Likuiditas
dan Tekanan Inflasi Jelang Lebaran
Firmanzah ; Rektor Universitas Paramadina; Guru Besar
FEB Universitas Indonesia
|
KORAN SINDO, 08 Juni 2015
Ekonomi Indonesia
memiliki siklus unik dan berbeda dengan negara lain. Meski perlambatan
pertumbuhan ekonomi masih kita rasakan, menjelang bulan Ramadan dan Lebaran
2015 tetap akan terjadi lonjakan permintaan hampir setiap sektor konsumsi
masyarakat.
Tingginya konsumsi
masyarakat di tengah aktivitas Ramadan dan Lebaran membutuhkan antisipasi
kebijakan ekonomi yang tepat dan terukur. Dari sisi ketersediaan uang tunai,
Bank Indonesia (BI) biasanya akan menambah likuiditas untuk memenuhi
kebutuhan uang tunai, terutama menjelang Lebaran. Pengalaman tahun lalu, BI
mencatat perputaran uang menjelang Lebaran mencapai lebih dari Rp118 triliun
atau meningkat sekitar 14% dibandingkan tahun 2013.
Bertambahnya
likuiditas di pasar uang Indonesia memerlukan kesiapan kebijakan untuk
menghindari tekanan inflasi di saat Ramadan dan Lebaran tahun ini. Kebutuhan
uang tunai yang sangat besar di masyarakat terjadi ketika Ramadan dan Lebaran
bertepatan dengan liburan anak sekolah.
Kebutuhan untuk
belanja di saat Ramadan, pembiayaan mudik Lebaran, dan budaya transfer dana
ke orang tua membuat BI dan perbankan nasional menambah pasokan uang tunai.
Untuk memastikan aliran uang tunai biasanya BI akan bekerja sama dengan
pegadaian dan bank agar distribusi berjalan dengan lancar. Dunia perbankan
juga mulai mempersiapkan pasokan uang tunai baik melalui ATM maupun kantor
cabang di seluruh Indonesia.
Selain itu, aspek lain
yang berdampak pada bertambahnya pasokan uang tunai terjadi karena pembayaran
gaji ke-13 PNS/TNI/Polri biasanya juga terjadi di masa-masa ini. Pembayaran
THR juga akan menambah jumlah uang beredar di Tanah Air. Bertambah besarnya
jumlah uang beredar dipadu dengan tingginya intensitas konsumsi masyarakat
perlu antisipasi pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Keamanan pasokan,
kelancaran jalur distribusi, dan kepastian kecukupan kebutuhan pokok, BBM,
dan sarana transportasi sangatlah penting untuk menjamin tekanan inflasi
dapat terkelola secara baik. Koordinasi antara pemerintah pusat-daerah,
lintas kementerian/lembaga dan BI perlu dilakukan secara intensif agar
membanjirnya pasokan uang tunai tidak menghasilkan lonjakan harga di luar
kewajaran.
Membendung intensi
berbelanja masyarakat akan sangat sulit dilakukan pemerintah di saat Ramadan
dan Lebaran. Kebijakan yang lebih tepat adalah memastikan sisi pasokan
barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat terjamin dan terdistribusi secara baik
Berkaca pada pengalaman tahun lalu, Indonesia relatif berhasil mengelola
keseimbangan antara membanjirnya likuiditas uang tunai dengan inflasi di
tengah tingginya konsumsi masyarakat menjelang Ramadan dan Lebaran 2014.
Catatan BPS
menunjukkan, pada Juni 2014 terdapat inflasi sebesar 0,43%. Realisasi inflasi
Juni 2014 bahkan tercatat sebagai yang terendah dalam lima tahun terakhir.
Sementara itu, di saat Lebaran 2014 yang jatuh pada bulan Juli angka inflasi
berada pada 0,93%.
Meski relatif tinggi,
masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan inflasi Juli 2013 yang
tercatat sebesar 3,29%. Tentunya kita semua berharap pengalaman masa lalu
dapat menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah saat ini untuk lebih efektif
lagi mengelola likuiditas uang tunai, tingginya konsumsi masyarakat, dan
tekanan inflasi.
Pada tahun ini,
indikasi tekanan inflasi jelang Ramadan dan Lebaran terlihat pada realisasi
inflasi pada Mei 2015. BPS mencatat inflasi Mei 2015 sebesar 0,5% dan menjadi
inflasi tertinggi dalam lima tahun terakhir. Salah satu penyebab tingginya
angka inflasi Mei 2015 dari kelompok pengeluaran adalah bahan makanan sebesar
1,39%.
Kemudian diikuti
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,5% dan kelompok kesehatan
sebesar 0,34%. Sementara itu kelompok sandang menyumbang inflasi sebesar
0,23%. Dari kebutuhan pokok, menurut BPS, komoditas penyumbang inflasi adalah
cabai merah, daging ayam ras, bawang merah, telur ayam, bawang putih, cabai
rawit, ikan segar, tarif listrik, sawi hijau, dan cabai hijau.
Dan di awal Juni ini
sudah banyak pemberitaan di media massa yang menunjukkan lonjakan harga
kebutuhan pokok menjelang Ramadan dan Lebaran. Selain kebutuhan pokok,
penyumbang utama lainnya yang perlu diantisipasi adalah kenaikan tarif
transportasi menjelang arus mudik dan balik pasca-Lebaran. Koordinasi antara
Kementerian Perhubungan dengan perusahaan penyedia jasa transportasi untuk
menyepakati batas wajar kenaikan harga perlu segera dilakukan.
Aspek pengawasan harga
di terminal bus baik antarkota maupun antarprovinsi perlu ditingkatkan agar
peluang munculnya pelanggaran tarif yang merugikan konsumen bisa
diminimalkan. Program mudik bersama yang selama ini dilakukan BUMN, swasta
nasional maupun lembaga lain seperti TNI AL juga sangat membantu pemudik dan
membantu menahan laju kenaikan harga transportasi akibat excess-demand.
Tren pelemahan nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menambah kompleksitas pengelolaan
inflasi di Indonesia. Harga produk strategis seperti listrik juga harus
disesuaikan mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah. Di awal Juni 2015, PLN
mengumumkan kenaikan tarif listrik nonsubsidi dengan besaran yang bervariasi.
Selain itu, untuk
produk dengan komponen impor seperti automotif dan elektronik juga mengalami
kenaikan harga menyusul depresiasi nilai tukar rupiah. Tren kenaikan harga
akibat melemahnya rupiah juga perlu disikapi untuk tidak menambah tekanan
inflasi di tengah kesibukan pemerintah dan BI memastikan Puasa dan Lebaran
tahun ini berjalan dengan baik.
Kita berharap harga
bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium dan solar dapat dipertahankan
pada posisi saat ini sampai Juli 2015. Hal ini agar beban energi yang
ditanggung oleh perusahaan, jasa transportasi, dan konsumen rumah tangga
tidak terlalu besar di saat arus mudik dan balik Lebaran. Dengan demikian
tekanan inflasi dapat lebih diredam ketika konsumsi masyarakat sangat tinggi.
Kendati uang tunai
yang beredar tinggi, bila kenaikan harga bahan pokok tidak terkendali, daya
beli masyarakat tetap turun. Di sisi lain, kita sangat berharap bahwa
pertumbuhan ekonomi di kuartal II dan III 2015 dapat cukup tinggi untuk
mengompensasi rendahnya pertumbuhan ekonomi di kuartalI 2015 yang hanya
4,71%. Kunci dari semua di atas adalah pengendalian pasokan dan ketersediaan
barang/jasa di saat Ramadan dan Lebaran.
Pemerintah harus
memastikan kecukupannya. Informasi dan komunikasi publik yang baik perlu
dilakukan oleh kementerian/lembaga terkait dengan kecukupan dan ketersediaan
kebutuhan pokok jelang Ramadan dan Lebaran 2015. Ini juga penting agar
mengurangi potensi panic-buying
akibat isu dan rumor kelangkaan.
Selain itu penegakan
hukum atas mereka yang tidak bertanggung jawab dengan menimbun kebutuhan
pokok yang berdampak pada kelangkaan dan membumbungnya harga perlu terus
dilakukan. Melalui hal ini, kita berharap membanjirnya likuiditas uang tunai
di masyarakat tidak berdampak pada naiknya tekanan inflasi Juni-Juli 2015. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar