Menimbang
Kabinet Kerja
Komaruddin Hidayat ; Guru
Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN SINDO, 22 Mei 2015
Namanya
saja Kabinet Kerja. Jadi yang mesti ditonjolkan adalah hasil kerjanya untuk
menyejahterakan rakyat. Tapi beberapa pengamat menilai daya beli masyarakat
kian turun dan sektor ekonomi di berbagai bidang juga tidak membaik.
Mengapa?
Ada yang mengatakan karena koordinasi tidak berjalan bagus. Bisa jadi karena
hambatan struktur yang tidak pas, orang-orangnya yang kurang kapabel, atau
pengaruh luar yang menghambat. Luar itu bisa saja pengaruh luar negeri atau
kekuatan partai politik (parpol) yang tidak menempatkan kader terbaiknya
duduk di kabinet.
Atau
memang kalangan parpol mengalami defisit kader teknokrat yang bisa diandalkan
duduk dalam jajaran kabinet. Apa pun kritik yang dimunculkan, umur kabinet
yang belum berjalan setahun memang masih bisa dimaklumi dan rakyat masih
sabar menanti untuk menunggu realisasi agenda dan jargon Kabinet Kerja. Meski
begitu pemahaman dan kesabaran masyarakat terbatas.
Rakyat
segera ingin merasakan buah manis dari hasil pemilu yang lalu. Ongkos
material dan sosial sudah banyak terkuras untuk menghasilkan kabinet ini.
Kebutuhan sehari- hari yang dirasakan kian mahal akan mengubur kenangan dan
harapan indah saat-saat pemilu lalu terhadap jagonya. Para menteri yang
memikul beban parpol akan menjatuhkan kredibilitas parpol yang mengusungnya
jika kinerjanya tidak bagus dan tidak produktif.
Dengan
dalih memenangi pemilu dengan formula 50+1, maka the winner takes all. Tapi
orang mempertanyakan, dengan demokrasi dan pemilu itu, yang mau diposisikan
sebagai pemenang apakah rakyat atau sebatas koalisi parpol pendukung? Jika
rakyat dan kepentingan umum yang diutamakan, kabinet bukanlah pembagian jatah
bagi para kader dan wakil parpol, melainkan kompetensi yang mesti
ditonjolkan.
Sekiranya
parpol tidak punya kader yang memenuhi syarat, ambil saja putra bangsa yang
baik dan tepat dari mana pun asalnya mengingat misi dan tugas mulia parpol
ikut pemilu adalah untuk menyejahterakan rakyat. Kepentingan negara dan
rakyat di atas kepentingan parpol.
Mungkin
saja itu yang dimaksudkan dengan kabinet gotong-royong, yaitu kabinet produk
demokrasi tetapi tetap memberikan ruang bagi putra bangsa terbaik untuk ikut
mengatur negara meskipun bukan dari lingkaran parpol pemenang pemilu selama
yang dimajukan semata demi kemajuan dan kebaikan negara dan rakyat.
Substansi
dan fungsi demokrasi adalah untuk menjaring putra bangsa terbaik demi
kesejahteraan rakyat yang dijaring lewat parpol. Jangan dibalik, kepentingan
dan selera parpol mengalahkan kepentingan rakyat dengan merusak substansi
demokrasi hanya dengan menyandarkan suara terbanyak yang itu pun bisa dibeli
dengan uang.
Demikianlah,
kualitas demokrasi bisa rusak ketika tingkat pendidikan dan ekonomi rakyat
rendah. Ini juga terlihat pada hasil pilkada yang mayoritas mengecewakan.
Kini salah satu tugas Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah mengembalikan
kepercayaan kita pada sistem demokrasi yang telah menjadi pilihan kita bagi
masyarakat yang sangat majemuk ini.
Kembali
pada Kabinet Kerja yang hasil kerjanya masih mengecewakan. Sebagai presiden
yang mengemban tanggung jawab tertinggi, Joko Widodo saya kira juga kecewa
dengan beberapa menteri yang disodorkan parpol pendukungnya. Dia sejak awal
mungkin sekali tidak setuju, tetapi tidak berdaya menolaknya. Dan ternyata
kinerjanya tidak memuaskan rakyat.
Kini
saatnya untuk berbicara dengan parpol asalnya, apakah akan terus
dipertahankan meski rakyat kecewa atau siap-siap mencari penggantinya.
Kalaupun diganti mungkin tidak sekarang mengingat umur kabinet belum setahun.
Meski begitu baik Presiden maupun parpol koalisinya mesti bersiap-siap ketika
pergantian beberapa sosok menteri harus dilakukan.
Janganlah
kepentingan rakyat, negara, dan citra demokrasi dikorbankan hanya karena
alasan bagi-bagi jatah jabatan politik. Sekali lagi, parpol dan pemilu itu
menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas dan alasan keberadaannya,
bukan sebaliknya.
Di sini
Presiden Jokowi diuji sikap dan komitmennya sebagai kepala negara yang
majikannya adalah rakyat. Parpol hanyalah mengantarkan dirinya sebagai
presiden dengan mandat melayani dan menyejahterakan rakyat, bukan parpol.
Saya
bukan antiparpol, tetapi tidak setuju jika demokrasi dan pemilu itu ujungnya
hanya bagi-bagi jabatan dengan mengorbankan kompetensi dan keberpihakan total
pada kepentingan rakyat banyak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar