Teologi
Maut Vs Teologi Pascasekuler
Otto Gusti ; Dosen
Filsafat dan HAM di STFK Ledalero, Maumere, Flores;
Alumnus
Hochschule für Philosophie, Muenchen, Jerman
|
MEDIA
INDONESIA, 11 April 2017
“TEOLOGI maut, berani mati karena tidak berani hidup,
memonopoli kebenaran bahwa di luar kami haram.” Demikian pernyataan Ahmad
Syafii Maarif dalam acara Seminar Indonesia di Persimpangan: Antara Negara
Pancasila Vs Negara Agama (Media Indonesia, 9/4/2017). Kecemasan mantan Ketua
PP Muhammadiyah ini sedang menjadi ancaman bagi tatanan hidup bersama
bangsa Indonesia. Keberagaman tak lagi ditafsir sebagai kekayaan, melainkan
penyimpangan atau perkara haram yang harus diselesaikan lewat pendekatan
monopoli kebenaran. Ancaman atas kebinekaan tidak terbatas pada tataran
diskursus ideologis perihal monopoli kebenaran. Para pengusung peti mayat
pluralisme tak segan-segan menampilkan premanisme dan kekerasan fisik di
ruang publik. Ketegasan aparat kepolisian dan penegak hukum lainnya dalam
menumpas terorisme tak mampu membuat gentar para penganut teologi maut.
Sebaliknya mereka berani mengambil jalan ekstrem yakni
menempuh ajal demi membela ideologinya. Kesungguhan aparat kepolisian dalam
membasmi terorisme bermuara pada aksi balas dendam. Pemandangan ini
dipertontonkan di hutan Jatipeteng, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, pada Sabtu,
8 April 2017. Sekelompok teroris yang menumpang mobil jip melepaskan
tembakan ke arah polisi lalu lintas Kepolisian Resor (Polres) Tuban yang
sedang bertugas.
Teologi maut dan krisis
Pendekatan keamanan dan penegakan hukum semata belum cukup
untuk mengatasi penyebaran doktrin teologi maut. Para pengagum dan pemuja
teologi maut tak dapat secara parsial dipandang hanya sebagai pelaku
kekerasan. Mereka juga sesungguhnya korban krisis multidimensional yang
tengah mendera bangsa Indonesia. Tanpa mengabaikan kerja keras rezim
Jokowi-JK mengatasi pelbagai persoalan bangsa, masalah kemiskinan,
kesenjangan antara kelompok kaya dan miskin, serta ketidakadilan distribusi
kesejahteraan tetap menjadi isu krusial. Di tengah impitan kondisi sosiementara itu, skenario perampokan uang pajak rakyat lewat
proyek KTP-E oleh anggota legislatif semakin memperteguh keyakinan publik
tentang ambruknya moralitas para wakil rakyat. Masyarakat sedang
bertanya-tanya, apakah bangsa ini memang masih membutuhkan sebuah lembaga
wakil rakyat atau lebih bermartabat jika dibubarkan saja. Sejumlah pemikir
sosial berpandangan, gerakan fundamentalisme agama dan terorisme berkorelasi
dengan krisis multidimensional yang dihadapi masyarakat modern. Seorang
sosiolog penting awal abad ke-20, Max Weber (1864-1920), mendeskripsikan
perkembangan masyarakat modern yang ditandai dengan privatisasi agama dan
krisis nilai. Krisis tersebut merupakan reaksi atas berkembangnya proses
rasionalisasi kehidupan sebagai dampak dari dominasi rasionalitas
instrumental yang berciri efisiensi. Modernitas juga, demikian Weber, telah
mendorong terjadinya proses entzauberung
der welt (raibnya daya gaib dunia) sebagai akibat dari kritik ilmu
pengetahuan atau proses demitologisasi atas gambaran dunia yang mitis-magis.
Dalam kategori efisiensi dan dominasi ilmu pengetahuan,
agama, mitos dan pertanyaan tentang nilai tidak mendapat tempat dalam arena
diskursif rasional dan dijadikan sebagai perkara keselamatan jiwa pribadi.
Tak ada dialog yang setara dan demokratis antara ilmu pengetahuan dan agama,
antara akal budi dan iman. Teologi maut lahir dan berkembang ketika ilmu
pengetahuan secara positivistik menutup diri dan menolak status ilmiah
pertanyaan-pertanyaan teologis. Di Indonesia, tendensi positivistik dan
pemahaman ilmu pengetahuan yang sempit antara lain tampak dalam anjuran untuk
memindahkan urusan fakultas atau sekolah tinggi ilmu teologi dari Kementerian
Riset dan Pendidikan Tinggi ke Kementerian Agama. Argumentasi dari para
penganjur, teologi bukan ilmu pengetahuan, melainkan hanya urusan agama. Di
sisi lain, teologi maut bertumbuh subur dalam naungan paradigma di saat agama
menutup diri terhadap cahaya nalar dan menilai ilmu pengetahuan dan peradaban
modern sebagai karya iblis yang harus dilawan. Teologi maut adalah jalan
untuk membangun kembali ‘moralitas’ agama dengan jalan kekerasan sekalipun.
Teologi pascasekuler
Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk meredam arus
penyebaran teologi maut ialah membuka ruang komunikasi antara nalar dan
teologi, antara akal budi dan iman. Secara institusional, ruang dialog ini
dapat dan sudah dijalankan secara sistematis oleh fakultas-fakultas teologi
di Indonesia. Peran negara ialah mendukung usaha itu dan menjamin selalu
adanya kondisi kebebasan akademis sesuai standar internasional yang berlaku.
Komitmen dan kesungguhan negara untuk mempertahankan kebinekaan menjadi nyata
ketika tidak mengintervensi ranah kebebasan akademik fakultas teologi dengan
alasan pertimbangan ideologis sektarian atau politik kekuasaan. Pengembangan
ilmu teologi berperan penting dalam menumbuhkan daya kritis agama-agama di
ruang publik. Dalam tradisi universitas di Barat, teologi berkembang menjadi
satu disiplin ilmu pengetahuan di antara bidang-bidang ilmu pengetahuan
lainnya pada abad ke-13. Sejak masa itu teologi berkembang menjadi salah satu
lokus kebebasan riset ilmiah dan ruang deskripsi sintesis atas pandangan dan
doktrin-doktrin agama.
Proses rasionalisasi agama lewat teologi ini tentu saja
menimbulkan krisis dan konflik internal dalam lembaga agama itu sendiri. Hal
ini berdampak pada kritik diri dan kritik makna di dalam agama baik sebagai
institusi maupun sebagai sikap hidup personal. Iklim seperti ini pada
gilirannya melahirkan cara berpikir rasional dan bebas yang dapat menghadang
lajunya penyebaran teologi maut. Privatisasi kesalehan yang menjadi karakter
teologi maut harus bertransformasi menjadi teologi pascasekuler yang memberi
penekan pada kesalehan publik. Doa dan praktik keagamaan pun berdampak pada
kualitas moralitas publik. Doa bukan sekadar praktik formal-ritual yang steril
terhadap masalah sosial. Agama harus melampaui kesalehan privat dan menjadi
sumber inspirasi dalam mengatasi masalah-masalah etika, sosial, dan moral
yang mendera bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar