Kebebasan
Berpendapat dan Ujaran Kebencian
Frans H Winarta ; Ketua
Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin);
Mantan Anggota Governing Board
Komisi Hukum Nasional (KHN)
|
KORAN
SINDO, 18
Mei 2017
Penodaan agama dan ujaran kebencian (haatzaai artiekelen)
merupakan persoalan yang dihadapi oleh hampir seluruh negara di dunia. Merupakan
sebuah peker jaan rumah yang besar bagi Indonesia untuk memahami bahwa sebaiknya
tidak seorang pun bermainmain, apalagi menyinggung agama dalam berpolitik.
Hal ini hanya akan menimbulkan situasi yang tidak nyaman, ketersinggungan,
serta kerukunan masyarakat pluralis yang tercederai karena kesalahpahaman
yang ditimbulkan isu sensitif ini.
Belum lagi ketentuan me - ngenai penodaan agama ter -
dapat di dalam KUHP sehingga tentunya tindak pidana pe - noda an agama akan
langsung di proses karena dianggap se - bagai hukum positif yang harus
ditegakkan. Ini merupakan das sollen d an das sein, antara ke - harusan dan
kenyataan. Konstitusi Indonesia men - jamin tiap-tiap warga negara untuk
mengeluarkan pendapat dalam kor idor demokrasi. Dan, toleransi dalam
perbedaan pendapat sendiri mer upak an esensi d ar i demokrasi. Namun,
kesemuanya itu tentunya tidak boleh melanggar hukum d an etika yang berlaku.
Seorang pejabat tinggi (dignitaries) sebagai pelayan
masyarakat diharapkan untuk mengayomi seluruh golongan masyarakat sehingga
ucapan atau pendapat yang tertutur harus santun, beretika, teduh, dan tidak
menyinggung isu-isu sensitif serta menimbulkan kon troversi. Yang bersang kut
- an harus berhati-hati dalam mem buat per nyataan di depan umum karena dapat
dikate gori - kan sebagai menyebarkan ke - ben cian (haatzaai artiekelen).
Kebebasan ber pendapat (free speech) dan u jaran keben - cian (haatzaai
artiekelen) sen - diri memiliki perbedaan yang sangat tipis di mana harus ada
kepekaan dir i ter - hadap apa yang ditim - bulkan dalam ma sya - rakat jika
menying - gung isu-isu sen sitif.
Keberagaman yang ada di dalam ma sya - rakat, se per ti
per - bed a an warna kulit, per bedaan ras, per - beda an agama, per - bedaan
suku, dan bu - d aya sebaiknya tidak diper tajam karena hal tersebut dapat
membahayakan NKRI. Secara alami kita sudah berbeda, ke napa k ita harus
mempertajam per - bedaan itu? *** Keberagaman yang ada di Indonesia terekat
erat dengan persatuan d an kesatuan sesuai dengan bunyi dari sila ketiga
Pancasila sehingga keberagam - an tersebut harus dipupuk de - ngan tidak
mencampur aduk - kan agama dengan politik di dalam pemerintahan, karena hal
tersebut rentan terhadap per pecahan.
Hak-hak dalam beragama telah dilindungi oleh Pancasila
sebagai d asar falsafah negara Indonesia dan wajib dihormati. Beatty &
Walter (1984) da lam bukunya Religious Preference And Practice: Reevaluating
Their Impact On Political Tolerance menyebut - kan bahwa d ampak dari
afiliasi agama terhadap sikap politik se - perti toleransi sangat bergan -
tung pada tingkat komitmen atau intensitas ke percayaan d an praktik mereka
masing-masing. Ikatan batin seseorang dengan Tuhan sa ngat lah personal se -
hingga tid ak seharusnya dibahas secara ter buka oleh seorang figur publik
dalam kehidupan ber - bangsa dan ber - negara.
Selain itu, meng urai - kan persoalan politik dan
persoalan agama yang telah ter - c ampur aduk sangatlah sulit dan akan
menimbulkan per - soal an baru yang tidak terelak - an. Solusinya adalah
pemisahan antara negara dan agama (scheiding van kerk en staat). Hal ini
karena NK R I adalah ne gara hukum yang demokratis d an bukanlah ne gara
agama. Sistem hukum kita harus dikoreksi yang sesuai dengan sistem demokrasi
yang dianut.
Keriuhan dugaan perkara penodaan agama yang ter jadi sejak
bulan September 2016 lalu telah sampai pad a vonis dua tahun penjara yang di
jatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Neger i Jakarta Utara kepada Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok atas perkara yang men - jeratnya tersebut.
Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagai - mana isu sensitif tidak perlu
dibicarakan secara terbuka. Selain itu, dalam putus an nya majelis hakim juga
me minta yang bersangkutan untuk segera di - tahan. Pertimbangan hukum pu -
tusan majelis hakim me nya ta - kan bahwa Pasal 197 ayat 1 hur uf (k) KUHAP
menyebutkan ‘surat putusan pemidanaan me muat perintah supaya terd akwa
ditahan atau tetap dalam tahan - an atau dibebaskan’.
Jika ma jelis hakim tidak mengeluarkan perintah penahanan
terse but, putusan hakim terhad ap ter - dakwa bisa dinyatakan batal demi
hukum. Per - mintaan pe na - hanan kepada terdakwa me rupakan kewenangan
hakim sesuai dengan aturan KUHAP sehingga haruslah dihormati semua pihak.
NKRI sebagai negara hu kum mengisyaratkan suatu solusi me - lalui pengadilan
demi ke pastian hukum dan bukan melalui tekan - an massa di j alanan.
Kelompokkelompok masyarakat dar i mana pun datangnya
sebaiknya me - nahan diri dari demonstrasi karena selain mengganggu ke -
amanan nasional juga mem - bebani pe ngeluaran negara serta di khawatirkan d
apat meng - inter vensi kekuasaan kehakim - an. Harus ada imbauan kepad a se
mua pihak untuk menurunkan tensi sehingga da pat meng - hindari bentrokan ser
ta me nge - depankan persatuan na sion al ter - lebih dar i kepen tingan ke
lompok atau golongan. Dalam hal ini, hukum yang mengambil alih per - bedaan
pendapat karena hukum adalah sarana untuk me nemu - kan kebenaran bukan
sarana untuk melindungi ke pen tingan tertentu.
Proses hu kum sedang berjalan sehingga hasil putusan apa
pun dari majelis hakim harus dihormati karena ada adag ium bahwa apa yang
diputus hakim harus di ang g ap benar (re s judicata pro ver itate habetur).
Perkara penod aan agama yang terjadi di Jakarta menjadi sorotan, baik secara
nasional maupun internasional. Jangan sampai perkara penodaan agama
menimbulkan gesekan horizontal lain di dalam ma sya - rakat yang melebar dan
ber - ujung kepada ketidakper caya an masyarakat kepada Pemerintah RI.
Di lain sisi, Pemer intah RI har us mengimplementasikan
nawa cita dengan menegakkan hu kum dan falsafah Pancasila se cara konsekuen
dan kon sisten dan bukan berwacana lagi. Bi ar - kanlah proses hukum berjalan
sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, di mana saat ini ter d akwa juga
diberikan hak untuk mengajukan upaya hu - kum ban ding sesuai dengan yang
diatur di dalam undangundang. Bulan Mei 2017 ini me rupa - kan peringatan 19
tahun refor - masi yang diperjuangkan untuk melepaskan diri d ari peme rin -
tahan otor iter Orde Baru.
Meski - pun tergopoh-gopoh, Republik Indonesia semakin
dewasa da - lam mewujudkan cita-cita negara hukum (rechsstaat) yang demo -
kratis sesuai dengan amanat UUD 1945. Sebagai rakyat yang menjunjung ideolog
i Pancasila, mar ilah kita dukung keberagam - an tersebut dengan semakin mem
pererat persatuan dan ke - satuan NKRI sehingga per - pecah an dapat dihind
ari. Yang terpenting, percayakan seluruh proses hukum kepada para pe - ne gak
hukum di negara ini. Biar - kan hukum yang bekerja. ●
|
(Mohon maaf karena
proses editnya belum diselesaikan)
Terima kasih infonya, kenalkan saya Muhammad Fernanda dari atmaluhur.
BalasHapusKunjungi website saya https://www.atmaluhur.ac.id