Menggapai Indonesia 2045
Sonny Harry B Harmadi ;
Kepala Lembaga Demografi FEB UI;
Ketua Umum Koalisi Kependudukan
|
KOMPAS,
20 Agustus 2015
Peringatan HUT Ke-70
RI baru saja berlalu. Bukan sekadar kegiatan seremonial yang dibutuhkan, tetapi
juga gagasan besar tentang visi ke depan.
Membangun bangsa ini
secara visioner sudah seharusnya dengan cita-cita yang jelas ingin diraih,
rancang bangun yang perlu disiapkan, dan program yang akan dilaksanakan.
Indonesia 2045 (100 tahun merdeka) jadi momentum penting dalam kehidupan kita
bernegara.
Apa pun slogannya,
kita harus punya mimpi Indonesia untuk 2045. Alternatif slogan yang bisa kita
gunakan "Indonesia Negara Pancasila yang Berjaya di Bidang Maritim pada
2045". Falsafah Pancasila memberi inspirasi bagi seluruh pemikiran dan
pergerakan bangsa Indonesia dalam mewujudkan kehidupan yang lebih sejahtera,
dipandang dalam lima dimensi, yakni ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan sosial. Kontribusi sektor maritim dalam pembentukan
kesejahteraan harus terus meningkat guna mewujudkan bangsa maritim yang
besar.
Namun, kita perlu
sadar, rancang bangun 2045 harus didasarkan perkiraan situasi penduduk
Indonesia saat itu sebagai acuan menyusun cetak biru.
Sebenarnya proyeksi
penduduk lebih dari 25 tahun tak disarankan dalam demografi, mengingat
semakin jauh kita melakukan proyeksi, semakin tak akurat proyeksi tersebut.
Namun, setidaknya kita perlu memperoleh gambaran tentang situasi penduduk di
saat 100 tahun Indonesia merdeka.
Berdasarkan proyeksi
penduduk peneliti Lembaga Demografi, penduduk Indonesia tahun 2045 antara 324
juta dan 358 juta jiwa. Population Reference Bureau (2014) memproyeksikan
jumlah penduduk Indonesia sekitar 365 juta tahun 2050, berarti pada 2045
mendekati 350 juta jiwa.
Selain jumlah, hal
yang menarik dicermati ialah adanya perbedaan rate of growth antarkelompok
umur pada tahun 2045. Penduduk usia 0-14 tahun akan tumbuh negatif, usia
produktif (15-64 tahun) tumbuh kurang 1 persen, sedangkan penduduk lansia (65
tahun ke atas) mendekati 4 persen.
Besarnya pertumbuhan
penduduk lansia jadi indikasi di 2045 Indonesia meninggalkan periode bonus
demografi dan masuk ke tahapan population ageing (proporsi penduduk lansia
membesar). Perbaikan kesehatan meningkatkan usia harapan hidup dan
berkontribusi pada perubahan struktur umur penduduk.
Sejak 2012 Indonesia
memasuki periode bonus demografi, di mana rasio ketergantungan turun di bawah
angka 50. Setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung kurang
dari 50 penduduk usia nonproduktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas).
Ada keuntungan ekonomi
dari menurunnya rasio ketergantungan. Bappenas dan BPS (2013) memperkirakan
Indonesia akan mencapai titik terendah rasio ketergantungan pada 2028-2031,
dengan angka 46,9. Setelahnya, rasio ketergantungan terus naik akibat
meningkatnya proporsi lansia. Periode bonus demografi akan berakhir saat 100
tahun Indonesia merdeka, tetapi dapat berakhir lebih cepat jika proyeksi
penduduk meleset jauh akibat tingginya angka kelahiran.
Kita harus manfaatkan
periode bonus demografi sebaik mungkin sebelum 2045. Namun, bonus demografi
butuh prasyarat penduduk berkualitas. Kenyataannya, rata-rata lamanya sekolah
penduduk usia 25 tahun ke atas (Susenas 2014) hanya 7,9 tahun (setara kelas
II SMP). Belum lagi variasi antardaerah sangat tinggi. Bandingkan saja DKI
Jakarta dengan angka 10,6 tahun (setara hampir kelas II SMA) dengan Papua 5,9
tahun (hampir lulus SD).
Kesenjangan prasarana
sekolah antardaerah sangat tinggi. Hanya 0,1 persen desa di Jawa Barat yang
tak memiliki SD, sedangkan di Papua mencapai 53 persen. Padahal, jarak
antardesa di Papua lebih jauh dibandingkan di Jawa Barat. Buruknya pendidikan
penduduk usia produktif dan prasarana pendidikan menyebabkan tak optimalnya
pemanfaatan bonus demografi.
Akhir dari bonus
demografi umumnya ditandai tingginya pendapatan per kapita penduduk. Penduduk
lansia akan memiliki akumulasi kekayaan yang besar dan mampu membiayai
dirinya sendiri, tak sepenuhnya bergantung pada penduduk usia produktif.
Namun, ini sulit terjadi di Indonesia. Penduduk lansia 2045 diperkirakan
adalah mereka yang lahir antara 1970 dan 1980. Berdasarkan data Susenas 2014,
diketahui sekitar 44 persen calon penduduk lansia 2045 hanya berpendidikan
SD, yang selama usia produktifnya mayoritas bekerja di sektor informal dengan
upah rendah.
Pada 2045, meski
sebagian besar penduduk lansia Indonesia berpendidikan rendah, diperkirakan
mayoritas penduduk usia produktif berpendidikan jauh lebih baik. Ini modal
bagi Indonesia di 2045. Selain itu, kita punya potensi bonus demografi yang
masih akan berlangsung hingga 30 tahun ke depan, tetapi dengan prasyarat
mampu mengendalikan angka kelahiran.
Rancang bangun 2045
tak hanya memerhatikan situasi penduduk, juga harus dibarengi kebijakan
pengelolaan penduduk yang lebih baik untuk mencapai Indonesia berjaya 2045. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar