Untuk Impian Besar
Iwan Pranoto ;
Guru Besar Matematika ITB
|
KOMPAS,
16 November 2015
Bagi rakyat,
pendidikan merupakan hak. Bagi negara, pendidikan merupakan kewajiban. Adapun
bagi bangsa, pendidikan perkakas utama untuk membangun impian besarnya.
Khusus untuk
Indonesia, penggagas bangsa sudah menyampaikan impian besar itu. Maka,
sekarang, pendidikanlah yang menerima darma untuk mewujudkannya.
Rancang-bangun
Oleh karena itu,
perlu disiapkan rancang-bangun
pendidikan yang membeberkan rangkaian langkah strategis untuk menjelmakan
impian besar itu. Rancang-bangun ini selanjutnya perlu dirujuk siapa pun yang
berkuasa, sebagai pegangan kebijakan pembangunan pendidikan dan yang terkait
lainnya.
Kata 'dan' dalam
penyebutan "pendidikan dan kebudayaan" merepotkan dan tak begitu
menguntungkan karena sedikit banyak mengesankan bahwa pendidikan dan
kebudayaan merupakan dua hal dan terpisah. Terlebih lagi, rangkaian kebijakan
selama ini juga menguatkan kesan bahwa pendidikan dan kebudayaan tidak
memiliki keterkaitan sebab-akibat.
Padahal, jika diyakini
bahwa suatu bangsa masih mungkin mengubah kebudayaan esoknya, melalui
pendidikanlah cara paling berpeluang besar. Bagaimana kehidupan bangsa esok,
sejatinya dipikirkan dan dituangkan strateginya ke dalam sistem
pendidikan. Oleh karena itu, mutlak
dibutuhkan suatu rancang-bangun pendidikan untuk kebudayaan esok. Walau
terlambat, mau tak mau rancang-bangun ini perlu dituliskan hari ini.
Tanpa rancang-bangun
tersebut, berbagai program pendidikan jadi tak logis dan akan gagal
meyakinkan publik kenapa perlu dilaksanakan. Pertanyaan mengapa perlu ada
ujian kompetensi guru, ujian nasional, Kurikulum 2013, pelatihan guru, dan
lain-lain, dengan metode serta isinya seperti sekarang tak pernah dijawab
secara memuaskan. Benang merah antarproyek itu sumir. Dampak besarnya,
program pendidikan jadi tidak tampak menyokong pengembangan kebudayaan. Di
sisi lainnya, kebijakan kebudayaan seperti berjalan sendiri dan tidak memandu
program pendidikan.
Untuk mengawali
penyusunan rancang-bangun ini, perlu dirembukkan suatu telaah kebudayaan yang
menyeluruh guna menelusuri gambaran bangsa dan kehidupan esok yang diimpikan.
Dari situ dirumuskan profil manusia yang diidamkan. Khususnya dalam profil
tersebut didaftar karakteristik manusia yang diharapkan agar mampu berfungsi
efektif dalam kehidupan bermasyarakat di dunia hari ini dan esok. Dalam
merancang strategi kebudayaan tentu perlu mempertimbangkan fakta kemajuan
sains dan teknologi. Maka, keterlibatan saintis, teknolog, dan rekayasawan
untuk merumuskan kebudayaan esok sama pentingnya dengan keterlibatan seniman
dan "budayawan".
Pada saat yang sama,
dengan melakukan penelitian lintas disiplin, dari ilmu ekonomi sampai ilmu
saraf, dapat diprakirakan ragam kecakapan yang dituntut hari esok. Ini
ditemukan dengan mengekstrapolasi, antara lain kecenderungan kebutuhan dunia
kerja dari masa lalu sampai sekarang. Khususnya, dapat dirumuskan
keterampilan bernalar seperti apa yang akan semakin dituntut di kehidupan
esok. Demikian pula mendaftar sikap dan perangai seperti apa yang dituntut di
kehidupan mendatang.
Kemudian, dari rumusan
keterampilan dan sikap itu, perancang program pendidikan akan merekacipta
rencana pembelajaran. Pembelajaran antisipatif terencana ini menciptakan
peluang belajar sehingga warga dapat mengembangkan keterampilan dan sikap
untuk kehidupan mendatang.
Dampaknya, pendidikan
menjadi berperan penting sebagai jantung penyedia "oksigen" yang
menghidupi kebudayaan. Pendidikan menjadi organ utama dan terpadu dalam
strategi kebudayaan. Di sini, kata 'untuk' dan 'esok' merupakan dua kata
kunci dari rancang-bangun ini.
Rancang-bangun ini
akan membentangkan secara logis bagaimana bangsa ini merencanakan rute
lintasan dan menata langkah guna mewujudkan impian besarnya. Lalu,
rancang-bangun menyeluruh ini dijadikan rujukan kebijakan pendidikan ataupun
kebudayaan.
Secara teknis, dari
rancangbangun itu harus dapat diturunkan, misalnya, profil lulusan perguruan
tinggi, SMA, SMP, dan SD yang diharapkan. Setelah itu, baru masuk akal
mengkaji dan membuat standar untuk tiap tahap pendidikan karena sekarang
sasaran pendidikan menjadi gamblang, membumi.
Bahkan, merancang
evaluasi pendidikan seperti ujian pemetaan pendidikan juga jadi logis karena
kecakapan apa yang perlu diukur yang relevan dengan masa kini dan esok sudah
ditetapkan. Pelatihan guru serta evaluasinya juga menjadi jelas karena sudah
dikenali kecakapan apa yang strategis
untuk disemai di kelas.
Dengan pemikiran ini,
kebudayaan jadi pemandu arah pendidikan, sedang pendidikan menjadi perajut
kebudayaan esok. Kebudayaan berperan sebagai arsitek dan pendidikan sebagai
teknisi bangunan dalam menjelmakan impian besar bangsa.
"Masyarakat bisa"
Penting dicatat:
mewujudkan impian besar setaraf mendirikan bangunan nyata Borobudur atau
Tembok Besar butuh pemikiran dan kerja keras beberapa generasi. Apalagi jika
yang diimpikan gagasan visioner "keadilan sosial bagi seluruh
rakyat". Pemerintah sendirian tak mungkin sanggup.
Karena itu, mau tak
mau, masyarakat harus memeloporinya dan jadi pelaku utama. Masyarakat
diharapkan saling menularkan virus "Masyarakat Bisa" untuk
menyebarkan kepercayaan diri. Ini jadi mungkin jika masyarakat meyakini
impian besar bersama, berketetapan hati, dan cakap bekerja sama. Sebaliknya,
jika tak yakin dengan impian itu, masyarakat akan jadi penonton di "tepi
lapangan" pembangunan dan penyorak semata.
Oleh karena itu,
rancang-bangun dituntut logis dengan penalaran yang runtun, dengan bahasa sederhana agar dipahami
pendidik serta masyarakat luas, dan menebarkan semangat ajakan untuk
melibatkan diri. Akhirnya, seperti
juga beragamnya cara untuk mencapai sebuah tujuan, gagasan rancang-bangun itu
hanya sebuah tawaran yang pastinya tidak tunggal. Namun, yang paling utama,
perlu dituangkan sebuah rancang-bangun untuk impian besar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar