Kamis, 04 Juni 2015

Pilkada dan Perempuan

Pilkada dan Perempuan

Dini Mentari  ;   Aktivis Perempuan
MEDIA INDONESIA, 04 Juni 2015


                                                                                                                                                           
                                                
PILKADA serentak pertama pada 9 Desember 2015 nanti akan menjadi event yang penting dalam perubahan kepemimpinan lokal Indonesia. Sebanyak 269 daerah, 260 kabupaten/kota, dan 9 provinsi akan memilih kepala daerahnya masingmasing. Tentu ini momentum mengingat beberapa kepala daerah yang cukup reformis, mampu, dan berkualitas dapat mengubah impian warganya menjadi nyata.Sebut saja Ridwan Kamil, Risma, Bupati Bantaeng, dan juga duo Jokowi-Ahok. Dengan demikian, ini merupakan saat pemilih memilih kepala daerah yang dianggap layak dan pas untuk membangun daerah seperti harapan mereka.

Pemilihan pilkada serentak ini cukup signifikan mengingat daerah yang akan melakukan pemilihan sekitar 60% dari seluruh daerah kabupaten/kota. Diprediksikan, pilkada serentak ini akan menghabiskan biaya sekitar Rp5 triliunRp7 triliun dana dari APBD, tidak termasuk dana yang dikeluarkan oleh para calon yang tentunya tidak kalah banyak. Kita berharap pilkada yang besar ini akan bermanfaat bagi kemajuan daerah serta warganya.

Tidak seperti dalam pemilu legislatif, ketika peran dan keterlibatan perempuan di legislatif dipertanyakan kuantitasnya, serta didorong untuk mencapai keterwakilan 30% baik di DPR maupun di tingkat DPRD provinsi serta kabupaten/kota. Di pilkada ini, permasalahan perempuan cukup `adem ayem', tidak banyak yang mengemukakan pentingnya keterlibatan perempuan dalam pilkada. Padahal statistik Indonesia secara umum menyebutkan pemilih perempuan sekitar 50% di pemilu legislatif. Juga terbukti di pemilu, perempuan memilih paling rajin serta setia dalam memilih calon yang diyakini dapat mewakili kepentingannya.

Beberapa hal yang menurut saya menarik untuk dicermati dalam kaitan pilkada serta peran perempuan dalam pesta demokrasi memilih pemimpin daerah masing-masing.

Calon kepala daerah perempuan

Bila tiap-tiap daerah diperkirakan memiliki tiga calon pasangan di 273 daerah tersebut, kira-kira akan ada sekitar 1.500-2.000 calon kepala daerah dan wakil kepala daera di seluruh Indonesia. Minimnya pasangan calon kepala daerah perempuan yang berani maju membuat isu tentang jumlah pasangan calon perempuan tidak berani untuk ditampilkan. Arena kompetisi yang cukup tajam, kapasitas kepemimpinan, stamina, pressure, dan strategi politik yang cukup tinggi, juga dana yang besar untuk kampanye dan pemenangan, membuat perempuan-perempuan tidak berani memajukan diri menjadi kandidat.

Padahal bila perempuan maju menjadi kandidat, diharapkan aspirasi perempuan dapat disuarakan, selain bisa menginspirasi perempuan lain untuk berani memimpin masyarakat. Selain itu, diharapkan pemimpin perempuan memiliki keberpihakan terhadap kaum yang selama ini tak tersuarakan tapi sangat dekat dengan kehidupan perempuan, anak, manula, dan lainnya.

Dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum melalui peraturannya telah mendorong implementasi UU Pemilu bahwa dana kampanye dan sosialisasi calon didukung oleh pemerintah. Dengan begitu, kandidat perempuan dapat mengurangi pengeluarannya bila berminat maju. Namun, calon perempuan yang berminat untuk maju bisa dihitung dengan jari. Masih ada waktu 1,5 bulan lagi untuk pendaftaran, diharapkan masih ada waktu bagi para kandidat perempuan untuk mencalonkan diri.

Kesejahteraan perempuan dan anak

Meskipun kesejahteraan warga termasuk perempuan dan anak harus diperhatikan oleh pemimpinnya, diharapkan kepala daerah perempuan memiliki perhatian lebih. Kemiskinan dan peningkatan ekonomi menjadi faktor yang diharapkan menjadi perhatian, menurut survei terhadap pemilih perempuan.

Dalam kaitannya dengan kepentingan perempuan, tidak hanya calon kepala daerah perempuan yang memiliki perhatian, diharapkan seluruh pasangan calon kepala daerah memperhatikan kepentingan perempuan. Perempuan tidak hanya dipandang sebagai pemilih yang jujur dan setia, tapi juga diperhatikan kebutuhan serta aspirasinya terutama yang memperingan kesulitan perempuan dan membahagiakan perempuan. Misalnya adanya akses air bersih, pelayanan bayi dan anak yang memadai, fasilitas kesehatan, peluang bagi ekonomi perempuan, kemudahan dan kemampuan untuk me menuhi keperluan sehari-hari.

Selain itu, membantu menyediakan fasilitas kese hatan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak, serta banyak lagi. Permasalahan permasalahan yang mengemuka yang berhubungan dengan kepentingan perempuan harus masuk agenda pemenangan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Kampanye mensyaratkan kandidat mengumumkan visi dan misinya melalui debat dan berbagai media lainnya. Dengan demikian, bisa diketahui mana pemimpin daerah yang memiliki perhatian pada penyelesaian masalah yang membebani perempuan dan peluang-peluang apa yang bisa dilakukan dan tecermin dalam visi dan misi dalam mengembangkan kabupaten/kota yang pro terhadap perempuan.

Partisipasi perempuan pemilih

Target di pilkada serentak ini sebanyak 78,5% pemilih akan berpartisipasi aktif. Target itu berat mengingat di pilpres, partisipasi pemilih sebanyak 75%. Dari target 78,5% itu biasanya porsi perempuan pemilih setengah dari jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Diharapkan, perempuan pemilih yang berpartisipasi lebih banyak lagi dan memahami pilkada ini sebagai sebuah kesadaran substantif dan tidak sekadar prosedural, bahwa pemilihan ini akan berkontribusi terhadap perubahan kualitas kehidupan. Hal itu bisa dilakukan dengan berusaha mengenal calon-calon yang diajukan sehingga pemilih perempuan dapat memilih calon terbaik, yang dianggap mampu menerjemahkan visi dan misinya ke dalam kenyataan dan sesuai dengan harapan masyarakatnya.

Perempuan yang memilih dapat mendorong dengan mengorganisasikan perempuan dalam komunitas kelompok pemilih atau dengan mengefektifkan organisasi dan kelompok perempuan yang telah ada di wilayah masingmasing.
Kelompok perempuan juga dapat menginisiasi pendidikan pemilih yang lebih kreatif sehingga masyarakat tidak menganggap pemilu ini hal yang membosankan dan tidak berguna sehingga apatis. Arena pemilihan yang fun dan kreatif juga bisa membuat proses pemilihan menjadi sesuatu yang menyenangkan, di samping menyadarkan. Proses yang murah, tapi mendekatkan calon kepada pemilih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar