Jumat, 02 Februari 2018

Imam Jokowi

Imam Jokowi
Zuhairi Misrawi ;  Intelektual Muda Nahdlatul Ulama;
Analis Pemikiran dan Politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta
                                                  DETIKNEWS, 01 Februari 2018



                                                           
Dalam seminggu terakhir, foto Presiden Jokowi menjadi imam salat di Afghanistan viral di sejumlah laman media sosial. Banyak yang memberi apresiasi, kagum, dan bangga. Tapi ada juga yang nyinyir, khususnya dari lawan-lawan politik. Tidak masalah, karena demokrasi memberi ruang seluas-luasnya bagi mereka yang ingin nyinyir.

Saya sendiri mencermati foto tersebut mempunyai makna simbolik yang sangat luar biasa. Sebab dalam tradisi Islam, biasanya yang menjadi imam salat adalah tuan rumah. Namun tuan rumah justru mempersilakan Presiden Jokowi jadi imam salat bagi Presiden Ashraf Ghani, sejumlah kabinet, dan para ulama Afghanistan. Tentu peristiwa tersebut bukan hal yang biasa. Setidak-tidaknya sebagai penghargaan dan penghormatan terhadap Presiden Jokowi.

Presiden Ghani sangat mengapresiasi keberanian Presiden Jokowi tidak membatalkan kunjungan ke Afghanistan, meskipun dalam seminggu terakhir diguncang bom bunuh diri. Dalam beberapa tahun terakhir, Afghanistan dalam kondisi sangat tidak aman, karena Taliban setiap saat melancarkan serangan mematikan terhadap pemerintahan yang sah. Serangan Taliban yang paling mutakhir ditujukan ke akademi militer Afghanistan.

Namun, sekali lagi, Presiden Jokowi bergeming dengan ulah Taliban. Ia bersikukuh ingin mempererat kembali hubungan Indonesia-Afghanistan yang sudah dirintis oleh Bung Karno pada tahun 1961 dalam kunjungan kenegaraan pertama ke Afghanistan. Setelah 61 tahun, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kenegaraan untuk merajut kembali hubungan antardua negara.

Kembali kepada Presiden Jokowi menjadi imam salat di Afghanistan, menurut saya, peristiwa tersebut harus dimaknai secara lebih luas perihal kepemimpinan Indonesia di dunia internasional. Ketika Presiden Ghani meminta Presiden Jokowi menjadi imam salat itu bisa dimaknai secara luas bagi peran-peran Indonesia di berbagai belahan dunia. Pemimpin negara lain sudah mengakui kepemimpinan Presiden Jokowi.

Saya sendiri mencatat ada empat peristiwa penting yang dapat membuktikan peran kepemimpinan Jokowi di dunia, yang telah membuat kagum para pemimpin dunia. Pertama, komitmen Presiden Jokowi terhadap perdamaian Afghanistan. Negara ini dilanda konflik dan ancaman terorisme yang sangat akut. Selama ini pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan konflik di Afghanistan selalu menggunakan pendekatan militer (hard power). Tidak ada inisiatif untuk menggunakan pendekatan lunak (soft power) yang mengedepankan dialog dan rekonsiliasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memfasilitasi dialog dan rekonsiliasi di antara faksi-faksi yang bertikai di Afghanistan. Bahkan konon faksi-faksi yang bertikai tersebut tidak bisa duduk bersama dan berdialog di Afghanistan, tapi justru bisa dipertemukan di Indonesia.

Presiden Ghani sangat tertarik dengan cara Indonesia membangun kesadaran pentingnya kebhinekaan dan gotong-royong dalam membangun negeri. Ada banyak agama, suku, dan bahasa di negeri ini, tetapi dapat dipersatukan untuk membangun negeri. Kabar keberhasilan Indonesia dalam mempersatukan kebhinekaan itu telah mengetuk hati Presiden Ghani untuk belajar cara membangun hidup damai di tengah keragaman.

Nah, kunjungan Presiden Jokowi ke Afghanistan di tengah ancaman keamanan yang tidak kondusif itu sebagai bukti komitmen Indonesia untuk mendorong perdamaian di Afghanistan. Kita tidak boleh kalah dan mengalah terhadap ekstremisme. Kita harus suarakan akal sehat dan perdamaian ke seantero dunia, sesuai amanat pembukaan konstitusi kita.

Kedua, komitmen Presiden Jokowi terhadap kemerdekaan Palestina. Presiden Jokowi menjadikan kemerdekaan Palestina sebagai prioritas dalam politik luar negeri RI. Hal tersebut tercermin dalam kunjungan terakhir ke Pakistan. Presiden Jokowi secara khusus membincangkan kemerdekaan Palestina dengan Presiden Pakistan.

Sikap Presiden Jokowi perihal Palestina sangat jelas, yaitu merdeka dan berdaulat, serta solusi dua negara yang hidup berdampingan secara damai. Presiden Jokowi aktif menggalang kekuatan dengan negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), negara-negara Asia-Afrika dan negara-negara Barat untuk membela hak Palestina merdeka dan berdaulat. Indonesia juga membuka konsulat kehormatan di Ramallah.

Dalam forum darurat OKI di Istanbul, Presiden Jokowi membuat decak kagum para pemimpin negara anggota OKI, karena sikap yang diambil Indonesia dalam merespons kebijakan Trump soal pemindahan ibu kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem sangat jelas dan tidak abu-abu. Presiden Jokowi mengajak seluruh pemimpin dunia Islam untuk menyelesaikan masalah Palestina secara komprehensif, tidak parsial.

Ketiga, komitmen Presiden Jokowi untuk membantu Rohingya. Di sela-sela kunjungan kenegaraan ke Bangladesh, Presiden Jokowi juga mengunjungi para pengungsi Rohingya di Cox' Bazar untuk memantau kondisi pengungsi dan bantuan kemanusiaan yang sudah disalurkan kepada mereka. Lagi-lagi, Presiden Jokowi merupakan pemimpin dunia yang pertama kali mengunjungi para pengungsi Rohingya.

Komitmen Presiden Jokowi dalam membantu Rohingya bukan hanya isapan jempol, melainkan komitmen yang lahir dari hati yang paling dalam dengan melakukan jalur diplomasi dengan pemerintah Myanmar dan Bangladesh, serta memprioritaskan masalah bantuan kemanusiaan semaksimal mungkin, dibantu oleh Tim Laziz NU dan Laziz Muhammadiyah.

Keempat, komitmen Presiden Jokowi dalam mewujudkan perdamaian antara Iran-Saudi. Konflik di Timur-Tengah pada dasarnya berpijak pada pertarungan dua kekuatan besar antara Iran dan Arab Saudi. Selama ini Israel dan Amerika Serikat selalu membenturkan kedua negara tersebut, sehingga agenda Pelestina dilupakan oleh dunia Islam. Maka dalam beberapa dekade terakhir kita melihatkan hubungan yang cenderung memanas antara Iran dan Arab Saudi.

Ketika hubungan antara Arab Saudi dan Iran memanas pasca-hukuman mati Syaikh Neymar dan tragedi Mina, Presiden Jokowi mengambil jalan yang tidak biasa, yaitu mendorong agar Iran dan Arab Saudi kembali ke meja dialog dan tidak terperangkap dalam konflik secara terbuka.

Syaikh Ali Taskhiri, tokoh ulama di Iran sangat mengapresiasi langkah yang diambil oleh Presiden Jokowi, karena yang dibutuhkan oleh dunia Islam adalah persatuan, bukan perpecahan. Tidak ada pemimpin dunia yang mempunyai pemikiran dalam menyelesaikan masalah pelik Timur-Tengah dengan mengajak Iran dan Arab Saudi untuk menanggalkan konflik, sembari mencari jalan dialog seperti yang sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi.

Beberapa langkah besar yang diambil Presiden Jokowi di atas membuktikan, bahwa ia layak menjadi "imam", karena langkah yang diambil bukan langkah biasa, melainkan langkah luar biasa. Salah satunya adalah penghargaan dari Presiden Ghani yang meminta Presiden Jokowi untuk menjadi imam salat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar