Sinergikan
Ekonomi Nasional
Siswono Yudo Husodo ; Ketua
Yayasan Pembina Pendidikan
Universitas Pancasila
|
KOMPAS, 12 Mei 2017
Program
pengampunan pajak yang berjalan dalam tiga tahap, sejak Agustus 2015, baru
saja usai. Daftar aset ekonomi milik orang Indonesia di luar negeri adalah
salah satu hasil yang diperoleh.
Pemerintah
memang punya urgensi untuk menelisiknya karena ada riset yang menyebut
Indonesia masuk 10 besar asal dana di tax haven. Presiden Jokowi menengarai
nilainya sekitar 815 miliar dollar AS (sekitar Rp 11.000 triliun). Jika benar,
berarti besaran ekonomi nasional yang ditempatkan di luar negeri hampir
setara besaran ekonomi di dalam negeri (PDB 2016) yang sekitar Rp
12.406triliun.
Namun, di
akhir program pengampunan pajak, nilai deklarasi harta di luar negeri hanya
Rp 1.028 triliun dengan Rp 146 triliun direpatriasi; sebanyak 60 persen
deklarasi luar negeri berupa uang tunai dan setara uang tunai (seperti saham
dan reksa dana). Sisanya, 40 persen adalah harta tak bergerak, seperti
properti.
Banyaknya
wajib pajak yang memilih mempertahankan aset di luar negeri diduga karena
asetnya bersifat produktif untuk mendukung kegiatan bisnis dan investasi;
bukan dana menganggur yang parkir untuk disembunyikan. Pemerintah meyakini masih
banyak obyek pajak di luar negeri yang belum dicatatkan wajib pajak.
Informasi detail (siapa, di mana, dan berapa) aset WNI di luar negeri akan diketahui
lewat Automatic Exchange of Information—AEoI (kesepakatan global untuk
mencegah penghindaran pajak) yang belaku pada tahun 2018. Pemerintah RI perlu
segera menyiapkan instrumen-instrumen hukum pendukungnya.
Regionalisasi dan globalisasi
Di era
regionalisasi dan globalisasi ekonomi ini, semua negara mengambil manfaat
dari kegiatan bisnis warga negara dan perusahaan-perusahaannya di luar
negeri. Bagi negara maju, semua aktivitas bisnis dan investasi untuk mencari
profit yang dilakukan warga negaranya di luar negeri dikelola sebagai overseas economy (ekonomi seberang
lautan); berupa operasi korporasi multinasional yang menjalin kerja samaerat
dan sinergis dengan pemerintah, seperti model Japan Incorporated, America
Incorporated, Malaysia Incorporated, atau India Incorporated.
Menurut
Christopher Nobes dan Robert Parker, perusahaan multinasional adalah
perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa di dua negara atau lebih.
Sementara Alan C Shapiro mendefinisikan perusahaan multinasional sebagai
perusahaan yang beroperasi denganunit-unit (cabang dan afiliasi perusahaan)
yang berada di luar negeri. Manfaat yang dihasilkan dari operasi perusahaan
multinasional bagi negaranya tak hanya berupa pajak, tetapi juga pasar bagi
produk dalam negerinya, lapangan kerja, dan devisa.
Semangat
patriotik Japan Incorporated memosisikan ekspansi bisnis (investasi)
Keiratsu—konglomerat Jepang—ke luar negeri sebagai penugasan negara. Ketika
ekonomi domestik melesu beberapa tahun lalu, perusahaan-perusahaan Jepang
diminta memperluas usaha di luar negeri. Pada 2015, keuntungan
perusahaan-perusahaan Jepang di luar negeri dari sektor manufaktur, keuangan,
restoran, dan industri ritel 72,9 miliar dollar AS dan menghasilkan dividen
40,64 miliar dollar AS yang dikirim kembali ke induk perusahaan di Jepang.
Pemerintah Jepang mendapat tambahan cadangan devisa, setoran pajak, dan
kondisi moneter yang lebih baik.
Thailand
meningkatkan ekspor hasil pertanian dengan memperbanyak perusahaan skala
kecil dan menengah untuk berbisnis restoran di luar negeri. Di era Thaksin
memimpin Thailand, dilakukan 39 perjanjian investasi bilateral (BIT) dan 56
perjanjian pajak dengan mitra ekonomi plus fasilitas pinjaman lunak untuk
investasi awal. Sekarang ada lebih dari 6.500 restoran Thailand di seluruh
dunia yang mengimpor bahan-bahan masakannya dari Thailand.
Korporasi
Malaysia menjadi investor utama komoditas cokelat dan sawit di Afrika karena
lahan untuk perkebunan baru di dalam negeri terbatas dan karena ekspor kedua
produk itu ke Eropa dari Afrika dikenai tarif bea masuk yang lebih rendah.
Malaysia juga menikmati nilai tambah ekspor karet alam melalui investasi
manufaktur Malaysia di China untuk mengolah karet dari Malaysia dan produknya
dijual di pasar China. Malaysia memanfaatkan keuntungan
perusahaan-perusahaannya di luar negeri yang direpatriasi untuk menjaga nilai
mata uang ringgit, dan meningkatkan investasi domestik.
India sedang
aktif melahirkan perusahaan multinasional India melalui strategi ekspansi dan
internasionalisasi perusahaan India dengan melakukan akuisisi dan merger
terhadap ratusan perusahaan di pasar global, sebagai penopang ambisi India
untuk menjadi kekuatan riil ekonomi global. Salah satunya adalah akuisisi
Land Rover—pabrikan mobil kenamaan dari Inggris—oleh Tata. Tujuannya, alih
teknologi dan memperbaiki citra produk otomotifnya di pasaran ekspor. India
juga menikmati pertumbuhan ekspor oleh permintaan cabang korporasi India di
luar negeri, dan peningkatan cadangan devisa berupa repatriasi dollar AS,
laba usaha di luar negeri dari multinasional India.
Jika benar
besarnya ekonomi seberang lautan Indonesia setara nilainya dengan ekonomi
domestik, sesungguhnya postur ekonomi nasional berukuran dua kali dari yang umum
dibicarakan; hal yang positif untuk ketahanan ekonomi bangsa dalam menghadapi
tantangan regionalisasi dan globalisasi ekonomi. Sebaiknya, aset-aset WNI di
luar negeridipandang sebagai ekonomi seberang lautan Indonesia, yang dikelola
dengan visi Indonesia Incorporated, dengan hubungan yang erat dan saling
mendukung antara pemerintah dan dunia usaha dalam memanfaatkan peluang
ekonomi di lingkup dunia.
Pasar domestik
yang amat besar (nomor empat dunia), berlimpahnya SDA, serta pemberian aneka
fasilitas usaha terutama di masa Orde Baru telah membuat beberapa korporasi
Indonesia memiliki surplus, line of business yang kuat, kompetensi usaha, dan
kapasitas manajemen yang mendukung kemampuan ekspansi usaha ke luar negeri.
Dengan inisiatif dan usaha sendiri, beberapa korporasi Indonesia sudah cukup
lama beroperasi sebagai perusahaan multinasional Indonesia. Hal itu antara
lain Medco, yang memiliki jaringan usaha migas di banyak negara; Sinar Mas
dengan bisnis properti miliaran dollar AS di Malaysia, Singapura dan China,
serta industri pulp di China; serta Kalbe Farma dan Indofood masing-masing
mendirikan industri farmasi dan mi instan di beberapa negara Afrika. Grup
Salim pun telah menginvestasikan miliaran dollar AS di China dan India untuk
berbagai bisnis. Di jajaran BUMN, Pertamina, Bank Mandiri, Bank BNI, dan
Telkom sudah melakukan investasi di sejumlah negara. Beberapa BUMN lain juga
telah diberi tugas melakukan investasi ke luar negeri guna memanfaatkan
peluang bisnis dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Jejaring ekonomi seberang lautan
Upaya menata
jejaring ekonomi seberang lautan Indonesia bisa dimulai dengan menempatkan
perusahaan-perusahaan Indonesia yang telah dikenal menjalankan bisnis,
memproduksi barang dan jasa di luar negeri sebagai tulang punggungnya.
Investasi oleh
entitas bisnis milik warga dan badan hukum Indonesia di luar negeri dicatat
Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD)
sebagai outward FDI(OFDI) Indonesia. Menurut data UNCTAD, sejak lama
Indonesia telah berubah statusnya dari negara yang sepenuhnya penerima
investasi asing langsung (FDI) jadi negara yang sekaligus penerima dan sumber
FDI; sesuatu yang normal dan dialami semua negara yang mengalami kemajuan
ekonomi pesat. Di tahun 1980-an,Indonesia pernah enam besar sumber FDI di
Asia.
Indonesia
mengirim FDI keluar dalam jumlah yang terus bertambah. Jika tahun 1992 nilai
OFDI Indonesia tercatat baru 41 juta dollar AS, nilai akumulatif periode
2005-2011 adalah 28,96 miliar dollar AS.Pada 2012 berjumlah 5,42 miliar
dollar AS; pada 2013 berjumlah 6,64 miliar dollar AS;pada 2014 berjumlah
7,07miliar dollar;tahun 2015 berjumlah6,25 miliar dollar AS; tersebar di lima
benua dengan mayoritasnya ada di Asia.
Investasi ke
luar negeri juga dilakukan dengan operasi bisnis lewat perusahaan
cangkang/SPV di negara ketiga yang kebanyakan adalah tax heaven, seperti
Singapura, Kepulauan Virgin, Kepulauan Cayman, dan Hongkong. Tahun 2008
muncul Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
mengenai banyaknya konglomerat Indonesia yang mentransfer dana segar ke
rekening perusahaannya di Singapura.
Singapura
terbukti jadi tempat favorit bagi WNImenyimpan atau menginvestasikan hartanya
(Laporan Program Pengampunan Pajak, Kompas, 31 Maret 2017).Berdasarkan data
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), hingga 29 Maret 2017 dari total deklarasi
harta di luar negeri, 73 persen atau Rp 751 triliun berada di Singapura.
Untuk repatriasi, Rp 85 triliun atau 56 persen berasal dari Singapura.
Singapura sudah lama diketahui aktif memfasilitasi perusahaan-perusahaan
Indonesia untuk berinvestasi di negara ketiga dan mentransformasinya menjadi
perusahaan multinasional. Tahun 2015, Singapura adalah investor terbesar di
Indonesia dengan nilai 5,4 miliar dollar AS yang ditanamkan di 3.012 proyek.
Ditengarai sebagian cukup besar adalah perusahaan-perusahaan Singapura milik
WNI.
Tak aneh jika
Singapura selalu menjadi salah satu investor asing terbesar di Indonesia. Itu
juga tampaknya yang membuat data UNCTAD mengenai aset korporasi Singapura di
luar negeri menjadi sangat besar, 625,2miliar dollar AS pada tahun 2015,
separuh dari aset Jepang di luar negeri yang mencapai 1.226 miliar dollar AS.
Sebentar lagi,
PDB Indonesia akan mencapai 1 triliun dollar AS, dan di proyeksikan 2,1
triliun dollar AS pada 2023. Sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia, RI
makin dituntut berperan aktif dalam pembangunan internasional melalui
investasi korporasinya di negara lain.
Program
pengampunan pajak harus jadi titik tolak penataan ekonomi seberang lautan
Indonesia. Ekonomi domestik danekonomi seberang lautan adalah dua mesin
ekonomi nasional yang perlu segera diintegrasikan agar ekonomi nasional dapat
tumbuh lebih cepat lagi.Implementasi visi Indonesia Incorporated dalam
pengelolaan ekonomi seberang lautan dapat meniru pola-pola yang dipraktikkan
negara lain seperti di atas. Pendekatannya harus bersifat pro-bisnis, memberi
insentif pada mereka yang terbuka mengenai kegiatan bisnis di luar negerinya
dan memberikan devisa dan pajak pada Indonesia.
Pemerintah
perlu menyusun cetak biru, peta jalan, dan langkah-langkah strategis
mengembangkan potensi ekonomi seberang lautan dan mengintegrasikannya pada
ekonomi domestic dengan semangat Indonesia
Incorporated. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar