Ancaman
terhadap Petani Tembakau
Budidoyo ; Sekjen Asosiasi Petani Tembakau Indonesia
(APTI)
|
MEDIA INDONESIA, 11 Juni 2015
PERKEMBANGAN kebijakan kemasan polos rokok
(atau dikenal istilah plain packaging)
kini makin mengancam mata pencaharian para petani tembakau di dunia,
khususnya di Indonesia.
Kebijakan eksperimen yang pertama kali
diterapkan pemerintah Australia pada Desember 2012 itu saat ini telah diikuti
berbagai negara seperti Irlandia, Inggris, dan terakhir akan diikuti pula
oleh Prancis.
Saat ini, sebuah rancangan undang-undang (RUU)
kesehatan dalam proses pembahasan pada tingkat legislatif Prancis. RUU yang
dibahas selama Juni hingga Juli 2015 itu menyebutkan salah satu ketentuannya
mengenai penerapan kemasan polos rokok.
Peraturan kemasan polos rokok oleh beberapa
negara itu dipandang amat berlebihan. Itu amat melemahkan daya saing produk
tembakau Indonesia di negara-negara tersebut, yang bisa mengakibatkan
penurunan permintaan bahan baku tembakau dari Indonesia yang telah menopang
kebutuhan pasar dalam negeri dan pasar ekspor selama ini. Indonesia merupakan
negara penghasil rokok keretek (rokok cengkih) terbesar di dunia, dan produsen-eksportir
nomor dua terbesar di dunia untuk produk tembakau pabrikan. Setidaknya,
tembakau itu disumbangkan empat daerah di Indonesia sebagai wilayah penghasil
utama tembakau, cengkih, dan keretek, yaitu Temanggung, Kudus (Jawa Tengah),
Kediri (Jatim), dan Minahasa (Sulut).
Dengan kata lain, bisa dibayangkan jika
Prancis menerapkan diskriminasi tembakau, banyak petani tembakau khususnya di
empat wilayah itu yang bakal terkena imbasnya. Kebijakan itu dengan mudah
menjalar ke produk lain yang juga memiliki risiko kesehatan, misalkan bila
Indonesia melakukan hal serupa pada produk-produk unggulan Prancis. Sebagai
contoh, menerapkan kebijakan kemasan polos pada produk unggulan seperti
produk minuman anggur atau produk minuman beralkohol lainnya.
Sudah sepantasnya bagi Prancis untuk
mempertimbangkan kebijakan mereka mengingat imbas negatif terhadap petani
anggurnya. Hal yang paling logis ialah bagi Prancis untuk mencabut kebijakan
kemasan polos rokok mereka. Di samping itu, Prancis mestinya mempertimbangkan
pernyataan Duta Besar Indonesia untuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Iman
Pambagyo, apabila Prancis merasa berhak menerapkan kemasan polos pada rokok,
Indonesia juga punya legitimasi menerapkan kemasan polos pada minuman
beralkohol karena membahayakan kesehatan.
Pasalnya, selama ini Prancis merupakan
penghasil minuman anggur terbesar dengan produksi 46,7 juta hektoliter.
Artinya, kami sebagai petani tembakau melihat Indonesia dan Prancis sama-sama
memiliki kesamaan yang kuat dalam hal tradisi pada sektor pertanian, yakni
jutaan orang atau petani menggantungkan penghidupannya pada sektor pertanian.
Aksi damai
Kemudian, apa yang bakal dilakukan manusia
berakal sehat ketika ladang mata pencahariannya terancam oleh kebijakan yang
tidak masuk akal? Tentu, mengerahkan perlawanan sekuat tenaga demi menjaga
keberlangsungan hidup.
Itulah yang dilakukan sekitar 500 petani
tembakau pada 9 Juni 2015 di depan Kedubes Prancis. Para petani tembakau yang
berasal dari berbagai organisasi, yakni Asosiasi Petani Tembakau Indonesia
(APTI), Gerakan Masyarakat Tembakau Indonesia (Gemati), serta Asosiasi Petani
Tembakau Organik Karya Tani Manunggal (APTO KTM) menggelar aksi damai untuk
menyuarakan aspirasi mereka, khususnya untuk menolak diskriminasi terhadap
tembakau. Sebelumnya, aksi serupa juga pernah dilakukan di depan Kedubes
Australia pada November tahun lalu.
Pada aksi damai tersebut petani tembakau
membawa replika botol anggur raksasa dengan berlabelkan kemasan polos seperti
halnya kemasan polos rokok. Hal itu dilakukan agar Prancis dapat melihat
langsung dampak negatif kebijakan kemasan polos jika dikenakan kepada produk
anggur mereka.
Inti aksi damai itu dapat disimpulkan tiga
hal. Pertama, petani tembakau menolak kebijakan kemasan polos rokok yang
merupakan bentuk diskriminasi terhadap pertanian serta industri tembakau yang
memiliki peranan penting bagi Indonesia, baik secara ekonomi maupun sosial.
Kedua, pemerintah Indonesia harus segera
melakukan segala upaya yang diperlukan, termasuk melakukan retaliasi (tindak
balas) terhadap minuman beralkohol, demi mempertahankan martabat Indonesia
sebagai negara yang berdaulat dalam memperjuangkan hak-hak petani tembakau
atas kebijakan yang semena-mena. Artinya, kebijakan kemasan polos merupakan
ancaman besar untuk melemahkan daya saing produk tembakau dan posisi
Indonesia di pasar ekspor.
Di sisi lain, penerapan kebijakan itu akan
mengurangi permintaan bahan baku tembakau dari petani Indonesia yang selama
ini menopang kebutuhan pasar dalam negeri dan juga pasar ekspor. Ketiga,
Prancis sebagai negara yang bangga dengan budaya perkebunan anggur harusnya
bisa memahami betapa pentingnya pertanian tembakau bagi Indonesia.
Untuk itu, Prancis dapat lebih bijaksana
sebelum menerapkan kebijakan eksesif seperti kemasan polos rokok yang
mengancam mata pencaharian petani tembakau. Karena itu, penting untuk terus
menyampaikan wacana penerapan kebijakan serupa pada produk minuman anggur dan
alkohol Prancis sehingga mereka dapat merasakan kekhawatiran serupa.
Pada kesempatan ini para petani tembakau juga
menyampaikan dukungan mereka terhadap upaya-upaya yang dilakukan Indonesia
melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam menentang kemasan polos
rokok di Australia mela lui proses sengketa dagang di WTO. Seperti telah
disampaikan Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian
Perdagangan Bachrul Chairi, bahwa kebijakan kemasan polos rokok Australia
sangat mencederai hak negara anggota WTO dalam perjanjian Trade-Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Trips) serta berimplikasi luas pada perdagangan dunia,
terlebih dapat berpotensi menghambat ekspor rokok Indonesia.
Hal itu akan berdampak kepada kehidupan petani
tembakau dan industri rokok nasional. Itu sebabnya para petani tembakau
Indonesia berharap setiap negara anggota WTO, khususnya Prancis, bisa
menghormati proses sengketa dagang yang sedang berjalan dan menunggu keputusan
hukum yang jelas dari WTO.
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf
Kalla diharapkan selalu berdiri kukuh, tidak gentar menanggapi kebijakan
negara lain yang mengancam penghidupan masyarakat Indonesia, seperti halnya
kemasan polos rokok. Sudah saatnya kini petani tembakau Indonesia unjuk gigi
melakukan segala upaya untuk menjaga kelangsungan ladang mata pencaharian
mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar