Meningkatkan
Efektivitas Pembagian Lahan
Agus Herta Sumarto ; Peneliti Indef;
Direktur Eksekutif Institute for
Public Policy Management Universitas Mercu Buana
|
MEDIA
INDONESIA, 04 April 2017
PADA akhir Maret 2017 pemerintah mengumumkan akan
melakukan pembagian lahan seluas 12,7 juta hektare kepada masyarakat. Tujuan
utama dari program ini ialah mengurangi tingkat kesenjangan kepemilikan lahan
antarmasyarakat yang sudah sangat mengkhawatirkan sekaligus sebagai upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat perdesaan. Langkah
Presiden Jokowi ini merupakan terobosan dan langkah berani di tengah
kesenjangan kepemilikan lahan yang sangat timpang. Oleh karena itu, langkah
Presiden itu perlu diapresiasi dan didukung oleh semua pihak.
Sebagaimana diketahui bahwa saat ini ketimpangan
kepemilikan lahan sudah sangat mengkhawatirkan. Angka Gini ratio kepemilikan
tanah sudah tergolong sangat ekstrem, sangat senjang, dan telah menimbulkan
permasalahan sosial ekonomi yang kritis. Menurut hasil Sensus Pertanian 2013
yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), angka Gini ratio kepemilikan
tanah mencapai 0,64 atau masuk kategori sangat timpang. Selain sebagai upaya
mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan, langkah pemerintah itu dilakukan guna
mengurangi tingkat kesenjangan ekonomi yang juga tinggi. Dalam enam tahun
terakhir, angka Gini ratio ekonomi Indonesia sudah masuk kategori ketimpangan
menengah. Sejak 2011, angka Gini ratio Indonesia sudah menembus angka 0,4 dan
angka tersebut bertahan sampai sekarang.
Hal itu menunjukkan ketimpangan antara penduduk kaya dan
miskin semakin melebar. Bahkan laporan ketimpangan Indonesia yang dibuat
Oxfam Indonesia bersama International NGO Forum on Indonesia Development
(INFID) menunjukkan kenyataan yang sangat mengejutkan sekaligus
mengkhawatirkan. Menurut laporan dari Oxfam dan INFID tersebut, harta dari
empat orang terkaya Indonesia setara dengan gabungan dari harta 100 juta
orang miskin di Indonesia. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi
selama ini hanya dinikmati segelintir orang saja. Oleh karena itu, langkah
pemerintahan Jokowi untuk membagikan lahan kepada masyarakat itu merupakan
langkah nyata yang harus segera dilaksanakan. Namun, pembagian lahan ini
bukanlah solusi tunggal dan terbebas dari variabel kebijakan lainnya.
Keberhasilan program pembagian lahan ini akan sangat
dipengaruhi variabel pendukungnya. Pembagian lahan ini secara langsung akan
mendorong masyarakat untuk masuk ke sektor pertanian yang selama ini memiliki
produktivitas yang rendah dan menjadi sumber kemiskinan Indonesia. Selama ini
masyarakat miskin di Indonesia mayoritas berasal dari wilayah perdesaan yang
notabene ialah masyarakat petani. Dari sebanyak 27,76 juta masyarakat yang
hidup di bawah garis kemiskinan, 62,22% berasal dari wilayah perdesaan yang
hampir semuanya sumber penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Jika
kondisi sektor pertanian tidak diperbaiki, mendorong masyarakat Indonesia
menjadi petani sama halnya mendorong mereka ke dalam jurang kemiskinan,
ibarat keluar dari mulut buaya masuk ke mulut harimau. Di samping produktivitas yang rendah, hampir semua produk
sektor pertanian Indonesia belum berdaya saing.
Bahkan beberapa komoditas pangan masyarakat Indonesia
seperti beras, jagung, dan kedelai jauh lebih mahal daripada komoditas
sejenis dari negara tetangga. Rendahnya daya saing komoditas pertanian
Indonesia setidaknya disebabkan tiga faktor utama, yaitu kondisi
infrastruktur yang tidak memadai, harga input produksi yang tinggi serta ketersediaannya
yang tidak pasti, dan kondisi pasar yang tidak mendukung petani. Kondisi
infrastruktur pertanian yang tidak memadai menjadikan biaya logistik menjadi
sangat mahal, bahkan bisa mencapai 30% dari total biaya produksi. Setidaknya
ada dua infrastruktur pertanian yang harus menjadi perhatian utama
pemerintah, yaitu infrastruktur irigasi dan infrastruktur transportasi yang
menghubungkan daerah sentra pertanian dengan pasarnya. Infrastruktur irigasi
yang ada saat ini hampir semuanya warisan Orde Baru yang efektivitasnya sudah
sangat rendah karena termakan oleh usia. Bahkan beberapa infrastruktur irigasi sudah tidak
berfungsi atau sudah tidak diketahui keberadaannya.
Faktor kedua yang harus
diperhatikan pemerintah untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian adalah
ketersediaan dan harga input produksi. Tidak jarang beberapa input produksi
seperti pupuk dan bibit yang berkualitas ketersediaannya langka yang pada
akhirnya memicu kenaikan harga. Para petani akhirnya dengan terpaksa membeli
input produksi dengan harga yang tinggi guna menjaga siklus produksinya. Hal
itu akhirnya menghadapkan petani pada dua kondisi yang tidak menguntungkan.
Menaikkan harga hasil panen dengan konsekuensi tidak laku di pasar karena
kalah saing dengan produk impor atau mengurangi tingkat keuntungan yang
mengakibatkan petani secara riil mengalami kerugian karena biaya produksi
lebih mahal dari harga jualnya. Faktor ketiga yang harus diperhatikan
pemerintah untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian ialah menciptakan
pasar yang kompetitif dan menguntungkan petani.
Selama ini pasar dikuasai para tengkulak, pengepul, dan
pedagang dengan skala besar. Sering kali para petani harus menjual hasil
panen mereka ke para pengepul dan tengkulak dengan harga yang rendah karena
para petani tidak memiliki daya tawar yang kuat. Untuk memulai produksi,
sering kali petani tidak memiliki modal yang cukup. Akibat kondisi itu para
petani biasanya meminjam modal dari para pengepul dan tengkulak dengan
perjanjian ketika panen, hasil panennya dijual ke para pengepul dan tengkulak
tersebut dengan harga yang ditentukan para pengepul dan tengkulak. Oleh
karena itu, untuk mengurangi tingkat kesenjangan ekonomi itu pemerintahan
Jokowi tidak boleh sekadar melakukan pembagian lahan tanpa dibarengi kebijakan
pendukungnya.
Pembagian lahan merupakan program yang harus dilakukan
pemerintah. Namun, program tersebut hanya akan efektif jika pemerintah mampu
mengeluarkan kebijakan lain yang menjadi faktor pendukungnya. Jika merunut
pada permasalahan yang dihadapi sektor pertanian, paling tidak pemerintah
harus mengeluarkan tiga paket kebijakan, yaitu kebijakan pembangunan
infrastruktur pendukung sektor pertanian, pengendalian harga dan ketersediaan
input produksi sektor pertanian, serta pengendalian kondisi pasar supaya bisa
menguntungkan semua pihak, baik petani, pedagang, maupun konsumen. Jika hal
itu bisa dilakukan, mengurangi tingkat kesenjangan ekonomi melalui program
pembagian lahan akan tercapai secara optimal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar