Kelembagaan Pemerintah yang Ideal
W Riawan Tjandra ; Pengajar Hukum Administrasi Negara Fakultas
Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta
|
KOMPAS, 19 Maret
2016
Dalam beberapa hari
ini tersua dua wacana penting seputar kelembagaan pemerintah: perubahan
nomenklatur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menjadi Kementerian
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya atas inisiatif Rizal Ramli
selaku Menko Bidang Kemaritiman dan wacana peningkatan kedudukan Badan
Narkotika Nasional jadi lembaga setingkat kementerian.
Kedua wacana bertitik
tolak dari argumentasi meningkatkan kinerja organisasi publik masing- masing.
Dalam teori hukum organisasi pemerintah, kementerian merupakan wujud
departemenisasi sebagai metode distribusi kewenangan pemerintahan secara
horizontal untuk membagi habis tugas pemerintahan guna melaksanakan fungsi
pemerintahan.
Departemenisasi
merupakan derivat dari asas spesialitas yang dimaksudkan melakukan distribusi
kekuasaan di lingkungan pemerintahan agar dapat melaksa- nakan pelayanan
publik sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat yang spesifik dan perlu
ditangani secara sektoral.
Posisi menko dalam
desain kelembagaan pemerintah adalah melaksanakan fungsi koordinasi,
sinkronisasi, dan penajamanan fungsi pemerintahan terhadap beberapa
kementerian sektoral tertentu yang diletakkan di bawah koordinasinya. Dengan
koordinasi itu, sektoralisasi tak menghilangkan integrasi dan sinergi
antarfungsi.
Peraturan Presiden
Nomor 10 Tahun 2015 sudah jelas menyebutkan bahwa nomenklatur definitif yang
harus digunakan adalah Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber
Daya. Perubahan nomenklatur kementerian menurut UU No 39/2008 tentang
Kementerian Negara bukan sesuatu yang tak mungkin dilakukan.
Akan tetapi, mengacu
pada UU itu, kewenangan mengubah nomenklatur kementerian termasuk kementerian
koordinator harus dilakukan presiden didasarkan atas kriteria yang meliputi:
efisiensi dan keefektifan; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas;
kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan; serta perkembangan lingkungan
global. Dalam sistem hukum administrasi negara, perubahan nomenklatur lembaga
pemerintah harus mencerminkan cakupan bidang tugas dan merepresentasikan
kapasitas pelayanan organisasi pemerintahan yang bersangkutan.
Nomenklatur
kementerian secara horizontal akan berkaitan dengan alokasi anggaran dari
APBN untuk membiayai kebutuhan anggaran kementerian yang bersangkutan.
Mekanisme pencairannya didasarkan atas nomenklatur kementerian yang
bersangkutan. Jika tak dikelola dengan baik, perubahan mendadak nomenklatur
kementerian tanpa melalui analisis kelembagaan bisa berdampak terhadap
kekacauan sistem penganggaran.
Kekacauan
Secara vertikal ke
bawah, perubahan drastis nomenklatur kementerian akan mengacaukan sistem
administrasi teknis dalam pelaksanaan relasi kementerian yang bersangkutan
dengan kementerian lain maupun dengan masyarakat yang butuh pelayanan
pemerintah.
Keterkaitan dengan
peningkatan status suatu badan/lemba- ga struktural pemerintah yang ingin
dinaikkan tingkatnya menjadi setara dengan kementerian ternyata tak diatur
dalam UU Kementerian Negara. Berkaca pada Perpres No 47/2015 tentang
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan
RB), seluruh wacana mengenai kelembagaan pemerintah di atas merupakan ranah
kewenangan Kemenpan RB karena menyentuh ranah reformasi birokrasi. Seluruh
wacana yang terkait dengan nomenklatur kementerian maupun kelembagaan
organisasi pemerintah seharusnya menjadi evaluasi rutin yang dilaksanakan
Kemenpan RB atas mandat yang diberikan presiden berdasarkan UU Kementerian
Negara.
Dalam teori hukum
organisasi pemerintah, meningkatkan fungsi organisasi pemerintah bisa
dilaksanakan paling tidak melalui tiga cara: diferensiasi vertikal,
diferensiasi horizontal, maupun integrasi.
Diferensiasi vertikal
bisa dilakukan dengan peningkatan level organisasi publik itu agar kapasitas
organisasi dalam melaksanakan fungsinya bisa ditingkatkan. Diferensiasi
horizontal bisa dilakukan dengan meningkatkan kapasitas organisasi melalui
perumpunan fungsi dan penyederhanaan struktur organisasi. Integrasi bisa
dilakukan melalui peran menko yang harus mampu mendorong sinergi dan
koordinasi antarkementerian yang dikoordinasikannya sehingga dapat
melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien.
Ketiga aspek itu perlu
jadi titik tolak guna melakukan evaluasi dan analisis kinerja secara rutin
terhadap seluruh organisasi pemerintahan sesuai dengan semangat birokrasi
yang melayani yang kini jadi roh kabinet kerja. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar