Jaminan Sosial dan Tabungan Sosial
Emir Soendoro ;
Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
|
KOMPAS,
22 Agustus 2015
Untung saja Majelis
Ulama Indonesia tidak jadi mengeluarkan fatwa haram mengenai BPJS.
Seandainya MUI
benar-benar mengeluarkan fatwa haram untuk Badan Penyelenggaraan Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan, akibatnya sangat luar biasa. Itu berarti para dokter
dan rumah sakit yang menerima pembayaran jasa medis dari BPJS menerima uang
haram. Dampak yang dapat ditimbulkan sangat luar biasa, akan banyak dokter
dan rumah sakit yang menolak pasien BPJS dengan alasan tidak mau menerima
uang haram.
Kalau kita berpikiran
jernih dan jujur untuk kepentingan rakyat banyak, menyejahterakan rakyat tak
dapat dilakukan oleh negara atau pemerintah sendiri; dukungan dari seluruh
rakyat tanpa melihat suku, agama, ras, dan golongan sangat diperlukan oleh
seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, seluruh rakyat Indonesia harus
mendukung program jaminan sosial tersebut.
Jaminan sosial sangat
di idam-idamkan seluruh rakyat Indonesia. Hal itu tercantum dalam UUD 1945,
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, dan Konvensi Organisasi Pekerja
Internasional (ILO). Bagaimana bila jaminan sosial tersebut berupa tabungan
sosial, di mana iuran yang dibayarkan akan dikembalikan lagi kepada rakyat?
Sebenarnya Pemerintah
Indonesia sudah sejak 1970 telah melaksanakan jaminan sosial itu-walaupun
belum dapat mencakup seluruh rakyat-dengan membentuk Jamsostek, Askes,
Asabri, Taspen, dan Jasa Raharja. Dapat dikatakan bahwa program yang
dilaksanakan kelima badan usaha milik negara sejak 1970 itu telah mencakup
masalah kesehatan, jaminan hari tua (pensiun), jaminan kematian.
Pada awal berdirinya
kelima program itu, pemerintah hanya mengeluarkan modal tidak besar, tetapi dipayungi UU. Maka, sebelum Jamsostek dan
Askes berubah menjadi BPJS-kecuali Asabri, Taspen, dan Jasa Raharja yang
namanya tak berubah-aset dari kelima BUMN itu triliunan rupiah dengan
kelebihan dan kekurangannya serta mempunyai jaringan yang luas dan sangat
baik, sampai ke pelosok. Sebagian besar kekayaan adalah hasil iuran wajib
yang dibayarkan pengusaha, pekerja-buruh, pegawai negeri, anggota ABRI, dan
sebagian rakyat yang mempunyai kendaraan bermotor (Jasa Raharja). Mereka
membayar sebab diwajibkan UU.
Presiden Joko Widodo
telah mengeluarkan kartu sakti, kartu sehat, kartu pintar sebagai realisasi
dari kesejahteraan untuk rakyat. Perlu diketahui juga bahwa dalam program
BPJS Kesehatan, setelah membayar iuran, peserta akan ditanggung bila sakit.
Namun, bila tidak sakit, uang tersebut tidak akan dikembalikan. Maka, pada
akhirnya akan menjadi seperti asuransi biasa.
Pada program BPJS
Ketenagakerjaan ada tiga program: jaminan kecelakaan kerja (menyangkut
masalah kesehatan), jaminan hari tua (pensiun), dan jaminan kematian. Jasa
Raharja mempunyai program untuk membayar setiap orang yang mengalami
kecelakaan lalu lintas (menyangkut masalah kesehatan juga) dan akan membayar
jaminan kematian kepada setiap orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas.
Kementerian baru
Taspen hanya mempunyai
program jaminan hari tua (pensiun) untuk pegawai negeri. Asabri mempunyai
program jaminan kesehatan dan pensiun. Berdasarkan hal-hal di atas, alangkah
baik bila BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, Taspen, Asabri, dan Jasa Raharja
disatukan dalam satu badan (Kementerian Jaminan Sosial) yang dipimpin seorang
menteri.
Sebuah kementerian
baru (Kementerian Jaminan Sosial) yang merupakan gabungan dari BPJS
Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, Taspen, Jasa Raharja, dan Asabri mungkin sudah
saatnya diperlukan. Suatu keputusan yang sangat sulit untuk pemerintah bila
ingin dijalankan karena banyak kepentingan dari mereka yang selama ini
beroleh untung dari BUMN itu akan hilang atau berkurang. Pemerintah dapat
mempertimbangkan program jaminan sosial itu berupa tabungan sosial.
Apabila pemerintah
membentuk Kementerian Jaminan Sosial yang dilindungi UU, seluruh rakyat
Indonesia sejak dilahirkan mempunyai kewajiban membayar iuran (tentu
dibayarkan dahulu oleh orangtuanya) sampai punya pekerjaan sehingga mampu
membayar iurannya sendiri, dan uang iuran itu akan dikembalikan setelah
mencapai usia pensiun. Dengan kartu jaminan sosial itu, anak yang baru
dilahirkan sampai usia tertentu memperoleh susu di toko-toko dengan diskon
10-15 persen supaya gizi dan perkembangannya bisa lebih baik.
Setiap warga negara
Indonesia sejak lahir sampai meninggal ber- kewajiban membayar iuran,
misalnya Rp 20.000 per bulan. Yang tak mampu membayar atau tak punya
pekerjaan sehingga dikatakan "miskin", iurannya dibayarkan pemerintah
(kewajiban pemerintah). Tugas kepala desa atau lurah mendata jumlah warga
yang tak mampu atau miskin.
Berikut keuntungan
yang diperoleh rakyat dengan membayar iuran. Pertama, kepastian berobat
gratis sejak dari dokter umum sampai dengan di rumah sakit dan perawatan di
rumah sakit kelas 3. Apabila ingin mendapat perawatan kelas 2 atau kelas 1,
peserta diharuskan membayar langsung ke rumah sakit.
Kedua, uang iuran yang dibayar rakyat akan
dikembalikan kepada rakyat setelah usia pensiun, termasuk mereka yang
dibayarkan pemerintah karena tak mampu bayar. Uang iuran yang sudah
dibayarkan akan tetap dikembalikan kepada keluarganya apabila yang
bersangkutan meninggal.
Ketiga, karena
bersifat tabungan wajib demi kesejahteraan rakyat, dukungan rakyat akan
sangat besar. Bukan tak mungkin sebagian rakyat yang cukup mampu tak akan
menggunakan BPJS-nya bila sakit atau dirawat di rumah sakit.
Keempat, untuk anak
balita, kartu tersebut bisa mendapat diskon pembelian susu di toko- toko
(untuk kecerdasan generasi yang akan datang). Kelima, apabila terjadi bencana
alam di daerahnya dan angka penyakit yang tinggi, peserta dapat berobat
gratis.
Keenam, memperoleh
kepastian pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya, hidup tenang karena adanya
jaminan. Ketujuh, setiap rakyat yang meninggal dunia akan diberi uang duka.
Adapun keuntungan
pemerintah dalam program ini adalah mengajak seluruh rakyat wajib menabung
untuk kesejahteraan bersama seperti yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945;
memperoleh kepastian data jumlah rakyat tak mampu yang iurannya harus dibayar
pemerintah; sebagai data pasti jumlah penduduk yang mampu ataupun yang tidak
mampu; sebagai dana cadangan nasional; dan untuk kebutuhan dana yang sangat
mendesak apabila terjadi bencana alam dan ada korban seperti yang telah
terjadi di Aceh, Yogyakarta, Padang, atau Sinabung.
Jadi, Kementerian
Jaminan Sosial dapat bertindak tanpa harus menunggu dana APBN turun.
Kementerian Jaminan
Sosial dibentuk, pertama, untuk mempermudah koordinasi dengan menteri-menteri
yang lain, seperti Menteri Kesehatan (untuk masalah tarif rumah sakit dan
jasa dokter); Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri
Keuangan (untuk menekan harga obat yang mahal); Menteri Dalam Negeri (untuk
koordinasi dengan gubernur, bupati, camat, lurah, dan lain-lain).
Kedua, sosialisasi
program kepada masyarakat akan lebih
mudah bila dijabat seorang menteri dan akan lebih efektif dalam
merealisasikan program tabungan sosial itu bila dibuat perencanaan matang
dengan payung hukum yang jelas.
Ketiga, jabatan
seorang menteri akan membuat program ini lebih dilihat, didengar, dan
dihargai. Keempat, karena mengelola uang dalam jumlah yang sangat besar dan
tanggung jawab yang besar.
Kelima, pembayaran
iuran dapat dilakukan melalui PLN (untuk pembayaran lainnya kadang kita lupa,
tapi kita tak akan lupa bayar tagihan listrik setiap bulan karena listrik
akan segera dipadamkan PLN apabila kita tak membayar tagihan). Koordinasi
dengan PLN dapat dilakukan melalui Menteri Negara BUMN untuk lebih memudahkan.
Mudah-mudahan uraian
ini dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah dan anggota DPR dalam
menjalankan jaminan sosial untuk rakyat demi kesejahteraan rakyat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar