Anies-Sandi
dan Masa Depan Jakarta
M Qodari ; Warga Jakarta, Direktur
Eksekutif Indo Barometer
|
KOMPAS,
17 Oktober
2017
Pada Senin,16 Oktober 2017,
Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik Presiden Joko Widodo sebagai
gubernur dan wakil gubernur baru DKI Jakarta.
Dinamika Jakarta belakangan
sangat unik karena ada empat gubernur dalam masa lima tahun: Joko Widodo,
Basuki Tjahaja Purnama, Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan. Bandingkan
dengan Sutiyoso yang menjadi gubernur selama 10 tahun (1997-2007) dan di
dalamnya terjadi empat kali pergantian presiden: Soeharto, Abdurrahman Wahid
(Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Pelantikan Anies-Sandi merupakan
kulminasi proses politik Pilkada DKI Jakarta yang panjang, tegang, dan unik.
Pilkada Jakarta 2017 unik karena inilah pilkada rasa pilpres di mana para
tokoh nasional turun tangan.
Pilkada ini juga unik karena
inilah pilkada dengan tingkat kepuasan pada petahana (Basuki Tjahaja Purnama
alias Ahok) sangat tinggi, yakni 74 persen, sebagaimana dicatat oleh survei
Indo Barometer sepekan sebelum pencoblosan putaran kedua, tetapi di survei
itu Ahok kalah dengan margin dua digit. Persisnya Anies-Sandi 49 persen,
Ahok-Djarot 39 persen, dan belum memutuskan/rahasia 12 persen.
Faktor penentu
Mengapa Ahok kalah juga tampak
jelas dalam survei tersebut. Faktornya adalah kasus Al Maidah 51. Meskipun 74
persen pemilih puas dengan kinerja Ahok sebagai gubernur Jakarta, sekitar 60
persen responden tersinggung dengan ucapan Al Maidah 51. Yang tidak
tersinggung hanya 20 persen. Mereka yang tersinggung, pilihannya mengerucut
ke Anies-Sandi. Adapun yang tidak tersinggung mengerucut ke AhokDjarot.
Penyampaian data survei Indo
Barometer di atas penting kiranya saat Anies-Sandi mulai bertugas. Data bahwa
74 persen pemilih puas dengan kinerja petahana menunjukkan bahwa apaapa yang
telah dikerjakan petahana sudah pada jalur yang tepat dan dapat diterima
masyarakat. Harus diakui bahwa pada masa kerja Ahok-Djarot ada banyak
kemajuan yang sudah diletakkan pendahulunya dan merupakan inisiatif baru dari
Ahok-Djarot.
Berbagai perubahan, seperti
pelayanan birokrasi yang lebih baik di tingkat kelurahan, pasukan oranye yang
sigap membersihkan kali dan gorong-gorong, pembangunan ruang publik terbuka
ramah anak, pembangunan MRT dan LRT, merupakan hal-hal yang menjadi alasan
kepuasan publik, di luar layanan pendidikan dan kesehatan universal yang
telah dimulai sebelumnya.
Di titik ini menjadi jelas
bahwa dalam banyak hal, Anies-Sandi tidak perlu melakukan perubahan yang
radikal karena sudah diapresiasi baik oleh warga Jakarta. Dari pengalaman
penulis melakukan ratusan survei pilkada di seluruh Indonesia selama lebih
dari 10 tahun, bukan perkara mudah untuk mendapatkan approval rating di angka
74 persen. Angka setinggi ini hanya dapat tercapai apalagi perubahan sesuai
dengan keinginan mayoritas masyarakat dan perubahan itu ternyata bisa
dirasakan oleh mereka.
Dasar sudah diletakkan
Anies-Sandi sebagai penerus
Ahok-Djarot cukup beruntung karena Ahok-Djarot telah meletakkan dasar-dasar
yang kuat bagi tercapainya visi misi mereka. Pekerjaan rumah bagi AniesSandi
berarti tinggal memperbaiki yang kurang dari pasangan Ahok-Djarot.
Penertiban penghuni dan
penataan bantaran sungai, misalnya, merupakan hal benar untuk dilakukan.
Benar karena dengan pembenahan yang dilakukan selama ini volume dan frekuensi
banjir di Jakarta jelas menurun dibandingkan dengan lima atau sepuluh tahun
lalu. Namun, yang perlu diperbaiki mungkin cara dan metode komunikasinya
sehingga yang ditertibkan merasa lebih diorangkan dan dengan demikian
penertiban bisa berjalan lebih baik dan lancar.
Yang juga perlu diperbaiki
adalah hubungan antara Gubernur dan DPRD Jakarta. Seharusnya ketegangan di
era Ahok-Djarot, tidak terjadi lagi di era Anies-Sandi mengingat salah satu
kelebihan Anies Baswedan adalah komunikasi dan retorika yang memikat.
Hubungan yang baik antara
eksekutif dan legislatif ini diperlukan mengingat penyusunan APBD dan
pembuatan peraturan Daerah membutuhkan persetujuan DPRD DKI Jakarta. Kita
ingat perseteruan antara Ahok dan DPRD Jakarta pernah membuat APBD Jakarta
tertundatunda dan tentu saja hal ini berdampak buruk terhadap perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan daerah.
Masih ada kemacetan
Selain banjir, masalah terbesar
yang disebut masyarakat Jakarta dalam survei adalah kemacetan. Sebagai warga
Jakarta yang mendengarkan paparan para calon gubernur-wakil gubernur Jakarta,
saya menilai ada komitmen dari Anies-Sandi untuk menyelesaikan kemacetan dan
memperbaiki transportasi umum.
Dalam soal kemacetan dan
transportasi ini, Anies-Sandi bahkan punya ide agar pemilih dapat langsung
naik kendaraan umum di depan rumahnya. Semoga ide ini dapat diwujudkan tanpa
menjadi masalah baru mengingat banyak dan sempitnya jalan di wilayah Jakarta.
Terakhir, yang menjadi
pertanyaan banyak pihak, tentulah pro-kontra reklamasi pantai Jakarta. Semoga
pemerintah pusat dan Anies-Sandi dapat membangun komunikasi yang baik demi
solusi terbaik sehingga pro-kontra reklamasi ini tidak menyedot energi
Anies-Sandi dalam membangun Jakarta atau bahkan menjadi titik sulut
ketegangan sosial dan politik baru.
Ingat, slogan Anies-Sandi
adalah ”Maju Kotanya, Bahagia Warganya”. Jangan sampai Jakarta, mundur
kotanya, tegang warganya. Selamat bekerja gubernur-wakil gubernur baru, Anies
Baswedan-Sandiaga Uno. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar