Kamis, 18 Juni 2015

Dana Aspirasi

Dana Aspirasi

Joko Riyanto  ;  Alumnus Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
KORAN TEMPO, 17 Juni 2015

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Di tengah kondisi perekonomian nasional yang sedang terguncang dan beban hidup rakyat yang semakin berat, anggota DPR justru meminta kenaikan Dana Program Pengembangan Daerah Pemilihan (P2DP) atau disebut sebagai dana aspirasi yang besarnya Rp 20 miliar per tahun untuk setiap anggota DPR. Alasannya, untuk menyerap aspirasi rakyat di daerah pemilihan (dapil), pemerataan pembangunan, dan ada dasar hukumnya.

Usul dana aspirasi menuai kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan internal DPR sendiri. Anggota Fraksi PDIP, Budiman Sudjatmiko, menganggap dana aspirasi melecehkan nurani dan akal sehat anggota DPR dan rakyat. KPK, sejumlah LSM, dan aktivis antikorupsi menentang keras pengucuran dana aspirasi, karena membuka peluang praktek korupsi. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa usul dana aspirasi bisa menimbulkan masalah. Penggunaan dana ini dikhawatirkan akan tumpang-tindih dengan penggunaan anggaran untuk program yang sudah disepakati pemerintah dengan DPR dalam APBN.

Ketua DPR Setya Novanto dan politikus Senayan berdalih dana aspirasi sesuai dengan amanat Pasal 80 huruf j UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban anggota DPR adalah mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan daerah pemilihan. Jika ditelisik secara cermat, dalam penjelasan UU MD3 sama sekali tidak diuraikan bagaimana implementasi ketentuan itu, dan tidak disinggung mengenai adanya dana aspirasi serta hak DPR untuk mengeksekusi anggaran. Dengan demikian, dalih DPR tersebut sesat tafsir terhadap fungsi anggaran yang diatur dalam Pasal 20A Ayat (1) UUD 1945.

Usul dana aspirasi tidak memiliki kekuatan hukum dan berpotensi melanggar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jika anggota DPR berkeras kepala dengan dana aspirasi, ini bisa dinilai sebagai modus suap untuk menjaga citra serta kepentingan dalam mempertahankan kekuasaan. Anggota DPR dipastikan fokus kerja pada konstituen pemilihnya, sedangkan yang bukan pemilihnya dan kepentingan masyarakat luas diabaikan.

Dana aspirasi DPR merupakan bentuk pemborosan anggaran. Sebab, dana dalam APBN/APBD sebenarnya sudah bisa mencukupi kebutuhan semua konstituen di daerah mana pun, sehingga tidak perlu ada dana aspirasi lagi. Politikus Senayan menggunakan politik ikan lele. Makin keruh, makin baik. Semakin miskin penduduk dan negeri ini, para elite Senayan semakin berpesta pora. Bukannya semakin prihatin, elite Senayan malah mengabaikan mata dan nurani dari penderitaan rakyat yang setiap hari berjuang mempertahankan hidup yang semakin sulit saja.

Karena itu, usul dana aspirasi harus ditolak dan dibatalkan! Jika tidak, kebijakan anggaran ini akan menjadi pintu masuk bagi kerunyaman sistem politik dan anggaran di republik tercinta ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar