Perempuan
dan Bonus Demografi
Sri Moertiningsih Adioetomo ; Guru
Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI; Kepala Program Magister Ekonomi
Kependudukan dan Ketenagakerjaan FEB UI
|
KOMPAS, 12 Mei 2017
Peranan
perempuan dalam pembangunan sering kurang mendapat perhatian, termasuk
peranannya dalam bonus demografi. Bonus demografi tercipta karena lebih dari
separuh istri pasangan usia subur bersedia ber-KB (keluarga berencana) sejak
1970-an.
Dimulai dari
pasangan tua dan telah mempunyai banyak anak ingin menyudahi kelahiran
anak-anak karena kelelahan melahirkan, kesehatan menurun, dan anaknya menjadi
kurang terurus. Perilaku ini menular kepada pasangan muda dan sesuai dengan
teori Ansely Coale (1973), para pasangan menyadari dan mulai menghitung bahwa
mempunyai anak sedikit itu menguntungkan, konsep keluarga kecil diterima
masyarakat dan jumlah anak ideal dua atau tiga tercapai melalui pemakaian
kontrasepsi.
Perubahan pola
melahirkan ini menyebabkan turunnya angka kelahiran (TFR) yang berkepanjangan
disertai peningkatan usia harapan hidup yang menyebabkan perubahan struktur
umur penduduk. Proporsi penduduk muda di bawah 15 tahun mengecil dan proporsi
penduduk usia kerja meningkat dengan cepat menyebabkan rasio ketergantungan
makin mengecil.
Dengan jumlah
anak sedikit, orangtua dapat lebih peduli pada kualitas anak dan bagi negara
beban fiskal untuk memenuhi hak-hak dasar anak yang sudah mengonsumsi, tetapi
belum bisa berproduksi menjadi berkurang. Menurunnya rasio ketergantungan
inilah yang menciptakan bonus demografi yang dapat dipetik apabila jumlah
pekerja yang makin banyak ini mempunyai pekerjaan produktif dan
berpenghasilan layak, membelanjakan barang dan jasa serta kelebihannya
ditabung dan diinvestasikan.
Terwujudnya
keadaan tersebut memicu pertumbuhan ekonomi dan menyejahterakan rakyat.
Namun, sampai kini syarat-syarat untuk memetik bonus demografi sering
dilupakan. Perubahan struktur umur yang terlalu cepat ini belum diikuti
dengan peningkatan kualitas modal manusianya. Namun, peluang untuk itu
terbuka lebar dengan upaya sungguh-sungguh untuk menciptakan modal manusia
yang sehat, cerdas, produktif, berkarakter, dan berdaya saing.
Peranan ibu
akan sangat menentukan melalui asuhan berkualitas dari para ibu, dimulai dari
1.000 hari pertama kehidupan, di mana kemampuan kognitif anak terbentuk sejak
janin dalam kandungan. Kemudian ibu juga akan mengawal tumbuh kembang anak
sampai remaja dan siap memasuki dunia kerja serta menggantikan profil
angkatan kerja saat ini yang belum menguntungkan. Peranan ibu dalam
pembentukan karakter anak di dalam keluarga sangat menentukan keberhasilan
anak di kemudian hari.
Terbukanya
jendela peluang yang melebar menjadi 2020-2040, 10 tahun lebih panjang dari
semula agaknya cukup waktu untuk membentuk modal manusia berkualitas dan
berkarakter yang dimulai dari peranan ibu dalam keluarga.
Partisipasi dalam dunia kerja
Perempuan
dalam bonus demografi juga dapat dilihat dari partisipasinya dalam dunia
kerja. Separuh dari jumlah penduduk usia kerja saat ini adalah perempuan,
partisipasi perempuan dalam pasar kerja akan membantu meningkatkan
produktivitas, efisiensi ekonomi meningkat di mana seluruh sumber daya
dioptimalkan penggunaannya.
Akan tetapi,
perempuan Indonesia saat ini masih harus berjuang karena angka partisipasi
perempuan di pasar kerja selalu lebih rendah dari laki-laki.
Mungkin ini
disebabkan paradigma lama tentang pembagian kerja secara seksual, di mana
tugas laki-laki mencari nafkah dan perempuan mengurus rumah tangga. Juga tak
dimungkiri adanya stereotip yang mengategorikan pekerjaan berdasarkan jender.
Meski kondisi ini mulai berubah dan akses perempuan di dunia kerja sudah
hampir mencapai kesetaraan, ketidakadilan (equity) bagi perempuan belum tercipta sepenuhnya.
Data
membuktikan bahwa meskipun perempuan mempunyai pendidikan yang sama di pasar
kerja, tetapi upah perempuan masih selalu lebih rendah dibandingkan laki-laki
(Sakernas 2016). Dulu ada kontroversi tentang pilihan apakah perempuan
bekerja keluar rumah dan menyerahkan pengasuhan anak kepada orang lain atau
tinggal di rumah mendampingi anak agar anaknya tumbuh menjadi berkualitas.
Mana yang lebih penting?
Dengan
pendidikan yang lebih tinggi tentunya perempuan masa kini ingin
mengaktualisasikan diri berpartisipasi dan berkontribusi bagi kesejahteraan
bangsa, baik di dunia kerja maupun di masyarakat. Pilihan yang sungguh sulit.
Tinggal di rumah berarti hilangnya kesempatan (opportunity cost) yang dapat diperoleh andaikata bekerja. Selain
itu, peningkatan partisipasi perempuan di pasar kerja juga akan membantu
meningkatkan produktivitas yang akan memicu pertumbuhan ekonomi.
Namun,
kontroversi ini berkurang seiring hadirnya era digital dan maraknya e-dagang
(e-commerce). Perempuan bisa lebih
berpartisipasi di dunia kerja sambil mengasuh anak di rumah menjadi anak yang
sehat, cerdas dan berkualitas, berkarakter, serta berintegritas tinggi.
Era
digitalisasi ini memberikan peluang di mana bekerja dan pengasuhan anak
menjadi kompatibel. Perempuan bisa membantu meningkatkan produktivitas dan
menaikkan pendapatan nasional. Semua berawal dari ibu dan keluarga untuk
menciptakan bonus demografi kedua di mana nantinya angkatan kerja sudah
berkualitas dengan produktivitas tinggi.
Perhatikan hak-haknya
Kontribusi
perempuan dalam menciptakan bonus demografi ini patut dihargai melalui dipenuhinya
hak-hak asasinya sebagai perempuan dan dihormati hak-hak reproduksinya.
Biarkan gadis-gadis, terutama di desa menyelesaikan 12 tahun pendidikan,
menunda perkawinan dan memilih pasangannya sendiri, membentuk keluarga
melalui perencanaan kelahiran anak-anaknya.
Kehamilan
remaja yang meningkatkan risiko kematian ibu hamil harus dihilangkan. Studi
membuktikan bahwa selain capaian pendidikan, keterampilan kognitif
(keterampilan matematik dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
memanfaatkan informasi dari apa yang dibacanya untuk meningkatkan
keterampilan lebih tinggi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, dan
lain-lain) lebih signifikan untuk pertumbuhan ekonomi.
Hal terakhir,
patut dipikirkan bahwa banyak kegiatan domestik perempuan yang sebenarnya
mempunyai nilai ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan nasional. Konsep
perempuan ”bekerja” sudah harus diteliti lagi dan disesuaikan dengan
perkembangan teknologi. Bekerja bagi perempuan tidak harus keluar rumah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar