Minggu, 06 Maret 2016

Kesulitan Menghadapi Remaja

Kesulitan Menghadapi Remaja

Samsuridjal Djauzi ;   Mantan Sekjen PB IDI
                                                       KOMPAS, 05 Maret 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Anak saya yang pertama laki-laki berumur 14 tahun dan sekarang duduk di kelas 3 SMP. Adiknya, perempuan, masih berumur 9 tahun dan masih kelas 3 SD. Semula anak laki-laki saya adalah anak yang penurut. Bahkan, dia amat lengket dengan saya. Jika saya pergi bekerja dia merasa sedih, jika saya ada acara dengan teman-teman dia selalu mau ikut.

Namun, sejak dua tahun ini dia berubah total. Dia sulit diajak jalan bersama keluarga. Selalu saja ada acara bersama temannya, entah main futsal atau kegiatan lain. Dia juga mulai jarang berkomunikasi dengan anggota keluarga lain. Kesukaannya jika di rumah berdiam di kamarnya ditemani oleh komputer atau ponselnya. Dia juga mulai jarang mau makan malam bersama. Dia memilih makan malam lebih larut padahal kami biasanya jam 7 malam sudah makan malam.

Kini yang mengkhawatirkan saya adalah prestasi sekolahnya. Sewaktu SD dia selalu mendapat peringkat yang baik di sekolah. Namun, sejak SMP prestasi belajarnya menurun kecuali bahasa Inggris karena dia suka belajar bahasa Inggris serta secara aktif menggunakannya. Saya mencoba memperbaiki prestasi belajarnya dengan mengikutsertakan dia dalam bimbingan belajar. Namun, upaya ini kurang berhasil karena dia sering membolos pada bimbingan belajar. Angka matematikanya sewaktu SD bagus, tetapi ketika SMP hanya bahasa Inggris yang dapat dibanggakan. Meski angkanya tidak buruk, saya khawatir dengan kemauan belajarnya.

Saya sudah mencoba mengajaknya bicara bahwa sekolah itu penting untuk mencapai cita-cita. Sekarang, dia malah mengubah cita-citanya yang semula menjadi sarjana teknik menjadi pemusik terkenal. Dia memang berbakat musik dan rajin latihan bersama teman-temannya. Saya tak melarang, bahkan mendukung kegiatan itu. Namun, saya menginginkan minatnya main musik sama kuatnya dengan minatnya belajar. Menurut saya, antara musik dan belajar bukan pilihan, tetapi dapat berjalan bersamaan.

Saya sudah pernah membicarakan prestasi anak saya dengan guru di sekolah. Mereka juga berkesimpulan sama, minat belajar anak saya amat kurang. Menurut guru, dia anak cerdas, tetapi malas belajar. Sering kali tak mengerjakan pekerjaan rumah, bahkan belakangan mulai tidak masuk ke kelas. Saya juga minta tolong kepada guru bimbingan dan konseling agar membantu meningkatkan minat belajarnya. Upaya ini belum berhasil karena tampaknya dia tertutup terhadap guru bimbingan dan konseling. Tak lama lagi anak saya harus menghadapi ujian nasional. Saya tak yakin dia akan lulus dengan baik jika dia tak mengubah cara belajarnya serta meningkatkan minat belajar.

Pertumbuhan fisik anak laki-laki saya pesat. Tingginya melampaui tinggi badan saya. Sering kali dia disangka sudah mahasiswa oleh teman-teman saya. Sebagai ibu, ini pertama kali saya menghadapi remaja di rumah. Rupanya, mempunyai anak remaja tidak kalah repotnya dari mempunyai bayi. Saya ingin memberikan yang terbaik untuk anak saya. Apakah yang harus saya lakukan? Apakah saya perlu membawa anak berkonsultasi dengan pakar psikologi atau psikiater? Anak saya merasa apa yang dia lakukan adalah hal biasa. Teman-temannya juga begitu dan dia selalu meyakinkan saya bahwa dia akan dapat lulus ujian dengan baik. Saya percaya kepadanya. Namun, dengan cara belajar sekarang, saya ragu dia akan berhasil baik.

M di S

Masa remaja sering disebut sebagai masa pancaroba. Anda sendiri tentu mengalami kegalauan ketika remaja. Penampilan fisik tubuh seperti orang dewasa, tetapi dalam banyak hal masih harus bergantung kepada orangtua. Remaja punya keinginan mulai mandiri, tetapi dia tak mampu mewujudkannya. Sering kali hal yang diinginkannya, yang menurutnya baik, tak disetujui orangtua.

Remaja juga sering merasa terlalu dikungkung. Pulang malam sedikit terlambat sudah ditegur. Remaja juga punya kecenderungan lebih dekat dengan teman sebayanya. Komunikasi dengan orangtua sering tak lancar, baik karena waktu orangtua sempit, perbedaan selera maupun pandangan. Sebagai orangtua, kita masih punya pola pikir seperti remaja zaman dulu. Padahal, keadaan telah berubah. Pada zaman Anda remaja belum ada gawai. Sekarang, remaja yang tak dekat dengan gawai mungkin dianggap kuno oleh teman-temannya.

Oleh karena itu, kewajiban kita sebagai orangtua di samping menanamkan nilai-nilai yang kita anggap baik juga perlu mencoba memahami dunia remaja sekarang ini. Perbedaan nilai dan zaman ini sering mengakibatkan komunikasi orangtua dan remaja semakin sulit. Namun, sebagai orangtua, kita harus merangkul remaja, jangan sampai dia lari dari orangtua dan semakin dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Kelompok sebayanya dapat berpengaruh baik, tetapi juga dapat berpengaruh buruk. Remaja belum berpengalaman akan mudah percaya kepada temannya, padahal temannya mungkin mempunyai maksud yang kurang baik.

Kepedulian Anda terhadap prestasi belajar remaja Anda amatlah baik, tetapi jangan ambisi orangtua menjadikan remaja mengorbankan masa remajanya. Banyak orangtua yang ingin anaknya mendapat peringkat tertinggi di sekolah dan waktu anaknya habis untuk belajar, tak ada kesempatan untuk berolahraga dan mengembangkan bakatnya.

Kehidupan sekarang kompetitif, tetapi jangan terlalu memaksa anak sehingga dia kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas. Kita harus percaya kepada anak di samping terus mendampinginya. Bahagialah orangtua yang berhasil menjadi sahabat remaja. Jika orangtua dapat menjadi sahabat, maka remaja dapat mencurahkan persoalannya kepada orangtua mulai dari masalah jerawat, kesulitan di sekolah, pertemanan, dan lain-lain.

Sering kali remaja juga bimbang dengan masa depannya. Mereka menyaksikan banyak orang menjadi tenar dan kaya tanpa mengenyam pendidikan tinggi. Sebaliknya, banyak orang yang berpendidikan tinggi hidupnya penuh dengan kesulitan keuangan. Keraguan remaja tentang masa depan ini tentu memengaruhi minatnya dalam belajar.

Tak ada salahnya Anda berkonsultasi dengan pakar psikologi atau psikiater remaja. Mereka dapat membantu memecahkan masalah remaja. Bukan hanya remaja yang harus berubah, melainkan juga orangtua harus bersedia berubah untuk kepentingan remajanya. Melalui konsultasi keluarga mungkin akan dapat ditemukan hal-hal yang perlu diubah baik perubahan pada diri remaja maupun orangtua. Peran agama dalam menghadapi kehidupan sering kali amat membantu. Jika orangtua dan anak dapat meng-amalkan ajaran agamanya dengan baik biasanya kehidupan keluarganya menjadi lebih tenteram.

Saya bukan pakar psikologi ataupun pakar pertumbuhan anak. Namun, sebagai orangtua yang pernah mempunyai remaja, saya juga merasakan bagaimana senang dan susahnya mempunyai remaja. Tugas kita sebagai orangtua ialah mengawalnya menghadapi masa remaja yang sekarang ini penuh dengan tantangan. Saya berharap keluarga Anda semua sehat dan bahagia selalu. Remaja Anda akan tumbuh menjadi warga yang mempunyai tanggung jawab dan berkontribusi terhadap nusa, bangsa, dan agamanya. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar