Hak
Konstitusional Komjen Pol BG
Menjadi
Pimpinan Polri
Bambang Usadi ; Kepala Biro Analisis Akademik
Lemdikpol
|
KORAN SINDO, 17 April 2015
Kebutuhan pengisian kepemimpinan di institusi Polri mendesak
dilakukan setelah suksesi kepemimpinan Polri terhambat dengan persoalan
politisasi hukum pasca-kepala Polri sebelumnya nonaktif.
Ini mengingat Polri saat ini sedang membutuhkan kehadiran pemimpin
yang memiliki kewenangan dan kekuasaan penuh untuk mengelola segala aktivitas
dan keputusan Polri dalam menjawab berbagai dinamika tantangan keamanan dan
ketertiban masyarakat, penegakan hukum serta kepentingan perlindungan,
pengayoman dan pelayanan masyarakat.
Persoalan suksesi kepemimpinan puncak Polri sempat memanas
terkait isu hukum yang mengemuka ketika Komjen Pol BG yang diajukan menjadi
calon kepala Polri ditetapkan tersangka oleh KPK, kemudian ketika proses
hukum berjalan melalui sidang praperadilan, Komjen Pol BG dinyatakan tidak
tepat ditetapkan sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah tersebut.
Atau, dengan bahasa yang mudah dicerna, Komjen Pol BG telah nyata dizalimi oleh KPK mengingat
penetapan tersangka tersebut sampai menyebabkan hak Komjen Pol BG untuk
menduduki jabatan kepala Polri menjadi terampas.
Gelombang penolakan pencalonan Komjen Pol BG belum berhenti mengingat
pengangkatan Komjen Pol BG tidak dapat dilepaskan dari dua faktor utama yakni
ketidakterimaan atau ketidaknyamanan aktivis dan pemerhati antikorupsi serta
peran berbagai kepentingan dan isu politik secara keseluruhan terhadap
eksistensi pemerintahan saat ini.
Isu tersebut sempat
mereda ketika Presiden memutuskan mengajukan Komjen Badrodin Haiti sebagai
calon kepala Polri baru dan segera menjalani fit and proper test di Dewan Perwakilan Rakyat. Namun, gelombang
penolakan kembali terjadi ketika Komjen Pol BG dikabarkan mendapatkan posisi
sebagai calon wakil kepala Polri mendampingi Komjen Pol Badrodin Haiti,
mengingat kelompok-kelompok kepentingan tersebut menilai aspirasi penolakan
mereka menjadi sia-sia dan tidak mendapatkan tempat selayaknya.
Terlihat sekali kesan penolakan Komjen Pol BG sebagai calon
wakil kepala Polri sudah melampaui proporsionalitas dan rasionalitas hak
konstitusional Komjen Pol BG sebagai anggota Polri untuk dicalonkan dan
dipromosikan pada jabatan tertentu di lingkungan internal Polri, mengingat
sudah tidak ada lagi permasalahan hukum dengan Komjen Pol BG.
Padahal, hak setiap anggota Polri untuk dipromosikan dijamin
berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga memenuhi aspek kepastian hukum
dan keadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Perkap No 16 Tahun 2012
tentang Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan:
“Setiap Anggota mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam Mutasi anggota
baik TOD (tour of duty) atau TOA (tour of area) dengan memperhatikan
persyaratan yang ditetapkan “ . dan Pasal 3 Perkap No 16 Tahun 2012 tentang
Mutasi Anggota Polri menegaskan bahwa proses mutasi anggota Polri mengikuti
prinsip legalitas, akuntabel, keadilan, transparan, objektif, dan
antikorupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sebelumnya tidak pernah terjadi, wacana penunjukan calon
wakil kepala Polri sampai diwacanakan dan menjadi bagian dari aspirasi
anggota Dewan menjelang fit and proper test calon kepala Polri. Tetapi,
pencalonan Komjen Pol BG sebagai wakil kepala Polri sampai menjadi arus
aspirasi utama sebagian besar bahkan dapat dikatakan seluruh anggota Dewan
memiliki harapan serupa meski anggota Dewan memahami bahwa pengangkatan wakil
kepala Polri murni wewenang internal Polri yang ditentukan melalui sidang
Wanjakti.
Ini semestinya disadari bahwa sesungguhnya eksistensi Komjen Pol
BG secara pribadi disukai banyak kalangan, termasuk juga di kalangan internal
anggota Polri. Modal ini sangat esensial dalam membangun pola hubungan kerja
sama yang konstruktif antarlembaga dan di dalam lembaga internal kepolisian
sehingga kinerja kepolisian ke depan seiring, sejalan, dan responsif terhadap
dinamisasi tantangan lokal, regional, dan global yang tidak ringan yang
membutuhkan kompetensi dan kecakapan kepemimpinan yang memadai.
Patut dicatat dan
diketahui bahwa Komjen Pol BG merupakan figur atau sosok perwira tinggi Polri
terbaik saat ini. Pada saat menempuh pendidikan di pendidikan kepolisian dan
Lemhannas, Komjen Pol BG merupakan salah satu siswa yang berprestasi. Pada
masa pemerintahan Presiden SBY saja, Komjen Pol BG mendapatkan dua kali
promosi kenaikan pangkat/bintang dari sebelumnya Brigjen Pol sampai mencapai
pangkat Komjen Pol.
Performance Komjen Pol BG pada saat menghadapi fit and proper test sebagai calon
kepala Polri di DPR juga secara konsisten membuktikan hal tersebut. Belum
lagi, pencapaian berbagai prestasi yang diukir Komjen Pol BG, baik secara
internal maupun eksternal selama bertugas dan menjadi abdi negara di
institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penting untuk ditekankan bahwa pembangunan
dan penggiringan opini yang tidak proporsional sampai merampas hak-hak konstitusional
seseorang dalam sebuah jabatan publik sesungguhnya merupakan bentuk tindakan
yang berlebihan yang tidak boleh dibiarkan.
Aksi tersebut mengabaikan prinsip keadilan dan dapat menimbulkan
ketidakpastian hukum ketatanegaraan dalam bingkai dan cita-cita sebagai
negara hukum, terutama dalam konteks suksesi kepemimpinan lembaga-lembaga
negara, lembaga kementerian, termasuk lembaga negara setingkat kementerian
seperti TNI, Polri, dan kejaksaan.
Mengingat, Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
sebagai penggagas pertama konsep negara hukum menekankan pentingnya
pengelolaan negara berpijak pada aturan dan ketentuan hukum yang berlaku
untuk menjaga negara dikelola secara baik dan menghindari ketidakpastian. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar