Bukan Sekadar Dua Boneka dari India
Dahlan Iskan ; Mantan
CEO Jawa Pos
|
JAWA POS, 15 Juni 2015
MATA dunia kini
menoleh ke India. Negeri itu kini sedang melakukan ”revolusi ekonomi”
gelombang kedua. Pembawa panji-panji revolusinya adalah pemimpin baru India
hasil pemilu tahun lalu: Narendra Modi.
Ketika ekonomi semua
negara anggota BRICS (Brazil, Russia, India, China and South Africa)
mengalami kemerosotan, India justru menanjak. Tahun ini pertumbuhan
ekonominya bisa mencapai 6,4 persen.
Modi memang mendapat
kepercayaan internasional. Sebelum terpilih sebagai perdana menteri dalam
pemilu tahun lalu, dia adalah chief minister untuk Negara Bagian Gujarat.
Selama Modi menjadi chief minister (2003–2012), pertumbuhan ekonomi Gujarat
gila-gilaan: 10,3 persen. Modi dikenal sebagai pemimpin yang probisnis.
Saya menyaksikan
sendiri gegap gempita pembangunan di Gujarat tahun 2008. Saya berkunjung ke
Kota Ahmadabad. Saya juga melihat kota baru Gandhiabad yang dibangun dengan
desain amat modern. Termasuk pusat-pusat IT-nya.
India rupanya bernasib
baik. Revolusi ekonomi gelombang pertama yang dimulai tahun 1991 itu akan
diteruskan dengan gelombang kedua. Keberhasilan revolusi pertama itu (dimulai
Manmohan Singh) akan berkelanjutan dengan terpilihnya Modi.
Perjalanan India
mirip-mirip Indonesia. Sejak merdeka pada 1947, India menjalani 45 tahun
pertamanya dengan sulit. Nasionalisme tinggi. Motonya: Swadesi. Sedapat
mungkin tidak perlu impor.
Coca-Cola dipaksa
berpartner dengan perusahaan lokal. Juga harus mau membuka rahasia rasa
Coca-Colanya. Pengetahuan itu penting untuk ditransfer ke dalam negeri.
Coca-Cola akhirnya meninggalkan India. Demikian juga IBM.
Akhir tahun 1980,
India nyaris bangkrut. Cadangan devisanya tinggal USD 1 miliar. Hanya cukup untuk
impor bahan dua minggu. Kemiskinan luar biasa.
Maka disadarilah untuk
berubah haluan.
Tahun 1991 Partai
Kongres menang pemilu. Narasimha Rao terpilih sebagai perdana menteri. Dia
seorang advokat lulusan Inggris, tapi sejarah mencatatnya sebagai ”Bapak
Reformasi Ekonomi India”. Dunia mengenalnya sebagai ”penghancur perizinan”.
Segala macam keruwetan perizinan di bidang usaha dia sederhanakan.
Rao berani mengangkat
seorang menteri keuangan yang ternyata dia benar: Manmohan Singh. Dia adalah
ekonom lulusan dua perguruan tinggi terbaik di dunia sekaligus: Cambridge dan
Oxford. Dengan prestasi kelulusan terbaik.
Rao dibilang benar
karena kelak terbukti Manmohan Singh berhasil terpilih sebagai perdana
menteri India. Bahkan perdana menteri terlama berkat kesuksesannya: sepuluh
tahun (2004–2014).
Revolusi ekonomi
gelombang pertama itu membuat India berubah. Kemajuan IT-nya sudah diketahui
luas. Cadangan devisanya naik 50 kali lipat. GDP-nya naik empat kali lipat.
Kelas menengahnya?
Tumbuh seperti bunyi gendang India. Kini India memiliki 250 juta konsumen
kelas menengah. Inilah modal kemajuan ekonomi ke depan. Apalagi, struktur
demografinya sangat mendukung: separo dari jumlah penduduknya yang 1,2 miliar
adalah anak berusia di bawah 25 tahun. Ekonom melihat ini sebagai ”bonus
demografi”. Kalau umur orang India dibuat rata-rata, komposisinya terbaik di
dunia: 29 tahun. Umur rata-rata di Tiongkok 36 tahun.
India sungguh
beruntung. Pemenang pemilu tahun lalu memang dari partai yang berlawanan,
tapi ideologi pembangunannya sama: pembangunan ekonomi.
Bahkan kini lebih
probisnis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar