Ubuntu
Trias Kuncahyono ; Penulis
Kolom “Kredensial” Kompas Minggu
|
KOMPAS, 19 April 2015
Bung Karno, bersetelan putih-putih dengan dasi hitam, kopiah
hitam, berdiri di atas podium. Pandangan matanya tegas menatap bola dunia di
depannya. Di belakangnya duduk berjajar, dari kiri—Jawaharlal Nehru (Perdana
Menteri India), U Nu (PM Burma), Mohammad Hatta (Wakil Presiden RI), kursi
kosong untuk Bung Karno, Ali Sastroamidjojo (PM Indonesia), John Kotelawala
(PM Ceylon), dan Muhammad Ali Bogra (PM Pakistan). Di belakang mereka
berderet 29 negara peserta Konferensi Asia Afrika 1955.
Saat itu, pukul 10.20 WIB, Bung Karno menyampaikan pidato
pembukaan Konferensi Asia Afrika, 18 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung.
Pidato bersejarah itu diberi judul Let A New Asia And a New Africa be
Born—Marilah Kita Lahirkan Asia dan Afrika Baru. Inilah peristiwa historis
yang mempertemukan dan mempersatukan ideologi baru negara-negara Asia Afrika:
nasionalisme, agama, dan kemanusiaan. Ideologi yang ditegakkan oleh negara-negara
bekas jajahan di tengah pertarungan kekuatan Barat (kapitalisme) dan Timur
(komunisme).
Harian The Christian
Science Monitor, koran AS, ketika itu menulis: ”Barat tak diikutsertakan. Tekanannya pada bangsa-bangsa kulit
berwarna. Dan, bagi Asia ini berarti bahwa akhirnya martabat Asia ditentukan
di Asia, dan bukan di Geneva, atau Paris, atau London, dan Washington.
Kolonialisme dibuang dan tak disentuh lagi. Asia bebas. Ini barangkali
peristiwa bersejarah dalam abad kita.”
Dan, pada hari Selasa, 14 April 2015, di tempat yang
sama—sekarang dijadikan sebagai Museum KAA—Duta Besar Afrika Selatan untuk
Indonesia Pakamisa Augustine Sifuba menyinggung kembali salah satu ideologi
yang dipersatukan dalam KAA, 60 tahun silam: kemanusiaan. Semangat kemanusiaan, yang dalam bahasa Afrika Selatan disebut
ubuntu.
Ubuntu adalah sebuah term dalam bahasa Nguni Bantu (salah satu bahasa di Afrika Selatan) yang bisa
diartikan sebagai ’kebaikan hati manusia’. Secara harfiah, ubuntu berarti
’kemanusiaan’ dan sering diterjemahkan sebagai ’kemanusiaan bagi sesama’.
Dalam bahasa Xhosa, salah satu dari 11 bahasa resmi di Afrika Selatan, ada
kata-kata bijak yang berbunyi, Umntu
ngumntu ngabanye abantu—manusia tumbuh kemanusiaannya karena ada manusia
lain. Saya manusia karena saya menjadi bagian dari komunitas manusia
dan saya memandang serta memperlakukan orang lain pun demikian.
Dengan demikian, ubuntu
adalah prinsip peduli pada setiap ciptaan lain, manusia lain dan semangat
untuk saling mendukung. Setiap kemanusiaan manusia idealnya diungkapkan lewat
hubungannya dengan manusia lain dan lewat pengakuannya atas manusia lain: I Am Because We Are. bunyi kata-kata
bijak dan pepatah Afrika yang menjadi judul film dokumenter tentang anak-anak
yatim piatu di Malawi yang ditinggal mati orangtuanya karena HIV-AIDS.
Prinsip seperti itulah yang sebenarnya melandasi KAA, 60 tahun
silam, dan yang kemudian melahirkan Dasasila Bandung dengan semangat
kesamaan. Karena kesamaan, kata Aristoteles, adalah jiwa persahabatan.
Tetapi, jiwa persahabatan itulah yang kini semakin tipis. Tidak
perlu di tingkat internasional, di tingkat nasional pun semakin tipis karena
orang cenderung mementingkan diri dan kelompok atau golongannya sendiri.
Konflik dalam segala macam bentuknya muncul di mana-mana. Manusia merupakan
serigala bagi sesamanya, demikian kata Thomas Hobbes, yang kini semakin nyata
ada di sekitar kita, ada di Timur Tengah, ada di banyak negara Asia dan
Afrika, ada di mana-mana. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar