Perlunya
Revitalisasi Pancasila
Sutrisno ; Mahasiswa Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta
|
KORAN JAKARTA, 03 Juni 2015
Hari lahirnya
Pancasila, 1 Juni 1945 - 1 Juni 2015 ini, perlu diperingati oleh bangsa
Indonesia untuk menggugah kita: kembali menyadari pentingnya dasar negara
Pancasila sebagai filosofi dan ideologi pemersatu bangsa dan negara. Ini
tidak terlepas dari kondisi bangsa yang sejak era reformasi semakin jarang
membahas konsep Pancasila, baik dalam konteks ketatanegaraan, kebangsaan,
kemasyarakatan, maupun akademik.
Bahkan, ada anggapan
bahwa Pancasila sudah usang dan ketinggalan jaman sehingga tidak lagi
dihargai dan dijadikan pedoman hidup berbangsa. Masyarakat juga cenderung
menilai pancasila hanya sekadar simbol negara dan hiasan dinding di
kantor-kantor serta instansi pemerintah sedangkan nilai-nilai filosofi yang
terkandung di dalamnya tak lagi dihiraukan. Ada kecenderungan pula Pancasila
telah dilupakan dalam praktek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Benarkah
Pancasila sudah dilupakan?
Hemat saya, Pancasila
tak dilupakan. Yang terjadi adalah Pancasila belum pernah dilaksanakan secara
utuh dan sempurna sampai saat ini oleh seluruh elemen bangsa. Jika kita jujur
memberi penilaian, Pancasila sejatinya merupakan ideologi yang baik dan
lengkap.
Dikatakan baik dan
lengkap, sebab Pancasila adalah ideologi yang secara komprehensif mencakup
berbagai aspek yakni ketuhanan, kemanusian, nasionalisme, demokrasi dan
keadilan sosial. Sangat jarang kita temukan ideologi yang lengkap serta
mencakup demikian banyak aspek kehidupan. Bung Karno menyebut pancasila
sebagai Philosofische Grondslag atau fundamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya, jiwa, dan hasrat yang sedalam-dalamnya dari Indonesia
merdeka yang akan berdiri kekal abadi.
Selain itu, ia juga
menyebut Pancasila sebagai weltanschauung
bangsa dan negara Indonesia. Di dalam Pancasila terkandung cita-cita,
harapan, dan tujuan dari terbentuk dan berdirinya Indonesia yang satu.
Melalui nilai-nilai Pancasila terciptalah sebuah masyarakat Indonesia yang
kokoh dan harmonis.
Di situ, Soekarno juga
sangat jelas mengatakan, “Pancasila sebagai satu-satunya ideologi nasional
progressif dalam revolusi Indonesia.” Artinya, dalam kerangka revolusi itu,
Pancasila punya dua peran pokok: pertama, sebagai dasar yang mempersatukan
bangsa Indonesia; Kedua, sebagai dasar yang memberi arah kepada
perikehidupan, termasuk jalannya revolusi Indonesia.
Pancasila sebagai mode
dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, sekaligus sebagai jalan mencapai
tujuan keadilan dan kemakmuran, hanya dihadirkan secara sloganistik. Contoh,
“Mari kita selamatkan Pancasila dari anasir pengkhianat bangsa”. Pancasila
terkesan gagal, karena tidak membumi dalam perilaku sehari-hari.
Perjalanan sejarah
Indonesia juga menunjukkan, Pancasila tak diimplementasikan dengan konsekuen
dalam kebijakan politik, penegakan hukum, dan perilaku kehidupan berbangsa.
Bila ditelisik, sebenarnya cara kita memandang Pancasila selama ini membuat
Pancasila diposisikan seolah tidak bekerja sesuai harapan, atau tidak
diimplementasikan secara konkret untuk mencapai tujuan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan cita-cita awal lahirnya Pancasila.
Kesalahan kita selama
ini, kita belum mampu mengimplementasikan kaidah-kaidah kebersamaan dalam
negara-bangsa yang pluralistik. Pancasila merupakan tataran bersama (common platform) sekaligus
rasionalitas publik di mana menjadi titik sentuh pertemuan antara keragaman
poros agama, adat, norma sosial, bahkan politik, demokrasi dan ekonomi. Dalam
Pancasila ada proses penggalian nilai-nilai dan identitas bangsa, berdasarkan
lanskap sosial, kultural, dan religiusnya yang beragam. Religiusitas,
kemanusiaan, persatuan, politik, demokrasi, ekonomi, dan keadilan sosial-lah
yang menjiwai Pancasila, oleh karenanya tidak dapat dipisah-pisahkan.
Ujian atas Pancasila
Di era reformasi ini,
Pancasila menghadapi ujian bagaimana harus menghidupkan kembali jiwa nilai
nasionalisme dan demokrasi yang telah luntur belakangan ini. Di lain sisi,
rakyat dihadapkan pada gempuran globalisasi dan kapitalisme. Arus globalisasi
dan tekanan kapitalisme kian dirasakan semakin mengikis nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam Pancasila.
Selain itu, pada saat
yang sama, Pancasila juga dihadapkan pada pembangunan bangsa yang dijangkiti
virus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sehingga yang dihasilkan hanya
peningkatan kemiskinan, kemelaratan, pengangguran, maraknya kejahatan,
merebaknya penyakit sosial, dan kerusakan lingkungan di mana-mana.
Di tengah-tengah
kompleksitas permasalahan bangsa saat ini, kita merindukan Pancasila kembali
diajarkan di sekolah-sekolah dan disosialisasikan secara luas kepada
masyarakat. Kita mengapresiasi hal itu, bahwa masih ada keinginan untuk terus
mengajarkan dan mengidupkan pancasila kepada generasi bangsa, namun yang
lebih penting adalah mengamalkan pancasila secara benar dalam praktek
kehidupan sehari-hari.
Kita tidak mau lagi
seperti jaman orde baru dimana Pancasila selalu dilafalkan hampir setiap hari
oleh penguasa, tetapi dalam praktek masih melanggar dan menodai nilai-nilai
Pancasila sehingga timbul kejahatan korupsi, politik tidak sehat, para
mafioso yang mengeruk kekayaan alam, hukum yang tidak berkeadilan, dan
memarginalkan rakyat.
Saat ini, praktek
pejabat pemerintah dan penguasa juga tidak pernah pancasilais. Ajaran-ajaran
pancasila pun dibuat seperti doktrin-doktrin kaku yang anti-kritik dan
perdebatan, sehingga dengan sendirinya telah membunuh pancasila sebagai
sistim filsafat yang hidup.
Sebagai warisan para
founding fathers, Pancasila sudah menjadi konsensus, pandangan hidup, dan
landasan ideal bangsa ini. Yudi Latif (2011) dalam bukunya “Historitas, Rasionalitas dan Aktualitas
Pancasila” menyatakan bahwa sebagai basis moralitas dan haluan
kebangsaan-kenegaraan, Pancasila memiliki landasan ontologis, epistemologis,
dan aksiologis. Setiap sila memiliki justifikasi historisitas, rasionalitas,
dan aktualitasnya yang jika dipahami, dihayati, dipercayai, dan diamalkan
secara konsisten dapat menopang pencapaian agung peradaban bangsa dan dapat
mendekati terwujudnya “negara paripurna”.
Yudi Latif (2015) juga
menyarankan supaya segea “merevolusikan Pancasila”. Artinya, Pancasila tidak
cukup sebagai alat persatuan, tetapi juga harus menjadi praksis-ideologis
yang memiliki kekuatan riil dalam melakukan perombakan mendasar pada ranah
material dan mental sebagai katalis bagi perwujudan keadilan sosial.
Selain itu,
revitalisasi Pancasila juga relevan untuk dilakukan. Di tengah keterpurukan
dan krisis multidimensi bangsa, semangat menyegarkan jiwa dan jati diri
bangsa untuk mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia. Coleman dan Fukuyama
dalam tesisnya memandang Pancasila bisa menjadi modal sosial yang menjadi
faktor kemajuan sebuah bangsa. Bangsa ini perlu merevitalisasi Pancasila
dalam upaya menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar, dan ideologi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena ideologi adalah belief
system, pedoman hidup dan rumusan cita-cita atau niali-nilai (Sergent, 1981).
Tidak kalah penting
adalah upaya untuk membuat Pancasila menjadi lebih menjiwai secara teknis
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Upaya revitalisasi Pancasila harus
didukung dan dilaksanakan oleh seluruh elemen bangsa. Para pejabat dan
penyelenggara harus mengambil peran utama dalam revitalisasi Pancasilan,
yaitu menjadikan Pancasila sebagai rujukan dalam bersikap, bertindak,
mengambil keputusan, dan membuat kebijakan serta peraturan sehingga roda
pemerintahan berjalan sesuai jiwa dan nilai Pancasila.
Salah satu tujuan
revitalisasi Pancasila adalah supaya Pancasila tidak dilupakan selama bangsa
ini masih berdiri. Dengan revitalisasi Pancasila diharapkan pula nilai-nilai
Pancasila bisa terwujud dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan, perilaku
yang beadab dan berjiwa kemanusiaan, tumbuhnya jiwa nasionalisme, lahirnya
sikap bijak masyarakat, dan para petinggi negara untuk menerima perbedaan
keyakinan dan pluralitas, mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan
konflik, serta persamaan di depan hukum dan kebijakan keadilan sosial-ekonomi
bagi seluruh rakyat Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar