Dampak Kelesuan
Ekonomi Cina ke Indonesia Yopie Hidayat : Kontributor Tempo |
MAJALAH TEMPO, 10
September 2023
EKONOMI Cina makin lesu.
Data terbaru menunjukkan nilai ekspor Cina selama Agustus 2023 turun 8,8
persen ketimbang bulan yang sama tahun lalu. Angka impornya juga melorot 7,3
persen. Rapor Agustus itu memang masih lebih baik ketimbang Juli lalu. Namun
penurunan nilai ekspor dalam empat bulan terakhir mencerminkan gagalnya pemulihan
ekonomi negeri itu setelah terpukul pandemi Covid-19. Bukan cuma aliran ekspor
barang yang berkurang. Lalu lintas modal yang masuk juga menyurut,
mencerminkan melemahnya keyakinan investor terhadap ekonomi Cina. Menurut
catatan bank investasi JPMorgan yang dikutip Financial Times, selama kuartal
II 2023, arus investasi asing yang secara langsung masuk ke sektor riil di
Cina hanya senilai US$ 4,9 miliar. Ini rekor terendah investasi asing secara
langsung dalam 26 tahun terakhir. Berbagai tren negatif itu
juga tecermin pada merosotnya nilai renminbi di pasar domestik. Kamis, 7
September lalu, kurs renminbi terhadap dolar Amerika Serikat sempat menyentuh
rekor terendah sejak 2007, yakni 7,3259 per dolar. Ada modal asing yang deras
mengalir keluar dari pasar keuangan Cina sehingga memicu luruhnya kurs
renminbi. Kaburnya modal dari Cina
tentu saja tak hanya dipicu lesunya ekonomi. Suku bunga di Amerika Serikat yang masih tinggi juga mendorong
berpindahnya penempatan dana investasi di seluruh dunia. Persoalannya,
realokasi modal besar-besaran belum akan segera mereda. The Federal Reserve sudah
melempar sinyal akan menahan tingkat suku bunga lebih lama. Pasar
memperkirakan rezim bunga tinggi di Amerika masih akan berlangsung hingga
pertengahan tahun mendatang. Walhasil, bunga tinggi di Amerika masih akan
terus memicu pelarian modal dari negara-negara berkembang, termasuk dari
Cina. Masih ada lagi masalah
lain yang membebani ekonomi Cina: faktor geopolitik. Hubungan Amerika Serikat
dengan Cina masih tegang. Kedua negara masih saling menerapkan berbagai
embargo perdagangan, teknologi, dan investasi. Sementara itu, kabar invasi
Cina ke Taiwan makin keras berdengung. Itu semua kian menambah kekhawatiran
investor yang ingin berinvestasi di Cina. Kelesuan ekonomi Cina dan
merosotnya nilai renminbi sebetulnya juga merugikan banyak negara. Dalam
sistem ekonomi global yang sudah sedemikian terintegrasi seperti sekarang,
tak ada satu pun negara yang benar-benar bisa bebas dari dampak negatif jika
ekonomi terbesar kedua di dunia ini sedang terbelit masalah besar. Salah satu jalur yang bisa
dengan cepat menularkan persoalan adalah perdagangan internasional. Cina saat
ini adalah mitra dagang terbesar bagi 120 negara, termasuk Indonesia. Jika
kelesuan menimpa Cina, sudah pasti 120 negara itu sedikit-banyak turut
terkena imbasnya. Ekspor ke Cina bakal terhambat. Impor berbagai barang murah
dari Cina juga tersendat. Rantai pasokan global pun terganggu. Indonesia sudah merasakan
dampak itu dalam bentuk penurunan surplus perdagangan. Karena permintaan dari
Cina turun, harga berbagai komoditas ekspor Indonesia pun melorot sehingga
penerimaan ekspor kita berkurang. Tahun lalu, sebagai
gambaran, nilai ekspor Indonesia ke Cina mencapai US$ 67,72 miliar. Jika
penerimaan ekspor ini turun secara signifikan, dampaknya pada ekonomi
Indonesia tentu tak bisa dianggap remeh. Di kuartal kedua tahun ini, sebagai
contoh, neraca pembayaran Indonesia sudah kembali ke zona defisit, minus US$
7,4 miliar. Selain perdagangan, pasar
finansial dapat menjadi rambatan persoalan. Luruhnya nilai renminbi,
misalnya, juga menyeret rupiah. Akhir pekan lalu, kurs rupiah sudah turun
melampaui level 15.350 per dolar Amerika Serikat. Dalam tiga bulan terakhir,
nilai tukar rupiah sudah merosot 3,48 persen terhadap dolar Amerika. Penurunan nilai rupiah
dapat terus berlanjut. Jika kelesuan ekonomi dan derasnya arus modal yang
keluar dari Cina tidak mereda, nilai renminbi akan terus melorot. Bukan tak
mungkin bank sentral Cina akan melakukan devaluasi, membiarkan renminbi jatuh
ke rentang nilai tukar yang lebih rendah. Rupiah bisa ikut terseret jatuh
kendati ekonomi kita sebetulnya secara relatif masih tergolong baik-baik
saja. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/sinyal-pasar/169682/ekonomi-cina |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar