Mengapa Investor Uang
Kripto Rugi Besar Opini Tempo : Redaktur Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 25
Juni
2022
APA yang terjadi dengan
jebloknya nilai mata uang kripto meruntuhkan pelbagai teori yang menyebutkan
aset virtual ini kebal terhadap sentimen makroekonomi global. Alih-alih bisa
bertahan di tengah badai inflasi dunia, mata uang kripto justru salah satu
yang terpukul lebih dulu. Tanda-tanda susutnya aset
kripto sudah terlihat sejak awal Mei lalu dan nilainya makin terperosok satu
bulan kemudian. Tak tanggung-tanggung, valuasi mata uang kripto seperti
Bitcoin, Ethereum, dan Terra Luna ambruk sampai 80 persen. Situasi bisa
bertambah runyam karena nilai mata uang kripto berpotensi turun lebih dalam. Sejak awal, mata uang
virtual ini merupakan instrumen investasi berisiko tinggi. Hukum besi
investasi berlaku di sini: makin tinggi potensi keuntungan yang dijanjikan,
makin besar pula risiko kerugiannya. Tanpa jaminan aset yang fundamental,
investasi kripto bisa menjadi bom waktu yang suatu saat meledak. Namun para trader kripto
seakan-akan tak peduli. Jumlah pengguna yang terlibat jual-beli kripto hingga
Desember 2021 mencapai 11,2 juta, naik tiga kali lipat dari jumlah pelanggan pada
awal tahun. Tak mengherankan bila total transaksi kripto di Indonesia
sepanjang tahun lalu menembus Rp 859 triliun. Angka ini meroket dibandingkan
dengan transaksi tahun sebelumnya yang mencapai Rp 64,9 triliun. Lonjakan
jumlah transaksi itu sungguh mengkhawatirkan karena menciptakan gelembung
risiko yang bisa pecah dan kempis setiap saat. Apalagi banyak orang
tertarik menanam duit dalam mata uang kripto hanya karena ikut-ikutan. Tanpa
pemahaman yang menyeluruh mengenai faktor-faktor yang bisa mempengaruhi
naik-turunnya valuasi aset kripto, investor mudah terjebak. Bukannya meraup
untung, mereka kini banyak yang gigit jari. Pertumbuhan jual-beli
kripto tak lepas dari keputusan The Federal Reserve, bank sentral Amerika
Serikat, jorjoran mencetak uang. Banjir likuiditas ini yang mendorong harga
aset, dari saham, obligasi, hingga mata uang kripto, beterbangan. Ketika
inflasi di Amerika sudah sedemikian tinggi, mau tak mau The Fed mesti
mengurangi pasokan dolar dan menaikkan suku bunga acuan. Berkurangnya likuiditas
membuat penguatan aset menjadi terbatas. Otoritas Jasa Keuangan
sudah mewanti-wanti bank, perusahaan asuransi, dan lembaga pembiayaan untuk
tidak memfasilitasi perdagangan aset kripto. Larangan ini berangkat dari
kenyataan masih rendahnya literasi keuangan masyarakat, yakni sekitar 38
persen. Apalagi ada dugaan dana pembelian kripto berasal dari kredit
perbankan. Gejala ini tidak boleh dibiarkan karena bisa mengerek nilai kredit
macet di bank. Masalahnya, Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) gencar menerbitkan izin
penyelenggaraan bursa kripto. Penerbitan lisensi bagi perusahaan penjualan
kripto ini tidak disertai pengawasan dan pengaturan risiko keamanan buat
nasabahnya. Bila ada masalah di kemudian hari, Bappebti cenderung lepas
tangan. Dualisme kebijakan antara
OJK dan Bappebti harus diakhiri. Keduanya perlu merumuskan regulasi yang
lebih ajek untuk melindungi dana publik. Investor juga mesti paham
perdagangan kripto sangat fluktuatif dan segala risiko investasi mesti ditanggung
sendiri. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/166260/mengapa-investor-uang-kripto-rugi-besar |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar