Kecepatan Berpikir dan Gerakan Tangan
Azrul Ananda ; Dirut
Jawa Pos Koran
|
JAWA POS, 17 Juni 2015
PELAJARAN apa yang
paling Anda kenang dari sekolah?
***
Belasan tahun kita
sekolah, tidak banyak yang kita ingat. Mungkin tidak banyak pula yang bisa
kita gunakan untuk keperluan sehari-hari.
Bukan berarti sekolah
tidak ada gunanya. Sebab, kita tetap butuh ijazahnya untuk bekerja dan lain
sebagainya. Apalagi sekarang semakin susah cari ijazah palsu atau instan.
Dan tentu saja,
sekolah punya banyak kegunaan lain untuk hidup.
Misalnya, mencari
pacar, yang ada kemungkinan kelak jadi pasangan hidup. Atau, mencari teman
dan sahabat, yang mungkin kelak jadi partner bisnis atau bekerja.
Tanya saja kepada
mereka yang ketika mulai bekerja belum punya pacar. Rasanya lebih susah
mencarinya di kehidupan nyata pasca-sekolah.
Mencari teman atau
sahabat sejati juga butuh waktu dan pembuktian-pembuktian kesetiaan. Dan itu
akan lebih teruji kalau memang sudah kenal sejak sekolah.
Untungnya, banyak
guru/dosen yang menyampaikan disclaimer ini pada awal semester/tahun: Bahwa
kita tidak akan mengingat semua pelajaran yang mereka berikan.
Malahan, ada yang
menyatakan bahwa kita hanya mengingat 20 persen dari segala pelajaran yang
kita dapat hari ini. Ya, itu berarti keesokan harinya sudah lupa 80 persen!
Coba pikir baik-baik,
mengenang masa sekolah dulu. Kita akan lebih ingat cara-cara atau trik kita
menyontek daripada pelajaran yang sebenarnya diberikan…
***
Tentu saja, 20 persen
yang kita ingat itu bisa sangat berguna.
Pelajaran apa yang
paling Anda kenang?
Kalau saya: Satu
semester keyboarding saat SMA di Kansas.
Ketika SMP, memang ada
pelajaran mengetik di sekolah saya di Surabaya. Tapi, lebih banyak teorinya
di papan tulis dan ujiannya tertulis. Bukan benar-benar duduk di depan meja
belajar mengetik sepuluh jari menggunakan mesin ketik (zaman itu).
Baru ketika SMA (1994)
saya benar-benar belajar keyboarding. Menggunakan komputer dengan keyboard
beneran.
Itu kelas yang sangat
menyenangkan. Di minggu pertama, kita dihajar teori. Menghafalkan letak
huruf-huruf dan jari yang harus digunakan untuk menekannya.
Minggu kedua, kami
semua datang dapat kejutan: Semua keyboard di kelas sudah dibuat
’’kosongan’’. Tidak ada huruf, angka, atau karakternya sama sekali.
Kami menggunakan buku
program dari Cortez W. Peters Sr. Orang kulit hitam asal Washington DC yang
’’memopulerkan’’ ilmu mengetik. Dia menjadi juara dunia mengetik cepat pada
1925, mampu mengetik 141 kata semenit menggunakan mesin ketik zaman itu.
Rekor dunia lain yang
dia buat: Bisa mengetik 148 kata per menit nonstop selama 60 menit, tanpa
satu pun kesalahan. Dan itu termasuk waktu yang hilang karena harus mengganti
kertas di mesin ketik!
Anaknya, Cortez Peters
Jr., ikut jadi juara dunia. Karena hidup dalam era teknologi mesin ketik
lebih canggih, sang anak bisa mengetik hingga 225 kata per menit tanpa satu
pun kesalahan. Itu rata-rata 18,75 ’’ketukan’’ per detik!
Walau terkesan sepele,
tidak mudah untuk mencapai yang mereka capai. Dan mereka benar-benar populer,
sering tur keliling Amerika, menampilkan kemampuan mengetik mereka seperti
sirkus. Kemudian, mampu mendirikan sekolah bisnis, dan lain-lain.
Keluarga Cortez punya
tiga resep sederhana untuk meraih kesuksesan tersebut: Determination (tekad),
Inspiration (inspirasi), dan Perspiration (keringat).
Maksudnya, bertekad
untuk tidak membiarkan siapa pun menghalangi mereka mencapai impian,
terinspirasi untuk melakukan apa saja guna mencapai impian, dan siap banting
tulang untuk mewujudkan impian tersebut.
Kelas keyboarding gaya
Cortez ini mengasyikkan sekali. Seperti main game setiap hari. Sebuah naskah
terpampang di monitor, lalu kami harus mengetik menirukannya secepat mungkin,
berlomba dengan ikan yang makin ngebut ’’memakan’’ huruf-hurufnya (seperti
Pacman).
Walau bahasa Inggris
saya masih patah-patah, kayaknya saya termasuk bakat mengetik. Kata sang
guru, yang bisa mengetik 144 kata per menit, jari-jari saya panjang alias
’’piano fingers’’. Jadi, seharusnya bisa sangat cepat.
Benar saja, pada akhir
semester, saya termasuk yang tercepat di kelas. Rekor pribadi saya 96 kata
per menit. Juara kelas waktu itu sampai 114 kata per menit.
Ujian-ujiannya juga
seru. Misalnya, sang guru keliling. Ketika sampai ke komputer saya, dia minta
saya mengetik nama depan saya (Azrul) secepat mungkin. Harus selesai secepat
dia menepukkan tangan dua kali… Plok plok!
***
Di Amerika, pelajaran
keyboarding rupanya masih ditekankan. Malah sudah ada yang mengajarkannya di
kelas 4 SD. Padahal, sudah ada smartphone dan tablet, yang membantu kecepatan
mengetik menggunakan program-program prediktif.
Rupanya, keyboarding
tetap merupakan jalan tercepat menyambungkan isi pikiran ke tulisan. Mengetik
pakai smartphone atau tablet (touch screen), rupanya, maksimal hanya di
kisaran 40 kata per menit.
Secara pribadi, karena
kerja saya di media dan hampir tiap hari mengetik, kemampuan mengetik sepuluh
jari ini memang sangat efektif.
Misalnya, saya bisa
menulis kolom ini hanya dalam 45 menit. Kerangka tulisan sudah saya pikirkan
sebelumnya, lalu ketika duduk di depan komputer bisa langsung ’’melampiaskannya’’
dalam ketukan cepat.
Coba menulis dengan
’’sebelas’’ jari (dua jari telunjuk) atau jempol di touch screen. Kadang kita
harus ’’pause pikiran’’ karena kecepatan jari kita tidak bisa mengimbangi isi
kepala.
Dan di deretan
wartawan/penulis baru, saya selalu melihat mereka yang bisa mengetik sepuluh
jari selalu berkembang lebih cepat daripada yang memakai metode lain.
***
Saya menyadari, kelak
mungkin ilmu mengetik sepuluh jari ini tidak akan lagi berguna. Bahkan
mungkin dalam waktu tidak lama lagi.
Sama seperti ilmu
memotret pakai kamera manual dan film yang juga saya pelajari saat SMA.
Sekarang semua skill itu sudah digantikan program canggih. Kamera iPhone
sudah bisa mengambil gambar lebih bagus dan lebih cepat daripada kamera Nikon
FM2 saya dulu.
Nantinya, kemampuan
keyboarding ini digantikan teknologi di mana tanpa menggerakkan satu organ
tubuh pun kita bisa ’’mengetik’’. Dari isi kepala langsung ke layar monitor
atau ke kertas. Kalau sudah begitu, cepat atau tidak bergantung kemampuan isi
kepala kita berpikir dan merangkai kata-kata... Bukan lagi kemampuan jari
bergerak.
Sambil menunggu era
baru itu tiba, saya akan terus menikmati ilmu keyboarding yang saya dapat
dari SMA ini.
Sebelum menulis kolom
ini, saya sempat mencoba tes mengetik online. Menguji kecepatan saya saat
ini. Ternyata masih masuk kategori ’’Fast’’, hanya satu setrip di bawah
kategori ’’Pro’’.
Hepi juga rasanya.
Minimal, ada satu ilmu zaman SMA yang masih saya kuasai saat ini. Matematika,
fisika, biologi, banyak yang sudah lupa atau tidak pernah saya terapkan
hehehe…
Nah, pelajaran apa
yang paling berkenang dan berguna buat Anda? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar