Bahaya
Pernyataan Divisive
Imam Shamsi Ali ; Presiden Nusantara Foundation
|
KORAN
SINDO, 01 Februari 2018
DALAM sebuah sabdanya, Nabi Muhammad
SAW pernah mengingatkan: “Barangsiapa yang bisa mengontrol lidahnya surga
dijamin baginya”. Pernyataan Baginda Rasulullah SAW itu sangat mendasar,
khususnya dalam konteks hubungan antarmanusia, dan lebih khusus lagi ketika
hubungan itu berkaitan dengan publik kemasyarakatan.
Kata pepatah: “lidahmu harimaumu”.
Lidah bisa menjadi kunci perdamaian dunia. Tapi lidah juga bisa menjadi
pemicu peperangan antarmanusia.
Peranan lidah yang krusial dalam
kehidupan manusia itu menjadikannya salah satu objek yang dipakai sebagai
sumpah Allah dalam Alquran. Sebagaimana difirmankan: “wa lisaanan wa
syafataen” (demi lisan dan kedua bibir).
Oleh karenanya setiap kata yang terucap
oleh lisan atau lidah terjaga ketat oleh dua malaikat. Sebagaimana
firman-Nya: “dan tidaklah terucap sebuah kata kecuali ada malaikat Raqib dan
Atid (mencatatnya)".
Sedemikian sensitifnya ucapan atau
kata-kata sehingga mewakili seluruh perilaku manusia. Karena sesungguhnya
yang dicatat oleh kedua malaikat Raqib dan Atid itu adalah seluruh perilaku
manusia, baik dalam kata maupun dalam aksi.
Ucapan Tokoh
Di sinilah pentingnya kita saling
mengingatkan untuk menjaga lisan atau kata. Apalagi jika kata itu dalam
bentuk pernyataan seorang tokoh, baik tokoh agama maupun tokoh politik.
Karena pernyataan seorang tokoh itu sangat sensitif dan akan berdampak luas
kepada khalayak publik.
Seorang tokoh seharusnya bijak dalam
berkata dan berperilaku. Sebab kata dan perilakunya akan menjadi panutan di
satu sisi, dan akan cepat mendapat penilaian publik di sisi lain. Apakah itu
positif atau sebaliknya negatif.
Yang paling berbahaya adalah ketika
pernyataan publik itu terlontar dari seorang tokoh nasional, dan mengarah
kepada pernyataan divisive.
Ambillah sebagai contoh ketika seorang
tokoh mengatakan bahwa di negara Indonesia ini hanya orang-orang Islam yang
tergabung dalam dua organisasi yang dianggap loyal kepada negara, yaitu warga
Muhammadiyah dan warga NU. Dan karenanya kerja sama dan dukungan pemerintah
hanya ditujukan kepada kedua organisasi ini.
Semakin runyam ketika ditambah dengan
penekanan bahwa selain kedua organisasi ini tidak loyal dan cenderung
melakukan makar kepada negara. Dan karenanya harus diamati dan diawasi.
Di negara ini ada 200 juta lebih umat
Islam. Sementara yang tergabung dalam dua organisasi besar itu hanya sekitar
70 juta umat. Lalu apakah 130-an juta anggota umat di negara ini tidak loyal
dan berbahaya kepada negara?
Jelas pernyataan ini sangat tidak
sensitif dan tidak realistis. Bahkan boleh jadi menjadi pernyataan divisive
yang membawa kepada perpecahan dan permusuhah di antara elemen-elemen bangsa.
Pernyataan seperti itu jelas
membangkitkan kecurigaan di antara elemen-elemen bangsa, khususnya dalam
tubuh umat Islam. Sebab selain Muhammadiyah dan NU, akan merasa dianaktirikan
dan dikucilkan, bahkan dianggap berbahaya dan tidak loyal kepada negara.
Pernyataan ini juga sekaligus
merendahkan nilai ukhuwah dan kesatuan umat. Seolah umat ini dalam menyikapi
negara saling berlawanan. Ada yang loyal dan tidak sedikit pula yang
berbahaya kepada negara.
Umat Islam sadar akan keragaman yang
ada dalam tubuh umat. Baik itu keragaman pemikiran dan pemahaman keagamaan,
maupun keragaman dalam organisasi sosial kemasyarakatan. Tapi satu hal yang
secara mendasar dipahami oleh umat ini adalah bahwa semuanya bersatu dan ber-ukhuwah
dalam membangun loyalitas kepada agama dan negara.
Loyalitas dan kecintaan umat Islam
tidak terpilah-pilah dan tersekat-sekat di antara kompartmen agama dan
negara. Sebab umat jugalah dalam sejarah merebut kemerdekaan,
mempertahankannya, hingga kepada membangun dan mengisi kemerdekaan berada di
garda terdepan.
Ambillah sebagai misal perumusan
Pancasila dan UUD 45 melibatkan ulama-ulama besar, baik dari kalangan
Muhammadiyah, NU dan elemen-elemen umat lainnya. Dan karenanya merupakan
sebuah blunder jika menyatakan bahwa mayoritas umat ini tidak loyal kepada
negara, Pancasila, UUD 45 dan NKRI. Khawatirnya pernyataan ini ditangkap oleh
umat sebagai bentuk kriminalisasi umat. Semoga tidak! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar