Warisan
SBY
Asvi Warman Adam ;
Sejarawan LIPI
|
KOMPAS,
19 Juli 2014
GAJAH
mati meninggalkan gading, presiden berhenti meninggalkan apa? Tentu terdapat
berbagai perspektif untuk melihat warisan seorang presiden. Misalnya dalam
bidang politik, ekonomi, budaya, dan seterusnya, atau hanya mengambil salah
satu aspek yang menonjol saja; tidak secara menyeluruh.
Perspektif yang terakhir ini
dilakukan oleh pengamat politik Eep Saefulloh Fatah (”Warisan Yudhoyono”, Kompas, 8 Mei 2014). Menurut Eep,
warisan penting Susilo Bambang Yudhoyono ( SBY) adalah memperkenalkan
”kepemimpinan adaptif” yang merupakan resep sukses SBY bertahan dua periode.
Alih-alih bertarung secara
frontal, SBY justru beradaptasi dengan politisi dan partai-partai. Adaptasi
dilakukan SBY terutama ketika berhadapan dengan tiga hal: (1) preferensi
publik pada isu-isu besar politik dan ekonomi; (2) kepentingan politisi dan
partai-partai untuk ikut memerintah (dan menikmati keuntungan darinya); dan
(3) potensi resistensi parlemen berkaitan dengan kebijakan pokok.
Kepiawaian berkompromi ini
membuatnya bisa memperoleh banyak ”capaian harian”. ”Capaian harian” adalah
keberhasilan kinerja pemerintahan mengelola kebijakan sehari-hari.
Indikatornya data statistik pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, jumlah
orang miskin, dan lain-lain.
Namun, ini memakan biaya sangat
mahal dengan terbengkalainya perbaikan sistemik. Selama 10 tahun terakhir tak
ada langkah strategis seperti menata pendanaan politik yang sangat krusial
bagi penyehatan sistem demokrasi, demikian menurut Eep.
Pada 16 Mei 2014 saya menghadiri
seminar tentang warisan SBY di ISEAS Singapura dengan pembicara Agung
Wicaksono dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4). Lembaga itu dikepalai Kuntoro Mangkusubroto yang
sebelumnya adalah kepala unit kerja untuk rehabilitasi pasca tsunami Aceh.
Sukses mereka melakukan
rehabilitasi rumah di Aceh disebut sebagai salah satu keberhasilan pemerintahan
SBY, sungguhpun dalam hal ini tidak bisa diabaikan bantuan lembaga dan negara
asing. Sesuai tugas UKP4, Agung Wicaksono juga menyebut keberhasilan
pemerintah mengurai masalah, misalnya dengan memulai pembangunan proyek
pembangkit listrik tenaga panas bumi di Sarulla, Sumatera Utara, yang
sempat mangkrak selama 20 tahun.
Beberapa aspek lain yang
disampaikan dapat diperdebatkan. Apa artinya pertumbuhan ekonomi jika di sisi
lain terjadi pula peningkatan ketimpangan. Jumlah kunjungan ke luar negeri
yang dilakukan SBY dan keikutsertaan dalam organisasi internasional tak
otomatis bisa dianggap sebagai keberhasilan dalam politik luar negeri
Indonesia. Apakah bisa dikatakan Presiden selalu berkomunikasi dengan rakyat
karena ia memiliki akun Twitter dengan pengikut lebih dari 5 juta orang?
Presiden SBY termasuk empat besar di antara pemimpin negara yang punya
Twitter.
Perspektif sejarah
Munculnya kepala daerah yang
menjanjikan seperti Joko Widodo (semasa di Solo), Basuki Tjahaja Purnama
(Belitung Timur), Risma (Surabaya), dan Ridwan Kamil (Bandung) tentu lebih
tepat disebut sebagai keberhasilan pribadi yang bersangkutan. Sukses
badan usaha milik negara seperti KAI, PLN, dan Pelindo apakah lebih banyak
karena kebijakan Menteri BUMN ketimbang faktor Presiden?
Dalam bidang sejarah, SBY pada
Desember 2008 membangun perluasan Monumen Sudirman di Pacitan untuk
memperlihatkan bahwa ia paling peduli terhadap Bapak TNI dibandingkan para
jenderal pesaingnya dalam Pilpres 2009. Tahun 2010, buku Indonesia Dalam Arus Sejarah yang
terdiri atas 8 jilid tertunda penerbitannya selama dua tahun karena menunggu
dimasukkannya tulisan khusus tentang peran SBY dalam reformasi TNI.
Tentu kedua aspek historis di atas
tidaklah monumental. Namun, dari sisi negatif, terdapat anggapan bahwa
Presiden SBY mewariskan utang yang tak lunas dibayar sekian generasi
mendatang. Bung Karno meninggalkan utang negara 2,5 miliar dollar AS, yang
meningkat 6.000 persen semasa kepemimpinan Soeharto (150 miliar dollar AS),
dan kini melonjak luar biasa menjadi 270 miliar dollar AS.
Pembantu Presiden selalu berkilah,
secara proporsional utang itu menurun dibandingkan pendapatan negara. Menurut
ekonom Faisal Basri, SBY bahkan meninggalkan masalah krusial bagi presiden
penggantinya karena ia tiga kali menurunkan harga BBM bersubsidi.
Banyak cara melihat warisan
Presiden SBY. Menurut hemat saya, dari sudut sejarah, warisan SBY yang paling
besar adalah mampu memerintah dua periode tanpa gejolak yang berarti.
Habibie, Gus Dur, dan Megawati berada di kursi kepresidenan kurang dari satu
termin. Tentu dengan catatan apabila ia bisa mengawal Pilpres 2014 ini
berjalan dengan jujur dan damai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar