DMO Gas untuk
Mencegak Minim Pasokan dan Kenaikan Harga Opini Tempo : Redaksi Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 10
September 2023
GONJANG-GANJING penolakan
kenaikan harga gas bumi untuk industri semestinya tidak terjadi jika
pemerintah serius mengurus komoditas ini. Buruknya tata kelola gas selama ini
membuat barang tambang yang cadangannya berlimpah itu gagal menjadi penopang
pertumbuhan ekonomi nasional. Kekisruhan ini bermula
dari rencana kenaikan harga gas bumi industri non-harga gas bumi tertentu
yang bakal diberlakukan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mulai 1
Oktober mendatang. Rencananya, kenaikan harga gas bumi bervariasi, dari
semula terendah US$ 9,16 menjadi tertinggi US$ 12,31 per MMBTU sesuai dengan
kategori pelanggan. Rencana ini memicu protes
keras kalangan pengusaha. Penyebabnya, kenaikan harga dinilai tidak tepat
karena dalam sepuluh tahun terakhir tidak ada pembangunan infrastruktur,
seperti pemipaan yang memudahkan industri mengakses sumber energi itu.
Selain itu, pasokan gas yang tak stabil seperti di Jawa Timur menyulitkan
proses kerja industri. Penaikan harga sepihak
yang besarannya berbeda-beda dan perubahan harga sewaktu-waktu juga
dikeluhkan pelaku industri. Mereka menyatakan rencana itu bisa memicu
penurunan daya saing industri dan inflasi karena kenaikan harga di
masyarakat. Selain itu, pelaku industri mengaku tidak bisa menjalankan
rencana bisnisnya dengan optimal. Belakangan, PGN membatalkan rencana
kenaikan harga tersebut. Dengan cadangan gas alam
yang dimiliki Indonesia sebanyak 41,62 triliun kaki kubik persegi (TSCF),
kebutuhan gas domestik semestinya mudah dipenuhi. Indonesia juga
diperhitungkan karena ikut menentukan jumlah pasokan dan pergerakan harga gas
dunia. Namun persoalan kekurangan
pasokan dan fluktuasi harga gas terus saja menjadi masalah dan memukul para
pelaku industri. Tak hanya menghambat upaya mewujudkan kemandirian energi
nasional, sengkarut pasokan gas menyebabkan sebagian pengusaha kembali
menggunakan energi fosil yang kotor dan sumber polusi. Pangkal soal kekisruhan
ini adalah banyaknya sumur gas yang sudah tua sehingga produksinya memerlukan
teknologi baru dengan konsekuensi biaya tinggi. Selain itu, pemerintah
kadung terikat kontrak ekspor untuk ladang-ladang gas besar yang digarap
kontraktor asing. Padahal pemerintah bisa memberlakukan kewajiban
pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) jika
pasokan surut. Penerapan aturan DMO gas
bisa segera diberlakukan karena itu sepenuhnya kewenangan pemerintah.
Apalagi kebijakan serupa sudah berlaku untuk komoditas minyak kelapa sawit
serta batu bara, dan relatif efektif meredam gejolak harga akibat minimnya
pasokan dalam negeri. Dengan kebijakan DMO yang
terukur, masalah kekurangan pasokan gas dalam negeri bisa teratasi.
Ketersediaan pasokan gas bumi bisa makin mempercepat program penghiliran
yang selama ini masih jalan di tempat. Keseriusan pemerintah
menata ulang kebijakan gas bumi menjadi kunci. Tanpa itu, persoalan pasokan
gas akan terus berulang dan harapan menuntaskan program transisi energi pun
tinggal harapan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar