Menakar
Kualitas Pilpres 2014
M Afifuddin ;
Koordinator Nasional
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)
|
KORAN
SINDO, 18 Juli 2014
Perhelatan
Pilpres 2014 telah kita lalui bersama. Saat ini kita sedang menunggu proses
rekapitulasi suara yang sesuai jadwal akan berakhir pada 22 Juli 2014. Pada
hari pelaksanaan Pilpres 9 Juli lalu, masyarakat sudah disuguhi dengan
pemberitaan hasil hitung cepat/quick
count (QC) dari beberapa lembaga survei.
Terlepas
dari kontroversi perbedaan hasil QC yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
survei tersebut, ada beberapa catatan proses pelaksanaan pilpres yang bisa
kita jadikan pembelajaran di masa yang akan datang. Apayangdilakukanlembagasurvei
dengan rilis hasil QC merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat
dalam memberikan pengawalan atas hasil pemilu. QC dan sejenisnya tentu sangat
berguna sebagai mekanisme kontrol asalkan dilakukan dengan metode ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Partisipasi Masyarakat
Pelibatan
masyarakat dalam proses pemilu merupakan hal penting yang senantiasa menjadi
perhatian penyelenggara (KPU). Semakin banyak pihak yang terlibat dalam
proses pemilu bisa membuat partisipasi pemilih tinggi. Dalam Pasal 246 UU 8
Tahun 2102 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD dengan jelas disebutkan bahwa
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu adalah dapat dilakukan
dengan cara: sosialisasi pemilu, pendidikan politik bagi pemilih, survei
tentang pemilu, dan penghitungan cepat hasil pemilu.
Pada
bagian lain, keterlibatan masyarakat dalam pemantauan pemilu diatur dalam
Pasal 233 UU 8 Tahun 2012. Perbedaan antara yang dilakukan lembaga survei
dengan pemantau adalah; lembaga survei lebih fokus melakukan survei/QC yang
berorientasi menghadirkan hasil pemilu lebih awal, sementara pemantau banyak
memperhatikan sisi proses pelaksanaan. Kedua aktivitas ini kalau berjalan
beriringan akan sangat baik. Pemantauan akan memantau semua prosesnya
berjalan baik, lembaga survei melalui QC akan bisa memberikan data pembanding
tentang hasil pemilu secara cepat, sebagai bagian dari kontrol atas
rekapitulasi yang dilakukan KPU.
Temuan Pemantauan Pilpres
Dari
sisi pelaksanaan pemilu, bisa jadi tantangan penyelenggara pemilu di
Indonesia merupakan yang paling kompleks. Hal ini dikarenakan jumlah pemilih
yang sangat banyak dan sebaran daerah yang sangat luas. Dari sisi
penyelenggaraan Pilpres 2014 ini masih ditemukan beberapa masalah
administratif yang mestinya tak perlu lagi terjadi. Pertama, masih adanya
persoalan saat pembukaan TPS, misalnya diperiksanya logistik seperti surat
suara sebelum dimulainya pencoblosan, kotak suara yang tidak diperlihatkan
dalam keadaan kosong.
Dari
415 TPS yang dipantau JPPR masih ada 67 TPS (16%) yang mengalami masalah
tersebut. Kedua, intimidasi kepada pemilih. Secara umummemangpelaksanaan
pilpres kali ini tak terlalu banyak praktik intimidasi atau penggiringan
suara ke kandidat tertentu. JPPR menemukan hanya di 41 TPS (10%) terjadi
intimidasi kepada pemilih. Ketiga, masih banyak daftar pemilih tetap (DPT)
yang tidak ditempel di TPS 57 TPS (14%) dari 415 TPS terpantau. Ditempelnya
DPT di TPS untuk memudahkan kita mengetahui berapa jumlah DPT di TPS dan
berapa pemilih yang hadir.
Khawatirnya
kalau kita tidak mengetahui berapa pemilih yang hadir, sisa surat suara bisa
disalahgunakan. Keempat, keterbukaan proses penghitungan suara di tingkat
TPS. Ini merupakan salah satu hal penting yang perlu dipantau karena dalam
pileg April lalu di antara masalah yang banyak muncul adalah saat proses
penghitungan sampai rekapitulasi berjenjang dari TPS, PPS, PPK, dan
seterusnya. Untuk proses di tingkat TPS, JPPR menemukan 45 TPS (15%) TPS yang
proses penghitungan suaranya bermasalah. Belakangan kita mendapatkan informasi
bahwa di beberapa daerah memang terjadi kesalahan dalam penulisan hasil suara
di C1.
Pengabaian
pada proses administrasi yang terkadang dianggap kecil/sepele terkadang
menjadi pemicu terjadinya masalah yang lebih besar. Misalnya soal salah tulis
dalam C1 yang dilakukan oleh petugas. Pada beberapa kasus yang terjadi
seperti kesalahan penulisan angka dan penjumlahan di C1, para pihak terkait
sering kali dengan enteng menyatakan bahwa itu adalah masalah kesalahan
penulisan. Kecerobohan pada ranah ini mempunyai dampak serius terhadap hasil
suara karena akan ada pihak yang dirugikan dan ada pihak yang diuntungkan.
Kalau
di saat pileg lalu, alasan petugas kecapaian dan akhirnya dengan tidak
sengaja melakukan kesalahan dalam penulisan bisa dimaklumi karena beban
kerjanya yang amat berat. Tetapi saat pilpres, bebannya tak seberat saat
pileg karena jenis surat suara yang hanya satu. Jangan-jangan, masih ada
petugas yang dengan sengaja mencoba-coba melakukan kecurangan, siapa tahu
nantinya tidak diketahui oleh publik. Pada akhirnya masalah tersebut
terbongkar bersamaan dengan masifnya pengawasan publik atas proses
rekapitulasi suara.
Pengingat Dini dari Proses Pileg
Secara
umum, memang temuan pelanggaran yang terjadi di pilpres tak sebanyak yang
terjadi di pileg. Ada beberapa catatan yang bisa menjelaskan situasi ini.
Pertama, bisa jadi maraknya pelanggaran di saat pileg kemarin menjadi semacam
lonceng yang membangkitkan masyarakat untuk mengawasi dan memantau semua
proses, terutama saat penghitungan dan rekapitulasi suara. Hal ini dibuktikan
dengan banyaknya temuan keganjilan formulir C1 yang didapatkan dari laporan
masyarakat.
Kedua,
dalam pilpres, pihakpihak yang berkepentingan langsung di tingkat lokal tak
sebanyak di saat pileg. Banyaknya caleg tingkat kabupaten/ kota, serta
provinsi di daerah tentu berpengaruh terhadap situasi dan proses pelaksanaan.
Pihak-pihak yang terlibat langsung seperti caleg dan tim sukses banyak yang
langsung berkomunikasi dengan penyelenggara di tingkat bawah dan ini bisa
mempengaruhi dan mengganggu penyelenggara. Ketiga, pasangan capres yang hanya
dua pasang membuat rivalitas sangat ketat dan langsung kelihatan.
Kecenderungan
dukungan masyarakat juga sangat jelas, dan ini secara langsung juga membuat
daya awas masyarakat atas proses pilpres menjadi tinggi karena samasama tidak
ingin kandidat yang dijagokan kemudian dicurangi. Siapa pun pemenang pilpres
ini dan berapa pun selisih suaranya, kalau semua proses pelaksanaannya
dilakukan secara jujur, adil, dan transparan tentu membuat pihak-pihak
terkait akan percaya dengan hasilnya. Pemantauan dan pengawasan dalam pilpres
semata-mata dilakukan untuk mengawal proses pemilu ini berlangsung secara
jurdil. Partisipasi masyarakat dalam melakukan pemantauan dan pengawasan
tentu patut diapresiasi sebagai bagian dari keterlibatan masyarakat dalam
menyukseskan Pemilu 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar