Mungkinkah
BUMN Profesional?
A Prasetyantoko ; Ekonom di Universitas Katolik Indonesia Atma
Jaya
|
KOMPAS, 10 April 2017
Pertanyaan di atas terasa klise. Deflasi makin terasa,
dengan masih maraknya korupsi di tubuh BUMN. Belum juga pudar pemberitaan
dugaan suap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah
Satar, senilai Rp 20 miliar atas pembelian mesin pesawat Airbus A330 dari
Rolls-Royce Plc, kini muncul berita penangkapan Dirut PT PAL Indonesia
(Persero). Kasus bermula dari pemesanan dua kapal perang oleh Pemerintah
Filipina yang melibatkan perusahaan perantara asal Amerika Serikat, Ashanti
Sales Inc, dengan janji akan memberikan fee sebesar Rp 14 miliar.
Persoalan tersebut mengentak kita, terkait dua hal.
Pertama, BUMN memegang fungsi strategis dalam melaksanakan garis kebijakan
pemerintah di berbagai sektor, mulai dari infrastruktur, keuangan, energi,
hingga pangan. Kedua, upaya membangun BUMN yang profesional, seperti Temasek
Holdings di Singapura atau Khazanah di Malaysia, makin jauh panggang dari
api.
Perilaku koruptif sering bersumber dari status penugasan
dalam pelaksanaan program strategis pemerintah. Korupsi sudah dirancang sejak
penyusunan anggaran (APBN) sampai bermuara pada penentuan proyek hingga
pemilihan mitra pelaksana.
Risiko yang dipertaruhkan terlalu tinggi mengingat aset
BUMN begitu besar. Hingga 2016, total aset 118 BUMN di 13 sektor mencapai Rp
6.325 triliun, atau lebih dari tiga kali lipat APBN 2017 dan separuh dari
produk domestik bruto Indonesia 2016. Pada 2017, target penerimaan Rp 2.100
triliun dengan keuntungan Rp 197 triliun. Ada 10 perusahaan penyumbang 85
persen laba seluruh BUMN. Perusahaan BUMN penyumbang laba itu antara lain
adalah Pertamina yang menghasilkan laba sekitar Rp 40 triliun, Bank BRI Rp 25
triliun, Telkom Rp 19 triliun, Bank Mandiri sekitar Rp 17 triliun, Bank BNI
Rp 11 triliun, PLN Rp 10 triliun, Semen Indonesia Rp 4 triliun, dan Bank BTN
Rp 2 triliun.
Dari seluruh BUMN, ada 20 perusahaan yang melantai di
Bursa Efek Indonesia. Sebagai pembanding, Temasek membawahkan 15 perusahaan
utama dengan total pendapatan pada 2014 sebesar 61 miliar dollar AS dan
Khazanah dengan 24 perusahaan utama yang pendapatannya 2,26 miliar dollar AS.
Sementara 20 BUMN yang go public jika dikumpulkan memiliki total pendapatan
sekitar 39 miliar dollar AS. Jika ditangani secara profesional, BUMN kita tak
kalah dari Temasek dan Khazanah.
Berbagai kajian telah dilakukan untuk mendorong
profesionalisme BUMN. Salah satunya melalui pembentukan super holding company
yang membawahkan beberapa kluster (holding). Kementerian BUMN tahun ini
menargetkan pembentukan enam perusahaan induk atau holding, yaitu di bidang
tambang, migas, perbankan dan jasa keuangan, perumahan, konstruksi dan jalan
tol, serta pangan.
Ketika didirikan pada 2001, Kementerian BUMN yang semula
Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Usaha Negara di bawah Kementerian
Keuangan, salah satu visinya mendorong profesionalisme BUMN. Pertama, perlu
dirumuskan landasan hukum atas status aset BUMN sebagai kekayaan negara yang
dipisahkan dan dikelola secara profesional. Kedua, diperjelas rancangan super
holding company (SHC) serta kelompok holding-nya, termasuk relasi antara CEO
SHC, Menteri BUMN, dan parlemen. CEO SHC harus independen dari parlemen dan berbagai
intervensi politik.
Dari sisi strategi operasional, SHC harus berperan sebagai
perusahaan investasi yang mampu menjalankan strategi portofolio, baik dari
sisi peluang maupun risiko (hedging). Misalnya saja, salah satu ancaman
paling besar perbankan adalah kemunculan teknologi finansial. Bagaimana empat
bank (Mandiri, BRI, BNI, dan BTN) bersama Telkom mampu merumuskan strategi
bersama membangun blockchain yang bisa dimanfaatkan semua BUMN. Dengan
demikian, BUMN tidak hanya profesional, tetapi juga menjadi pemain terdepan
dalam berbagai kemajuan, khususnya di era digital ini.
Dikotomi unit pelaksana program kerja strategis pemerintah
dan profesionalisme bukan bertolak belakang. Sebaliknya, profesionalisme
merupakan prasyarat penting agar mampu menjalankan fungsi strategis. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar