Jokowi
dan Memorie van Overgave
JJ Rizal ; Sejarawan
|
TEMPO.CO,
23 April 2014
Pada 25
November 1632, Souw Beng Kong dan para pengusaha serta pemimpin orang Cina di
Batavia mempersembahkan medali kepada Gubernur Jenderal Jaques Specx. Saat
itu Specx baru mengakhiri masa jabatannya. Meskipun singkat memimpin Batavia,
Specx, yang memerintah pada 1629-1632, dianggap telah memberikan banyak
keuntungan. Ia sodorkan proyek pembangunan kanal, tembok benteng, pemungutan
pajak, pemasokan kebutuhan kota dan bahan perdagangan, kepada orang Cina
sebagai kontraktornya.
Selang
382 tahun kemudian, pada 13 Maret 2014, di tempat yang sama yang kini disebut
Kota Tua Jakarta, peristiwa itu diulang oleh Lin Che Wei, salah seorang
pengusaha dan ahli ekonomi yang tergabung dalam konsorsium revitalisasi Kota
Tua Jakarta. Mereka memberi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi, medali emas.
Menurut berita, Lin Che Wei menyatakan pemberian medali itu spesial karena
mengait kebiasaan gubernur yang telah menyelesaikan tugasnya ketika zaman
Belanda.
Tentu
spesial. Sebab, Jokowi belum melepas tugas gubernur. Terlebih karena semasa
kuasa Belanda, setelah Specx, tiada lagi gubernur jenderal yang mendapat
medali seusai menjabat. Tapi sedikit yang tahu Specx sudah mendapat surat
recall dari Heeren XVII alias para penguasa Kompeni pada 17 Maret 1632. Specx
ketahuan tak beres kerja ketika menjabat di Firando, Jepang. Apalagi, selama
menjabat di Batavia, hanya tiga kali Specx bikin laporan kerja. Alhasil,
tiada bahan pasti yang dapat dijadikan rujukan kinerja Specx selain puja-puji
elite Cina.
Tulisan
ini tak hendak membandingkan Jokowi dengan Specx. Tujuannya menyorot tradisi
yang menyejarah dan baik dari masa Belanda yang hilang. Tradisi yang lebih
penting daripada menyerahkan medali, yaitu adat bahwa setiap pejabat Kompeni
kudu bikin laporan kerja. Ketika Kompeni bubar pada akhir abad ke-19, tradisi
itu dilanjutkan pemerintah Hindia Belanda. Sohor bilamana seorang
residen--kini setingkat gubernur--akan melepas jabatan, maka ia mesti bikin Memorie van Overgave atau naskah
serah-terima berisikan laporan pertanggungjawaban kerjanya yang menyeluruh.
Memorie van Overgave ini
diadatkan agar ada referensi bagi pejabat yang menggantikan. Dari beberapa
Memorie van Overgave yang dibuat Residen Batavia periode awal abad ke-20,
terlihat bagaimana masing-masing residen memfokuskan program kerjanya. Sebut
saja Residen P. De Roo de la Faille (Agustus 1916-Februari 1919) yang
berbasis laporan residen sebelumnya, Rijfsnijder, mengkreasikan tindakan baru
yang membuatnya dikenang sebagai residen cemerlang. Berkat laporan De la Faille, pejuang rakyat, M.H.
Thamrin, punya basis argumen di gemeente
Batavia dan Volkraad.
Setelah
proklamasi 1945, adat bikin Memorie van Overgave lenyap. Ali Sadikin
menghidupkannya kembali ketika akan turun pada 1977. Pejabat penggantinya
diharapkan tahu apa-apa yang sudah dan apa yang harus dikerjakan. Selain itu,
sering dilupakan, tujuannya juga "untuk menjawab hal-hal yang biasa
dipertanyakan" rakyat Jakarta dan para pengkritiknya. Selama 10 tahun
Bang Ali memimpin Jakarta, pers bikin banyak liputan. Itu mencerminkan kerjanya,
tapi bukan yang sebenarnya. "Mencuplik
kadar sensasionil kerja saya dapat memperoleh gambaran sepihak tentang
kenyataan sesungguhnya dari jejak yang saya tinggalkan," katanya
dalam pengantar Memorie van Overgave dirinya yang kemudian diedarkan luas
sebagai buku Gita Jaya.
Sampai
di sini, Bang Ali menolak citra keliru dan berlebihan pers. Ia ingin bicara
langsung dan tak sepotong-sepotong kepada para pelanjut, para pengkritik,
serta rakyat Jakarta. Ia ingin meyakinkan via Gita Jaya bahwa ia merakyat
bukan hanya karena getol-istilah Rendra-"turun memeriksa keadaan",
tapi karena mampu bikin kebijakan strategis yang rinci untuk kepentingan
lebih luas dan jangka panjang Jakarta, serta menggerakkan publik bersama
birokrasinya untuk mewujudkannya dengan kerja. Sebab itu, ketika ditanya apa
yang membuatnya berhasil, Bang Ali menjawab: "Saya bekerja, sayang gubernur yang lain tidak."
Masa
Jokowi jauh lebih pendek ketimbang Bang Ali. Tapi keteladanan tidak
ditentukan oleh durasi memimpin. Ukurannya kerja. Sebagai gubernur, Jokowi
memang kerap bilang, "Saya bekerja
siang-malam."
Mari
kembali kepada urusan ukuran pokok dan sumber keteladanan seorang pemimpin:
kerjanya. Bagaimana cara mendapat garansi Jokowi membuat Memorie van
Overgave, agar ide dan hasil kerjanya tak hanya terdokumentasi, tapi juga
jadi bukti kerja nyatanya.
Lebih
jauh dengan Memorie van Overgave itu, masyarakat pun dapat melihat konsep
Jokowi tentang "Jakarta Baru" dan arah pasti untuk mengawal
mewujudkannya kelak jika ia terpilih. Setelah itu, semoga dapatlah Jokowi
mengikuti jejak Bang Ali mengutip sosok yang mereka kagumi, Sukarno, "dit heeft Ali Sadikin gedaan"
(ini yang telah dikerjakan Ali Sadikin) dan kini "dit heeft Jokowi gedaan". ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar