Strategi Mengurangi
Polusi Udara Opini Tempo : Redaksi Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 4
September 2023
SULIT menghilangkan kesan
pemerintah tak serius menurunkan tingkat polusi udara Jakarta yang kian pekat
oleh gas beracun. Tak berangkat dari akar masalah, pelbagai upaya
pengendalian polusi udara akhir-akhir ini terlihat parsial dan demi
kepentingan “proyek” semata. Sumber polusi Jakarta,
seperti temuan riset Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA),
adalah pemakaian batu bara oleh pembangkit listrik, proses industri, dan gas
buang kendaraan bermotor. Jakarta memang dikepung 136 pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) batu bara dalam radius 100 kilometer. Riset CREA dengan radius
yang lebih luas, sekitar 200 kilometer, juga menemukan polutan dari PLTU batu
bara telah merasuki udara Jakarta dan kota di sekitarnya, yang dihuni 30 juta
jiwa. Struktur dan komposisi
polutan bisa menjelaskan sumber utama pencemaran udara di Ibu Kota. Menurut
riset CREA, polutan paling banyak dalam udara Jakarta adalah sulfur dioksida
(SO2) dan nitrogen oksida (NOx). Di urutan berikutnya baru partikulat halus
(PM2.5). Unsur SO2 dan NOx adalah polutan hasil pembakaran batu bara dan
proses industri. Sementara PM2.5 hasil pembakaran energi fosil kendaraan
bermotor. Dengan komposisi polutan
seperti itu, seharusnya solusinya jelas: transisi energi dengan mengganti
batu bara menjadi energi terbarukan. Tapi pemerintah hanya mengetatkan uji
emisi kendaraan bermotor, menyemprot jalan protokol, meminta industri
memasang pemurni polutan, hingga mengharuskan sebagian pegawai negeri
bekerja dari rumah. Semua itu hanya solusi sementara, parsial, dan tak
menyentuh akar masalah. Alih-alih membaik, kualitas udara yang dihirup warga
Jakarta pun kian memburuk. Pemerintah tak hanya
seperti kehabisan akal mengendalikan pencemaran udara. Pemerintah pun tak
punya komitmen kuat untuk mengurangi polusi di Jakarta. Buktinya, pemerintah
pusat terus melawan putusan Pengadilan Negeri Jakarta yang mengharuskan
mereka mengambil pelbagai langkah konkret untuk mencegah kualitas udara makin
buruk. Dua tahun sudah pemerintah pusat membuang-buang waktu dengan mengajukan
permohonan banding hingga kasasi karena tak terima disebut lalai menjaga
kualitas udara. Di samping komitmen, perlu
strategi jangka panjang yang komprehensif untuk menurunkan tingkat polusi
udara di kawasan megapolitan seperti Jakarta dan sekitarnya. Cina dan
Jepang, dua negara yang sukses menurunkan tingkat polusi di kota-kota
industri, butuh 20-30 tahun menurunkan tingkat polusi lewat transisi energi
secara bertahap dan persisten. Norwegia, yang mengubah kendaraan bensin
menjadi kendaraan listrik setelah mengganti seluruh energi kotor, bisa
menurunkan tingkat polusi sebanyak 80 persen selama 2000-2022. Pemerintah getol mengkampanyekan
penggantian kendaraan bensin menjadi kendaraan listrik. Tapi program itu tak
akan langsung menurunkan tingkat polusi udara. Kendati residu emisi kendaraan
listrik lebih kecil dibanding kendaraan bensin, sepanjang sumber listriknya
berasal dari pembangkit batu bara dan minyak bumi, polutannya tetap besar.
Tanpa beralih 100 persen ke sumber energi bersih, gembar-gembor kendaraan listrik
terkesan sebagai proyek pesanan segelintir pengusaha dan pejabat yang punya
pabrik kendaraan listrik saja. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/169630/strategi-mengurangi-polusi-udara |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar