PKI
dan Kuburan Sejarah (2)
Ahmad Syafii Maarif ; Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
|
REPUBLIKA, 18 Juli 2017
Kesetiaan PKI memang bukan kepada bangsa dan negaranya
sendiri, tetapi kepada Moskow, kemudian belakangan kepada Beijing. Kecuali
Tan Malaka yang tidak pernah menanggalkan nasionalismenya serta tidak anti
Islam, hampir semua tokoh PKI berkiblat ke negara asing. Penyair Lekra Virga
Belan di bawah judul: Penerbangan Malam ke Leningrad menulis bait-bait di bawah ini:
Dari Sochi ke daerah utara
Tidak terbentang segara
Hanya langit jingga
Dan udara malam raya.
Dan kabut tersapu di hadapan
Dan tertinggallah buih di lautan
Bumi Soviet ialah padang terluas di dunia
Dan akulah sang musafir, dalam kelana.
Seorang di sampingku berkata: Leningrad
Dan kujawab: Cukup kukenal, kamerad!
Ke sana!
Ke pusat api yang pernah menjulang dalam sejarah!
Ke sana!
Ke tempat kaum buruh menumbangkan kekuasaan durjana!
Ke Leningrad
Ya, ke Leningrad!
Kota revolusi daerah utara!
(Dimuat pertama kali
dalam Harian Rakyat, Minggu, 1 Desember 1963, dikutip dari Taufiq Ismail dan
D.S. Muljanto, Prahara Budaya: Kilas Balik Ofensif Lekra/PKI DKK. Bandung:
Mizan, 1995, hlm. 228).
Virga Belan saat menulis puisi di atas memang belum ada
tanda-tanda bahwa komunisme akan hancur berkeping-keping. Belum terbayang
revolusi Mekhail Sergeyevich Gorbachev dalam bentuk glassnost (keterbukaan)
dan perestroika (reformasi) sebagai penyebab keruntuhan federasi Uni Soviet,
di samping karena invasi berdarah-darah Negara Tirai Besi ini atas
Afghanistan, bangsa Muslim miskin yang dizalimi. Kemudian pada 1991 Presiden
Boris Yeltsin (pengganti Gorbachev) membubarkan Partai Komunis Uni Soviet.
Maka kalimat Belan: “Ke tempat kaum buruh menumbangkan kekuasaan durjana!”
menjadi hambar dan basi, karena tempat yang dipuja dan diagungkan itu telah tumbang
secara dramatis dan hina, sekalipun Rusia sebagai bangsa dan negara tetap
bertahan. Negeri jajahannya satu per satu melepaskan diri dalam tenggat waktu
belum sampai satu abad.
Akhirnya, kejadian berikut perlu disertakan di sini. Pada
6 Septermber 2015 Svetlana puteri sulung Nyoto (salah seorang Trio CC PKI
bersama D.N. Aidit dan M.H. Lukman) dalam sebuah rombongan telah mengunjungi
saya untuk berbagi pengalaman dan membaca kembali kilas balik perkembangan
politik Indonesia. Dibicarakan pula tentang mustahaknya mempercepat proses
rekonsiliasi nasional, agar bangsa ini tidak lagi disandera oleh konflik
politik masa silam yang keras dan sarat kebencian. Pada 3 Juni 2017 jam
09.28, Svetlana kirim SMS ini: “Saya sedang bersama Catharine Panjaitan,
putri sulung DI Panjaitan yg sedang berlibur. Makan pecel di rumah saya.
Semoga Buya senantiasa dilimpahi kesehatan. Kami masih memerlukan Buya.”
Pujian terhadap saya itu tidak penting, lupakan saja.
Iklim persahabatan yang perlu diingat
adalah kedekatan Svetlana dengan Catharine Panjaitan, puteri Jenderal D.I.
Panjaitan. Ayahnya adalah salah seorang perwira tinggi Angkatan Darat yang
dibunuh, kemudian dimasukan ke dalam sebuah sumur di Lobang Buaya. Kini
keturunannya telah mengubur dendam sejarah itu untuk selama-lamanya, seperti
terbaca dalam SMS di atas. Sangat mengharukan, sangat halus. Oleh sebab itu,
PKI yang sudah masuk kuburan sejarah jangan dibongkar lagi untuk tujuan
politik kekuasaan. Sungguh tidak elok, sungguh tidak mendidik. Generasi baru
Indonesia jangan lagi diracuni oleh cara-cara berpolitik yang tidak beradab. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar