Seretnya
Pengadaan Bulog
M Husein Sawit ; Mantan Ketua Forum Komunikasi Profesor
Riset Kementan; Senior Advisor Perum
Bulog Periode 2003-2010
|
KOMPAS, 06 Mei 2015
Pengadaan gabah/beras
dalam negeri yang menjadi salah satu pilar kebijakan beras nasional yang
dirancang pada awal Orde Baru masih dipertahankan hingga sekarang. Malahan,
beberapa tahun terakhir besarnya pengadaan dalam negeri dipakai sebagai salah
satu "kriteria keberhasilan" pimpinan di Perum Bulog. Pengadaan
adalah kunci dalam merealisasikan jaminan harga buat petani dan penguatan
stok beras nasional. Namun, pengadaan Bulog awal 2015 seret, hingga akhir
April Bulog baru mampu memupuk pengadaan 470.000 ton setara beras (Kompas,
29/4). Padahal, pada tahun-tahun pertumbuhan produksi padi bagus, Bulog mampu
memperoleh pengadaan di atas 1 juta ton setara beras.
Tahun ini, pemerintah
meminta Bulog meningkatkan pengadaan
beras menjadi 4,5 juta ton. Itu beralasan karena pemerintah sangat intensif meningkatkan
produksi padi. Pemerintah juga berencana tak impor beras untuk memperkuat
stok Bulog atau cadangan beras pemerintah.
Pengadaan gabah/beras
Bulog sangat bergantung pada dua variabel utama: pertumbuhan produksi padi
dan selisih harga pembelian pemerintah (HPP) dengan harga pasar. Pengadaan
dalam negeri berkorelasi positif dan tinggi terhadap pertumbuhan produksi
padi (0,77). Jika pertumbuhan produksi padi tinggi dan berlangsung tiga tahun
berurutan seperti periode 2007- 2009 dengan pertumbuhan 5,75 persen per
tahun, carry over stock gabah/beras secara kumulatif menjadi tinggi. Itu akan mendorong harga gabah/beras
tertekan rendah sehingga kejatuhan harga gabah di bawah HPP meluas.
Bulog dapat melakukan
pengadaan gabah/beras dalam jumlah
besar seperti berlangsung pada periode 2008-2009. Dalam periode itu, Bulog
tak impor beras, harga beras dalam negeri stabil, intervensi pasar sangat
minim.
Terus apa yang
mendorong pengadaan Bulog tinggi pada periode 2012-2013? Produksi padi hanya
tumbuh 4,12 persen per tahun dan tumbuh negatif tahun sebelumnya.
Penjelasannya adalah kenaikan HPP tinggi. HPP
beras 2012 naik 30 persen terhadap HPP 2011, kenaikan tertinggi sejak
dua dekade terakhir.
HPP beras 2015 naik
10,6 persen di atas HPP 2012. Itu tentu rendah, sedangkan harga beras di
pasar naik sekitar 30 persen dalam periode tersebut. Pemerintah tentu punya
alasannya, HPP bukanlah semata dirancang untuk tujuan pengadaan Bulog,
terpenting harga pasar yang diterima petani telah berada
lebih 30 persen di atas biaya produksi.
Upaya Khusus
Keberhasilan program
Upaya Khusus (Upsus) menjadi tantangan besar dalam upaya peningkatan produksi
padi. Pemerintah sedang bekerja keras
memperbaiki jaringan irigasi, mengoptimalkan penggunaan lahan, gerakan
tanaman terpadu dengan bantuan input seperti benih, pupuk, pestisida,
termasuk alat dan mesin pertanian, diperkuat dengan intensifnya
pengawalan/pendampingan.
Kalau itu berhasil,
Bulog masih berpeluang memperoleh pengadaan tinggi pada Mei hingga Juni.
Namun, risiko Bulog tetap tinggi karena harga gabah terus naik, hanya turun
sebentar minggu terakhir Maret/awal April. Peningkatan harga itu lumrah
terjadi karena pertumbuhan produksi padi negatif pada 2014 sehingga carry
over stock beras terkuras, termasuk stok Bulog. Harga gabah telah melampaui
angka Rp 4.200 per kilogram gabah kering panen (GKP) dan cenderung naik, jauh
di atas HPP Rp 3.700 per
kilogram. Harga gabah/beras terus
naik, akan lebih "kencang kenaikannya" mulai Juli.
Saat harga gabah/beras
tinggi, pemerintah tentu tak bisa memaksa peserta program Upsus atau program
lain menjual gabah/beras kepada Bulog , meski mereka telah memperoleh banyak
bantuan/dukungan pemerintah. Program Gerakan Peningkatan Produksi Padi Berbasis Korporasi pada era Kabinet Indonesia
Bersatu II gagal membujuk petani/pelaku usaha menjual gabah/beras kepada
Bulog kalau harga di pasar tinggi. Padahal, mereka telah menerima bantuan
natura atau innatura. Pada 2014, Bulog hanya mampu memupuk pengadaan 2,3 juta
ton, jauh di bawah target 3,9 juta ton.
Apa yang perlu
dilakukan pemerintah dan Bulog? Pertama, pemerintah harus all out
meningkatkan pertumbuhan produksi padi lebih dari 5 persen per tahun. Fokus pada usaha mengelola
kelebihan/kekurangan air dan organisme pengganggu tanaman, hambat konversi
lahan sawah, kurangi kehilangan hasil pada tahap pasca panen 2 persen per
tahun. Kedua, Bulog hanya punya dua bulan lagi (Mei dan Juni) memupuk
gabah/beras, sisa produksi panen raya. Bulog diperkirakan hanya mampu
mengumpulkan pengadaan paling banyak 1 juta ton dua bulan ini.
Ketiga, Bulog
dianjurkan jangan "berambisi
merebut" gabah/beras hasil panen gadu mulai Juli karena produksi padi
sedikit, kualitas gabah/beras bagus, dan harga pasti tinggi, jauh di atas
HPP. Jika itu diabaikan, taruhannya reputasi
Bulog terus merosot. Janganlah Bulog dijadikan lembaga
penampung/penyalur beras kualitas jelek. Keempat, pemerintah perlu segera
merancang plan B sekiranya pertumbuhan produksi padi kurang dari 5 persen,
susut pasca panen tidak tercapai turun 2 persen, dan target pengadaan Bulog
tak terpenuhi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar