Independensi
BI dalam Interdependensi Nasional Kristianus Pramudito Isyunanda ; Penasihat Hukum di Departemen Hukum, Bank
Indonesia |
KOMPAS, 8 September 2021
Kementerian
Keuangan dan Bank Indonesia (BI) kembali mengumumkan kerja sama dan
koordinasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) oleh pemerintah dan
pembeliannya di pasar perdana oleh BI. Sejak
awal pandemi menyerang negeri, pemerintah dan BI memang telah secara aktif
merespons dinamika perekonomian melalui koordinasi dan bauran kebijakan
moneter dan fiskal yang kuat. Tahun lalu, Menkeu dan Gubernur BI menerbitkan
dua keputusan bersama. Pertama,
BI berperan sebagai garda terakhir dalam membeli SBN di pasar perdana
(standby buyer). Kedua, kerja sama diarahkan mendukung pembiayaan belanja
pemerintah untuk kepentingan umum (public goods) dan stimulus lainnya bagi
UMKM dan korporasi (non-public goods). Kali
ini, keputusan bersama ketiga ditetapkan dalam rangka merespons dampak merebaknya
varian Delta Covid-19. Kerja sama pemerintah dan BI pun semakin erat dalam
upaya nasional mengatasi masalah kesehatan dan kemanusiaan akibat pandemi. Bauran kebijakan Realitas
ekonomi kala pandemi mendorong peran bank sentral untuk berkembang, ditandai
leburnya dikotomi kebijakan moneter bank sentral dan kebijakan fiskal
pemerintah. Dalam situasi normal, otoritas moneter berfungsi untuk
mendisiplinkan kebijakan fiskal agar tidak mengarahkan ekonomi terlampau
panas (overheat), demi kesinambungan jangka panjang. Di
situlah makna penting independensi BI sebagai otoritas moneter. Namun di
tengah tantangan pandemi yang pelik, bauran kebijakan moneter-fiskal yang
kohesif dalam kerangka independensi bank sentral justru diperlukan demi
kesinambungan penanganan pandemi dan dampaknya ke ekonomi. Pola
tersebut juga ditempuh bank sentral dan pemerintah di banyak negara.
Pasalnya, penerapan pembatasan mobilitas sosial demi memutus rantai
penyebaran Covid-19 berkonsekuensi pada pelemahan ekonomi. Alhasil,
kebijakan moneter dan fiskal harus bergerak konvergen guna saling mendukung.
Landasannya adalah demi kepentingan nasional. Di Indonesia, dasar hukum
bauran kebijakan moneter-fiskal tertuang dalam Pasal 16 UU Nomor 2 Tahun
2020. Peran nyata BI Per
23 Agustus 2021, Menkeu dan Gubernur BI kembali sepakat bekerja sama dalam
pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan, termasuk untuk vaksinasi dan
program perlindungan sosial. Dalam
keputusan bersama ketiga yang berlaku hingga 31 Desember 2022, BI akan
membeli SBN di pasar perdana sebesar Rp 215 triliun di 2021 dan Rp 224
triliun di 2022. Khusus
penanganan kesehatan, BI berkontribusi untuk tingkat bunga SBN yang
ditetapkan sebesar suku bunga reverse repo BI tenor tiga bulan atas Rp 58
triliun SBN yang diterbitkan di 2021 dan Rp 40 triliun di 2022. Melalui
pola ini, BI yang tidak memiliki akses langsung kepada sektor riil dapat
berperan dengan hadir secara nyata bagi perekonomian secara luas. Kontribusi
BI ini tentunya akan memperkuat upaya dan mengurangi beban pemerintah dalam
melawan dampak pandemi Covid-19. Langkah
tersebut dapat dinilai sebagai respons strategis berbasis fakta di lapangan
(evidence based), serta bermanfaat dalam penanganan kesehatan dan
penyelamatan kemanusiaan, sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi. Membaca dinamika Jika
dicermati, langkah pemerintah dan BI dibentuk melalui perhitungan matang.
Kalkulasi kontribusi BI terhadap biaya tingkat bunga SBN telah
mempertimbangkan kesinambungan keuangan BI. SBN
yang dibeli BI pun bersifat dapat diperdagangkan (tradable) dan dipasarkan
(marketable), sehingga bermanfaat pula sebagai instrumen operasi moneter BI.
Oleh karena itu, pelaksanaan keputusan bersama tersebut tidak akan
memengaruhi kredibilitas BI dalam mengelola kestabilan moneter dan sistem
keuangan. Pada
indikator makro, tingkat inflasi hingga saat ini masih rendah dan terkendali,
dengan prediksi akan bergerak naik pada tahun 2023. Likuiditas perbankan pun
cenderung kuat di tengah kebijakan moneter yang longgar dan makroprudensial
yang akomodatif. BI
membaca ruang gerak ini secara baik dan mengambil langkah tepat demi
mendukung upaya nasional menangani masalah kesehatan dan kemanusiaan akibat
Covid-19. Di
sisi lain, ketidakpastian di tengah pemulihan ekonomi global yang terus
berlangsung memang masih tinggi. Normalisasi kebijakan moneter AS dapat
mengakibatkan efek taper tantrum, terutama bagi negara berkembang.
Perkembangan varian Covid-19 pun sulit diprediksi. Beruntungnya, keputusan
bersama ketiga ini memiliki ruang fleksibilitas yang cukup guna mewaspadai
tantangan ke depan. Kuat bersama Pandemi
sepatutnya menyadarkan bahwa tidak seorangpun dapat bergerak sendiri. Seluruh
pihak memiliki interdependensi dan membutuhkan satu sama lain untuk
bersama-sama pulih. Menyadari hal itu, BI sebagai elemen bangsa tak tinggal
diam. Dengan
berpegang pada prinsip kebijakan moneter yang prudent, kesinambungan ekonomi,
dan kehati-hatian pengelolaan neraca keuangan, BI terlibat aktif mendukung
kekuatan nasional dalam menghadapi masa sulit sekarang ini. Hal
tersebut dapat dibaca sebagai wujud pelaksanaan independensi BI dalam
interdependensi nasional. Gestur ini patut kita sambut secara positif dalam
semangat gotong royong untuk segera bebas dari pandemi Covid-19. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/08/independensi-bi-dalam-interdependensi-nasional/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar