Menguatkan
Akar Pendidikan dari Rumah
Muazzah Muhammad ; Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie, Aceh;
Mahasiswa Program Master Bidang
Pendidikan Tempere University, Finlandia
|
MEDIA
INDONESIA, 03 April 2017
BERADA tiga pekan di Tampere, Finlandia, bersama 29 teman
guru Sekolah Sukma Bangsa membuat saya takjub. Berbagai konfirmasi atas
unggulnya sistem pendidikan Finlandia saya dapatkan selama melakukan
kunjungan ke beberapa sekolah, mulai pendidikan dini usia hingga tingkat
atas. Sistem pendidikan sangat matang dan sangat pantas diadopsi di RI untuk
memperbaiki tatanan pendidikan dan aspek kehidupan lainnya.
Menempatkan pendidikan sebagai megaproyek yang
terintegrasi dengan berbagai bidang lainnya menjadi prioritas ‘Negeri
Seribu Danau’ ini. Setiap sekolah terintegrasi pada sistem penunjang,
seperti kesehatan, telekomunikasi, dan transportasi. Tidak main-main, semua
jenjang pendidikan digratiskan, bahkan buku teks, alat tulis, hingga makan
siang disediakan percuma untuk siswa pendidikan dasar. Banyaknya kemudahan
dan fasilitas untuk siswa jelas membutuhkan biaya besar dan hal itu ditutupi
pajak negara yang cukup tinggi.
Berbeda dengan Indonesia, pendidikan hanya menjadi bisnis
kementerian pendidikan dan sekolah sehingga semua kebutuhan pendukung lainnya
harus dipikirkan dan ditanggung sendiri oleh penanggung jawab pendidikan.
Karena itu, wajar jika sekolah tidak mampu men-capture semua kebutuhan siswa
mereka. Anggaran yang diberikan pusat untuk sekolah juga ‘pukul rata’ tanpa melihat
secara detail kebutuhan tiap sekolah. Sebaliknya, di Finlandia, sekolah
mendapatkan anggaran dari pemerintah tidak hanya berdasarkan jumlah siswa,
tetapi juga berdasarkan kebutuhan spesifik sekolah-sekolah itu.
Fasilitas untuk keluarga
Setiap sekolah di Finlandia dilengkapi health care, yang
secara rutin memeriksa status kesehatan anak sejak masih dalam kandungan
ibunya. Bahkan lebih dari itu, setiap ibu hamil diberi tunjangan jika
mendaftarkan diri di klinik kesehatan sekolah terdekat. Tidak sekadar
memeriksa kehamilan, si ibu juga diberi berbagai pengetahuan seputar
kehamilan dan pascapersalinan. Dengan begitu, setiap anak akan punya catatan
kesehatan yang lengkap dan dapat digunakan sebagai data penunjang saat
mengenyam pendidikan.
Health care juga concern pada pendidikan kesehatan bagi
orangtua: ibu dan ayah. Selain itu, konsultasi bersama psikolog dan terapis
juga disediakan bagi orangtua yang kesulitan dalam pengasuhan dan
pendampingan belajar anaknya. Selanjutnya, bagi anak berkebutuhan khusus,
fasilitas pendukung seperti kursi roda, buku audio, dan komputer tunanetra
juga disediakan Negara.
Selain fasilitas itu, setiap anak sekolah di Finlandia
juga mendapatkan sarapan untuk siswa PAUD dan TK, makan siang bagi siswa
SD, SMP, dan SMA. Karena pemerintah sadar, bahwa orangtua anak-anak itu juga
bekerja melayani banyak orang. Saling support di seluruh aspek kehidupan
membantu guru dan profesi lainnya lebih fokus pada pekerjaan mereka.
Melibatkan keluarga
Sekolah-sekolah di Finlandia melibatkan orangtua dalam
proses pendidikan anak. Di setiap awal tahun ajaran baru, orangtua
mendapatkan informasi lengkap tentang materi dan kegiatan yang akan
dilakukan anak mereka selama setahun. Setiap anak akan diberi lesson plan
tersendiri, tidak sama dengan teman-temannya. Hal itu disebabkan setiap
anak punya kebutuhan berbeda dengan anak lainnya.
Tidak hanya itu, saran dan masukan orangtua juga sangat
dipertimbangkan karena sekolah sadar bahwa orang yang paling mengerti si anak
ialah orangtuanya. Bahkan saat sekolah ingin mengambil keputusan tentang
pencapaian dan penempatan kelas seorang anak, keputusan orangtualah yang
menjadi penentu akhir.
Namun begitu, pihak sekolah tetap memberikan saran,
gambaran, dan berbagai pertimbangan lainnya. Hal itu sangat bertolak
belakang dengan kondisi di Indonesia karena sekolah terlalu sering dan
merasa paling tahu tentang pencapaian seorang siswa.
Mendengarkan sendiri penuturan dari seorang guest
lecture yang merupakan ibu tiga anak yang berkebutuhan khusus, pada salah
satu mata kuliah yang saya ikuti, semakin memperkuat evidence betapa mapannya
sistem pendidikan di Finlandia. Sang guru tamu memaparkan cara pendampingan
dan kerja sama keluarganya yang begitu intens dengan pihak sekolah
putra-putra mereka. Diagnosis tentang ketiga anaknya didapat sejak usia dini,
melalui pemantauan dan hasil pemeriksaan pihak sekolah dan paramedis.
Memiliki anak-anak dengan gangguan konsentrasi dan
atensi/ADHD, autis, dan epilepsi tidak menjadikannya minder. Bahkan memicu
semangat belajarnya hingga ia memutuskan melanjutkan pendidikan di bidang
pendidikan inklusif, berhenti bekerja sebagai engineer, dan terus belajar
agar mampu mendampingi anaknya dengan benar.
Ia hanya satu dari banyaknya ibu hebat dan mau terus
belajar untuk mendukung pendidikan anak-anak mereka. Ada banyak ibu dan ayah
muda yang berkuliah sambil membawa anak ke kampus. Day care disediakan untuk
membantu para ibu tetap mampu menempuh pendidikan tingginya. Seperti kita
tahu bahwa ibu adalah ‘awalul madrasah’ bagi semua anaknya. Karena itu, tidak
heran jika mutu pendidikan di Finlandia unggul dan patut dicontoh.
Memberikan kesempatan setinggi-tingginya bagi setiap
warga negara untuk memperkaya diri dengan ilmu akan menjadikan setiap
keluarga memiliki akar pendidikan sangat kuat. Gagal di bidang pendidikan
akan menyebabkan kegagalan pada semua aspek kehidupan. Semoga
keluarga-keluarga di RI mampu mengikuti jejak keluarga-keluarga di Finlandia
dalam kecintaannya menuntut ilmu sehingga generasi berikutnya semakin unggul
dan siap menghadapi kemajuan dan persaingan globalisasi.
Selain itu, saya juga berharap pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus menginisiasi program
penguatan kapasitas orangtua untuk peduli dengan pendidikan anak-anak mereka.
Ketiadaan program parenting education di tingkat sekolah yang disatukan
dengan skema pembiayaan sekolah berbasis sekolah perlu dimulai.
Agar segitiga stakeholder pendidikan, yaitu orangtua,
sekolah, dan pemerintah, dapat menjalankan fungsi mereka sesuai dengan
kapasitas, hak dan tanggung jawab mereka. Jika itu dilakukan, tak akan ada
lagi orangtua yang takut akan kegagalan anak-anak mereka.
Tak mudah menjadi orangtua dan guru, apalagi di zaman
seperti sekarang ini ketika daya kritis dan fantasi anak berkembang lebih
cepat daripada masa dulu. Karena itu, baik juga bagi kita untuk merenungkan
nasihat Rachel Carson: “If a child is to keep alive his inborn sense of
wonder, he needs the companionship of at least one adult who can share it,
rediscovering with him the joy, excitement and mystery of the world we live
in.”
Dalam mendidik, membiarkan anak menerawang dan
berangan-angan ialah salah satu kunci sukses bahwa seorang anak memiliki
mimpi dan cita-cita. Namun, seperti kutipan itu, kita tak seharusnya
membiarkan angan-angan mereka berkeliaran secara liar tanpa pendampingan yang
cukup dalam rangka membimbing angan-angan itu. Karena itu, tugas kita sebagai
orangtua dan guru memberikan respons yang positif, termasuk di antaranya
memberikan kritik dan pengingat jika angan-angan itu berlebihan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar