menjadi sumber ilmu sekaligus sumber
keteladanan, termasuk terkait dengan interaksi yang halal dan baik antara
laki-laki dan perempuan. ● Sumber
: https://www.jawapos.com/opini/12/07/2022/pesantren-masa-depan/?page=all |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar