Siapa
Peduli Penyiaran Komunitas
Ignatius Haryanto ; Anggota Koalisi Nasional untuk Reformasi Penyiaran
|
TEMPO.CO,
08 Februari
2018
Masih
banyak pihak yang menyangsikan peran lembaga penyiaran komunitas (LPK),
padahal prestasi dan reputasi mereka tak kalah penting dibanding media arus
utama. Sayangnya, bahkan para pembuat regulasi penyiaran pun tak menganggap
penting peran mereka.
LPK
tak dihargai dan tak diberi ruang yang lebih luas untuk berkreasi dalam
Rancangan Undang-Undang Penyiaran. Sebaliknya, RUU Penyiaran malah
menyodorkan konsep lembaga penyiaran lain yang justru sangat ambigu, yaitu
Lembaga Penyiaran Khusus, yang nantinya akan menampung siaran yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga negara dan partai politik. Ini salah kaprah karena
lembaga tersebut seolah-olah mengamini bahwa penyiaran bisa dikuasai oleh
politikus, yang notabene juga adalah pemilik media, dan, konsekuensinya,
penyiaran pun dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan politik pemiliknya.
Kita
justru berharap LPK akan makin tumbuh karena ia menawarkan keragaman bagi
masyarakat. Warna lokal atau spesifiknya menjadi alternatif bagi lembaga
penyiaran arus utama yang isinya sangat "Jakarta-sentris".
Siarannya memiliki arti besar bagi masyarakat petani di pegunungan, pesisir
pantai, ataupun urban. Saat bencana alam terjadi, apa yang disiarkan oleh LPK
memberi informasi yang sangat bisa diandalkan untuk membantu masyarakat saat
evakuasi dan sesudahnya.
Laporan
Dinamika Radio Komunitas, riset yang saya lakukan bersama Juvensius Ramdojo
pada 2009, menunjukkan bahwa beberapa pengelola LPK, khususnya radio
komunitas, mendirikan lembaga tersebut karena tak paham dengan isi siaran
televisi yang dipancarkan dari Jakarta. Mereka merasa isi tayangan itu asing
bagi mereka yang tinggal di Jawa Barat bagian selatan, yang terlalu jauh dari
Ibu Kota. Itulah motivasi mereka mendirikan LPK.
Berbagai
kisah tentang peran besar LPK sudah banyak beredar. Misalnya tentang LPK di
Nusa Tenggara Barat yang menjadi tumpuan para tenaga kerja wanita di luar
negeri untuk mengirim uang ke kampung halamannya. Uang ini dititipkan via
kepala desa, yang kebetulan juga mengelola LPK. Setiap kali ada kiriman
datang, hal itu akan diumumkan dalam siarannya.
LPK
di Indonesia sering dipandang sebelah mata karena tak memiliki manajemen yang
baik, terkadang sangat bergantung pada keaktifan satu-dua pengurus saja,
bersifat voluntaristik, dan tidak disiplin. Jika alat mereka rusak, siaran
mereka pun akan padam lama karena tak punya dana untuk memperbaikinya. Belum
lagi soal daya jangkau siaran, yang hanya dalam radius 2 kilometer jauhnya.
Terlepas
dari kesederhanaannya, LPK berpotensi besar untuk memberdayakan masyarakat
setempat, merevitalisasi budaya lokal, dan membuka ruang untuk informasi
pendidikan serta kesehatan yang kontekstual bagi pendengarnya. Bahkan, dalam
sejumlah peristiwa bencana, informasi yang berasal dari LPK lebih bisa
diandalkan daripada informasi media arus utama sekalipun. Hal ini sudah
terbukti dengan kehadiran LPK di sekitar Gunung Merapi, Yogyakarta, dan
Gunung Sinabung, Sumatera Utara.
Saat
ini LPK pun makin berkembang dengan adanya Internet. Dengan Internet, LPK
bisa melipatgandakan jangkauan siaran sehingga bisa menjangkau pendengar yang
lebih beragam. Media baru yang mereka miliki tak meniadakan media lamanya,
tapi saling mengisi bagi pemenuhan fungsinya.
Studi
yang dilakukan Combine Resource Institute pada 2016, "Pergulatan Media
Komunitas di Tengah Arus Media Baru", menunjukkan bahwa Internet
dimaknai berbeda-beda oleh sejumlah LPK, tapi keberadaan media baru tak
menghalangi perkembangan LPK. Dengan demikian, media baru akan mendukung
terus kegiatan LPK.
Kesadaran
akan potensi media baru tak merata di kalangan pengelola LPK. Tapi, bagi
mereka yang sadar akan potensinya, maka media baru sangat bisa dimanfaatkan
untuk melayani kepentingan masyarakat setempat. Mungkin saja jumlah LPK
sekarang tidak sebanyak ketika keran reformasi dibuka, tapi fungsi dan peran
lembaga itulah yang perlu ditekankan.
Kita
seharusnya memberi perhatian agar eksistensi LPK terus berlanjut. Regulator
penyiaran juga perlu mempertimbangkan hal ini dengan masak-masak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar