Sekolah
Demokrasi
Seto Mulyadi ;
Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak
|
KOMPAS,
19 Juli 2014
ANAK--anak
Indonesia saat ini sedang belajar di sekolah demokrasi. Guru-gurunya adalah
para tokoh politik, ketua partai, capres dan cawapres beserta tim suksesnya
masing-masing, serta tokoh lain yang banyak muncul di televisi, media cetak,
dan media sosial.
Daya
tangkap anak-anak amat cemerlang. Sebab, mereka anak-anak yang cerdas
sebagaimana anak-anak lain di seluruh dunia. Mereka akan menangkap dengan
cermat semua pelajaran tentang demokrasi yang diajarkan para guru tadi
kemudian mengingatnya sepanjang masa. Para guru hebat tadi dikenal anak-anak,
baik karena jabatan, nama besar, kemampuannya berorasi, maupun karena
kepribadian dan prestasi kerjanya.
Apabila
pengertian demokrasi yang diajarkan adalah perilaku penuh kebohongan, itu
pulalah yang akan tercatat di hati anak-anak dengan sangat kuat. Bahwa
demokrasi adalah saling menghujat, saling memfitnah, menyebarkan berita
bohong, dan kampanye hitam yang kemudian diakhiri dengan saling bentrok
manakala ada pihak yang tidak siap menerima kekalahan.
Anak-anak
adalah peniru terbaik di dunia. Mereka dengan cermat akan mengikuti dan
meniru semua perilaku para pemimpin dan tokoh dalam pelajaran demokrasi yang
penuh ingar-bingar saat pesta demokrasi yang tengah berlangsung di sekolah
demokrasi saat ini. Pengertian
demokrasi harus diajarkan dengan benar melalui contoh-contoh nyata para guru
tadi.
Semua
kini terpulang kembali kepada para guru luar biasa yang sangat dicintai dan
diidolakan oleh anak-anak ini. Apakah
itu politisi, capres-cawapres, tokoh agama, artis, pejabat/mantan pejabat,
atau semua tokoh masyarakat yang sering tampil di media dan disaksikan
anak-anak.
Sekolah
demokrasi adalah tempat anak belajar berdemokrasi sejak dini melalui
pengamatannya yang cermat pada tokoh dan pemimpin negeri ini. Sebagaimana
seharusnya semua guru, para tokoh itu pun sepatutnya lebih memahami makna
demokrasi yang sesungguhnya untuk bisa diajarkan dengan benar pula kepada
anak-anak.
Anak-anak
sangat rindu pada guru-guru bangsa yang bijak untuk bisa diteladani. Yang
bisa mengajarkan makna demokrasi dengan contoh-contoh nyata dalam perbuatannya.
Sikap
kenegarawanan, sejati selalu rendah hati, santun, tidak arogan, berjiwa
besar, berani mengakui kesalahan, berani menerima kekalahan, serta
mengedepankan persatuan dan kepentingan terbaik bangsa, akan dicatat dengan
tinta emas oleh anak-anak Indonesia di sekolah demokrasi. Sebab, mereka pun
kelak akan menjadi pemimpin bangsa yang akan membuat negara ini bisa lebih
baik lagi di masa depan.
Saling menjaga
Saat
ini, pilpres sudah selesai. Namun, tampaknya suasana masih belum sejuk.
Gerakan massa masih mudah membara di berbagai tempat. Ini tentu sangat
bergantung pada bagaimana para pemimpin mengendalikan massa masing-masing dan peran media agar situasi
tidak berkembang menjadi konflik horizontal.
Para
elite harus bisa saling menjaga diri. Dalam suasana yang masih penuh
ketidakpastian, para pemimpin mohon untuk tidak terburu-buru mengklaim
sebagai pemenang mutlak dalam pesta demokrasi ini. Dengan rendah hati dan
sabar kiranya dapat menunggu sampai saat pengumuman resmi hasil KPU tanggal
22 juli 2014.
Jika
suasana seusai kampanye dan pilpres yang menegangkan ini bisa dilalui dengan
aman dan damai, para capres-cawapres dan pendukungnya bisa tetap saling peluk
penuh persaudaraan. Setelah resmi pengumuman KPU nanti, semua pihak tetap
bisa saling bersatu bekerja sama mengabdi kepada rakyat dan membangun bangsa,
ah, betapa eloknya! Ini semua adalah pelajaran paling indah bagi anak-anak
Indonesia di sekolah demokrasi yang tengah berlangsung saat ini.
Anak-anak
akan belajar bahwa pesta demokrasi bukan semacam Perang Badar, melainkan
sebuah kompetisi mengabdi untuk rakyat dalam suasana persaudaraan yang penuh
sukacita. Tentu ada yang kalah, ada
pula yang menang. Yang menang tidak jadi sombong dan yang kalah tak pula
berkecil hati atau murka. Sebab, hasilnya adalah tetap untuk kepentingan
terbaik bagi rakyat.
Apabila
itu semua yang diajarkan oleh para guru bangsa tadi di sekolah demokrasi yang
tengah berlangsung ini, sungguh suatu hadiah tak ternilai harganya bagi
anak-anak Indonesia dalam menyambut Hari Anak Nasional, 23 Juli 2014. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar