Agama
Cepat Saji
Komaruddin Hidayat ; Guru Besar Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah
|
KORAN SINDO, 17 April 2015
Salah satu aspek fundamental agama adalah keyakinan tentang
keabadian jiwa yang disertai tawaran surga dan neraka. Aspek ini kadang
disebut sebagai doktrin eskatologis dan salvation (keselamatan). Jiwa yang
selamat akan masuk surga, yang celaka akan hidup sengsara di neraka. Apakah
hakikat surga dan neraka, di sana banyak ragam tafsiran. Namun, yang umumnya
diyakini adalah ada keabadian jiwa dan balasan baikburuk dari tindakannya
selama hidup di dunia.
Deskripsi dan metafora tentang surga yang disajikan dalam
Alquran memang sangat cocok dan memikat bagi masyarakat padang pasir yang
damba pada istana di atas padang luas nan hijau, dikelilingi sungai dan taman
buah yang subur. Karena karakter masyarakat padang pasir yang didominasi kaum
laki, deskripsi surga juga terasa yang diutamakan pembaca laki-laki. Makanya,
di surga tersedia bidadari yang cantik-cantik. Jadi, apa yang lebih memukau
selain istana megah di tamn hijau dengan bidadari yang telah menanti?
Namun, dalam berbagai statement Alquran, ketika berbicara
tentang keindahan surga seringkali diawali dengan kata perumpamaan. Lalu
terdapat riwayat sabda Rasulullah bahwa surga yang dijanjikan itu tidak
mungkin bisa dideskripsikan karena mata belum pernah melihat, telinga belum
pernah mendengar, bahkan belum pernah terbayang dalam pikiran. Masing- masing
agama punya gambaran tentang surga dan bagaimana usaha untuk meraihnya.
Keyakinan dan harapan masuk surga setelah meninggalkan dunia
menjadi penekan dan daya tarik sangat kuat agar seseorangmenemukan jalan
untuk masuk ke sana. Setidaknya ada tiga tawaran yang bisa ditempuh yaitu
dengan memperbanyak ritual keagamaan seperti menegakkan salat, puasa, haji,
umrahdanmemperbanyak zikir. Kemudian ada tawaran lagi berupa jalan amal
sosial sebanyak mungkin dengan meringankan beban kemiskinan, kebodohan, dan
sakit.
Terakhir, dengan menyebarkan ajaran agama agar orang lain masuk
dan ikut jalan kebenaran dan keselamatan sebagaimana paham dan keyakinan
agama yang dianutnya. Lebih dari itu, memerangi mereka yang menentang agama
Allah. Cara yang terakhir inilah yang akhirakhir ini sering disebut sebagai
kelompok jihadis. Pada kenyataannya pemahaman, penghayatan, dan praktik
beragama seseorang berbeda-beda. Ada yang senang melakukan ibadah sosial
dengan modal pikiran, tenaga, dan hartanya, tetapi malas melakukan ritual
seperti sembahyang lima kali sehari semalam.
Sebaliknya, ada yang sangat rajin melakukan ritual, tetapi lemah
dalam ibadah sosialnya. Lalu, yang sekarang fenomenal adalah menempuh jalan
jihadis untuk membela agama Allah dengan jalan kekerasan. Mereka yang tidak
sepaham berarti tidak taat pada hukum Allah. Makanya, mereka mesti diingatkan
dengan jalan damai. Jika tidak mau, bahkan menghalangi gerak mereka, layak
dilawan dengan senjata. Itu jihad dengan janji masuk surga kalau terbunuh.
Bagi kelompok jihadis tak dikenal istilah kalah dalam
memperjuangkan tegaknya agama Allah. Kalaupun mati dalam perjuangan, itu pun
sebuah kemenangan. Surga yang indah dan bidadari telah menanti. Lebih indah
ketimbang kehidupan dunia. Mengapa orang tertarik bergabung ke dalam gerakan
radikal dengan risiko mengorbankan kehidupan yang selama ini dijalani dan
bahkan mempertaruhkan nyawanya?
Misalnya saja mereka yang bergabung ke ISIS, motif dan daya
tariknya bermacam-macam. Kalau meminjam analisis Marx yang banyak dikritik
itu, mereka merasa kalah menghadapi gelombang kapitalisme dan modernisasi
sehingga mencari jalan lain yang terjangkau dan menawarkan jalan pintas pada
kehidupan lain yang menjanjikan kebahagiaan. Apa itu? Ya surga.
Dengan semangat dan keyakinan berperang menghadapi musuh Tuhan,
bayangan surga sudah sangat dekat. Kematian di jalan Tuhan adalah pintu
gerbang menuju surga. Sebuah tawaran surga cepat saji. Yang diperlukan adalah
keyakinan kuat dan bulat, plus nyali memasuki zona pertempuran. Hidup atau
mati keduanya sebuah kemenangan.
Benarkah ada jaminan mereka yang bergabung dalam gerakan
radikalisme keagamaan mesti langsung masuk surga sebagai pahlawan pembela
agama Tuhan? Tak ada jawaban empiris yang meyakinkan karena kita belum pernah
mati dan yang mati tak pernah hidup kembali untuk berbagi cerita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar