Asuransi Pertanian
Gatot Irianto ; Kuasa Pengguna Anggaran Asuransi Pertanian;
Dirjen Prasarana dan Sarana
Pertanian
|
KOMPAS,
29 Oktober 2015
Keputusan cerdas Presiden Joko Widodo memberikan perlindungan
kepada petani dalam bentuk asuransi pertanian usaha tanaman pangan harus
diapresiasi. Asuransi tanaman pangan diprioritaskan karena komoditas ini
diusahakan oleh petani miskin, gurem, bermodal sangat terbatas, dan rentan
terhadap perubahan iklim. Tanpa perlindungan, mereka dipastikan terus terpuruk
dan terjerat rentenir.
Asuransi memungkinkan adanya perlindungan sosial dan ekonomi
langsung bagi petani yang gagal panen akibat banjir, kekeringan, dan serangan
organisme pengganggu tanaman (OPT). Implikasinya, asuransi pertanian dapat
memberdayakan dan mengangkat harkat dan martabat petani. Pertanyaannya, apa
manfaat asuransi pertanian dan bagaimana implikasinya terhadap produksi,
produktivitas dan daya saing pertanian Indonesia?
Proteksi atas
risiko tinggi
Perubahan fundamental adanya asuransi pertanian adalah Pasal 37
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013, yakni terjadinya transformasi usaha
pertanian yang berisiko tinggi dan penuh ketidakpastian menjadi terproteksi
melalui kepastian penjaminan. Prasyarat kepesertaan asuransi akan mengikat
petani menerapkan praktik pertanian terbaik. Tanam serempak, irigasi
berselang, pemupukan berimbang, dan pengendalian OPT berkelanjutan merupakan
teladannya. Implikasinya, terjadi soliditas usaha yang memicu peningkatan
efisiensi, produktivitas, daya saing, serta keberlanjutan usaha pertanian.
Lebih lanjut, asuransi pertanian menjadikan pertanian sebagai
profesi yang menjanjikan sehingga akan menarik minat generasi muda.
Pendekatan hamparan memungkinkan pemanfaatan alat dan mesin pertanian dapat
diefisienkan. Panen serentak akan memudahkan pengelolaan pasca panen,
pengolahan dan pemasaran hasil pertanian.
Negara-negara Eropa, Amerika, dan negara maju lain telah lama
melakukan proteksi dan perlindungan sektor pertanian. Bentuknya berupa
subsidi: energi, input, insentif, asuransi, bahkan proteksi harga jual
komoditas dan pengendalian importasi produk sejenis ataupun komplementer.
Pemerintah Indonesia harus berjuang menyukseskan asuransi pertanian karena
kedaulatan pangan merupakan prasyarat keberlanjutan dan kejayaan negara yang
tak tergantikan.
Asuransi pertanian juga menjadi insentif perbankan dalam
menyalurkan kredit karena adanya jaminan pengembalian kredit. Bagi bank,
asuransi pertanian dapat mengeliminasi kredit bermasalah ketika usaha tani
pangan gagal. Cepat dan pasti, kucuran kredit usaha pertanian akan semakin
tumbuh dan berkembang. Saat ini, bank pemerintah dan swasta telah menyiapkan
diri untuk mengucurkan kreditnya ke sektor pertanian. Sektor pertanian
dipastikan tumbuh lebih tinggi dan lebih cepat sehingga pencapaian kedaulatan
pangan dapat diakselerasi.
Asuransi
produksi
Asuransi pertanian dapat didiversifikasi dan dikembangkan
menjadi asuransi produksi dan harga komoditas pertanian. Perlindungan petani
menjadi semakin komprehensif sebab tidak hanya gagal saja yang diganti,
tetapi juga ketika produksi turun dan harganya anjlok, sesuai premi dan
pertanggungannya.
Tentu prasyarat dan term of condition-nya lebih detail
berdasarkan kesepakatan kedua pihak. Biaya subsidi preminya dapat
memanfaatkan sebagian kecil dana subsidi benih dan pupuk yang tiap tahun
mencapai tidak kurang Rp 35 triliun dan tidak pernah habis. Asuransi produksi
dan harga akan lebih murah dan efektif sehingga menjadi komplementer dengan
subsidi input.
Melalui asuransi produksi dan harga komoditas pertanian,
pemerintah dapat mentransformasikan sektor pertanian konvensional menjadi
pertanian modern berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi maju dari hulu
sampai ke hilir. Saat itulah, produksi dan produktivitas sektor pertanian
Indonesia punya daya saing tangguh menghadapi kompetitor produsen pangan
regional ataupun global. Argumennya, selain pekerja keras, petani Indonesia
juga mampu memproduksi komoditas apa saja, kapan saja, sepanjang tahun.
Beragamnya iklim, mulai dari daratan (tropis) sampai gunung (subtropis), yang
tidak dimiliki negara mana pun menjadi keunggulan komparatif dan kompetitif
Indonesia.
Besarnya premi asuransi pertanian, menurut Peraturan Menteri
Pertanian No 40/2015, adalah Rp 180.000 per hektar per musim tanam dengan
pertanggungan Rp 6 juta per hektar jika mengalami puso (gagal panen).
Penetapan ini dilakukan berdasarkan hasil uji coba tahun 2013 dan 2014 di
Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Pemerintah menyubsidi premi Rp
144.000 (80 persen) dan premi swadaya Rp 36.000 (20 persen) per hektar. Jika
rata-rata kepemilikan lahan 0,3 hektar, petani hanya membayar premi Rp
12.000.
Tahun ini, dengan biaya Rp 150 miliar, direncanakan 1 juta
hektar lahan sawah (7,14 persen) diasuransikan. Jika berhasil, tahun 2016 dapat
dikembangkan menjadi 3 juta hektar (21,52 persen) dan pada akhirnya kita
asuransikan 14 juta hektar luas tanam (100 persen).
Eksekusi asuransi pertanian ini harus dikawal agar memberikan
manfaat maksimal bagi petani sekaligus mengeliminasi penyimpangannya sehingga
eksekusi komitmen pemerintah dan DPR yang sangat kuat dapat dioptimalkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar