Puasa, Kenaikan Harga Pangan, dan Kemiskinan
Ali Khomsan ; Guru
Besar Pangan dan Gizi, FEMA IPB
|
MEDIA INDONESIA, 16 Juni 2015
KETIKA seseorang berpuasa, dia belajar
mengendalikan emosinya, belajar mendisiplinkan diri agar terhindar dari penyakit
hati dan omongan yang tidak berguna, belajar berjiwa ikhlas dan berperilaku
jujur dalam segala aspek kehidupannya.
Keimanan seseorang meningkat berlipat ganda di
bulan puasa. Pada bulan ini, umat Islam berbondong-bondong ke masjid untuk
beribadah. Mereka tidak merasa berat untuk berzakat dan bersedekah serta
berlomba-lomba menyantuni anak yatim. Keimanan ini harusnya dijaga terus
untuk 11 bulan berikutnya.
Puasa dan Lebaran ternyata juga identik dengan
naiknya harga barang dan makanan. Kekhusyukan Ramadan terganggu dengan gerutu
karena ketidakberdayaan ekonomi. Bagi pedagang, puasa ialah saatnya menjual
barang-barang lebih mahal daripada biasanya.
Sebenarnya, para pedagang bisa berkontribusi
untuk membahagiakan umat Islam yang berpuasa dan nantinya menyongsong
Lebaran, yaitu dengan tidak berlebihan dalam mencari keuntungan. Demand sudah pasti akan tinggi pada
bulan puasa. Oleh sebab itu, dengan laba yang standar pun mereka akan
mendapatkan omzet yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan bulan-bulan
lain. Hanya karena keserakahan akan harta, mereka tidak merasa bersalah
menaikkan harga barang atau makanan secara tidak wajar di bulan puasa.
Masyarakat konsumen Indonesia dalam banyak hal
juga tidak rasional dalam menyambut puasa dan Lebaran. Banyak yang berprinsip
penghasilan setahun akan dihabiskan untuk menyongsong hari kemenangan. Oleh
sebab itu, setinggi apa pun harga barang/pangan yang ditawarkan, akan dibeli
demi kebahagiaan seluruh anggota keluarga.
Perilaku seperti itu identik dengan memanjakan
para pedagang. Mereka sudah memahami pola psikologis konsumen, yaitu
menghambur-hamburkan uang pada bulan puasa menjelang Lebaran. Kenaikan harga
di mata pedagang menjadi ritual tahunan yang mendatangkan keuntungan berlipat
ganda. Pedagang juga sering kali menaikkan harga saat gaji pegawai naik, saat
terjadi shortage supply, atau saat
adanya kenaikan harga bahan baku di pasar internasional.
Apakah kenaikan harga ini seiring dengan
kemakmuran rakyat? Kesejahteraan PNS meski cenderung membaik, bukannya tanpa
masalah. Sebagai contoh, guru belum bisa menerima tunjangan sertifikasi
secara rutin setiap bulan. Mereka selalu berharap-harap cemas, kapan pemda
akan mencairkan tunjangan sertifikasi yang menjadi hak guru. Benarkan
pemerintah serius untuk membenahi program sertifikasi? Mengapa pembayarannya
tersendat-sendat? Di mana letak kesalahannya, di pihak Kemendikbud atau
pemda? Kalau pemda memang terkesan menghambat pembayaran sertifikasi,
sebaiknya dilakukan sentralisasi langsung oleh Kemendikbud.
Buruh-buruh yang bekerja di industri swasta
juga tidak kalah runyam nasibnya. Dengan sistem yang kini banyak diterapkan
perusahaan, buruh tidak memiliki masa depan yang jelas. Karut-marut ekonomi
masyarakat ini akan mendorong merebaknya kantongkantong kemiskinan baru.
Nasib orang miskin
Pada bulan puasa, sebagian umat Islam
mengeluarkan zakat dan sedekahnya. Gerakan zakat di kalangan umat Islam
selama ini belum terorganisasi secara optimal.Jutaan umat Islam yang hidup
berkecukupan ternyata tidak mampu mengentaskan saudara-saudaranya yang
dilanda kemiskinan.
Orang masih suka berzakat dan bersedekah
dengan mengundang orang miskin ke rumahnya. Antrean orang miskin yang
memanjang dan berjubel terkadang malah menimbulkan bencana karena mereka
harus berdesak-desakan.
Mengapa kita tidak memercayai lembaga amil zakat?
Karena kita semua mengalami krisis kepercayaan. Kita tidak percaya kepada
birokrat yang kini semakin marak diberitakan tersangkut urusan korupsi. Sementara
KPK yang selama ini menjadi tumpuan harapan masyarakat dalam memerangi
korupsi, para pemimpinnya tersandera kasus-kasus kriminal yang di mata orang
awam tampak aneh, tapi perkaranya tetap dilanjutkan untuk diproses.
Puasa harus dilakukan dengan jiwa ikhlas.
Salah satu tanda ikhlas ialah tidak mudah kecewa. Saat ini banyak di antara
kita menjadi individu yang selalu kecewa, kecewa mengapa harga barang selalu
naik di bulan puasa, kecewa mengapa program pengentasan kemiskinan tiada
kunjung datang hasilnya, dan masygul karena banyaknya anggota dewan yang
terhormat melakukan perbuatan tidak terhormat.
Bangsa ini harus segera banting setir dan
lebih tegas memerangi segala bentuk penyelewengan. Bangsa ini harus segera
mewujudkan kesejahteraanan keadilan bagi seluruh anggota masyarakatnya.
Bangsa ini mempunyai PR besar, yakni membangun generasi jujur dan amanah.
Kejujuran sudah menjadi barang langka di
negeri ini. Keteladanan para pemimpin semakin sulit dicari. Yang ditemukan
justru pemimpin-pemimpin yang kemaruk harta. Mereka ialah orang-orang pintar
otaknya, tetapi kurang cerdas hatinya. Mereka ialah orang-orang yang
menjadikan puasa sekadar sebagai ritual.Makna kejujuran di balik puasa tidak
diimplementa sikan dalam perikehidupan di tempat kerja.
Perilaku sebagian pemimpin-pemimpin kita yang
lupa akan amanah dan melalaikan hakikat kejujuran, membuat rakyat tersakiti
hatinya dan semakin kurang rasa hormatnya pada pemimpin. Kita trenyuh melihat
pemimpin-pemimpin yang perutnya tidak pernah kenyang dengan yang sedikit, dan
nafsunya tidak pernah puas dengan yang banyak.
Ramadan harus memberikan pembelajaran untuk
hidup yang lebih baik. Ramadan merupakan waktu untuk mengoreksi diri dan
meningkatkan mutu pribadi karena selama 11 bulan kita barangkali telah
menjalani kesibukan dan kegiatan yang tidak jelas. Ramadan menjadi kawah
candradimuka agar kita menjadi insan kamil atau insan paripurna. Oleh karena
itu, siapa pun yang tidak introspeksi diri pada bulan Ramadan, pasti hanya
akan mengulang-ulang perbuatan salahnya di bulan-bulan yang akan datang. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar