Berharap
Legislator yang Amanah
Kusnadi
Chandrajaya ; Alumnus FISIP Universitas Diponegoro,
Tinggal di
Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 22 Mei 2014
"Kita berharap ke depan lebih banyak
legislator beriman kuat sehingga tahan menghadapi berbagai godaan"
HASIL
pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD provinsi/kabupaten/kota 2014, bakal
membalikkan peta kekuatan politik dan wajah lembaga legislatif, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Selain terjadi perubahan kekuatan politik juga
muncul banyak pendatang baru. Di DPR masuk lagi sejumlah selibriti dan mantan
menteri. Sementara itu sejumlah tokoh nasional yang kembali mencalonkan diri,
banyak yang gagal. Sebagaimana diumumkan KPU berdasarkan hasil rekapitulasi,
PDIP meraih kemenangan dengan perolehan suara 18,95% (23.681.471 pemilih)
atau naik hampir 5% dari Pileg 2009. Partai yang berkuasa, Demokrat, melorot
tajam dari posisi 20,8% ke 10,19% (12.728.913).
Konsekuensinya,
di DPR periode mendatang wakil PDIP akan berjumlah 106 dari sebelumnya 94.
Adapun Demokrat yang kini meraih 148 kursi, kehilangan 87 kursi. Gerindra
yang melejit ke posisi 11,81% (14.760.371 suara) mendapat 73 kursi (dari
hanya 26). Kenaikan siginfikan juga dialami PKB yang meraih 9,04%
(11.298,957) dan kursi lama 28 pun menjadi 47. Di sejumlah daerah, terutama
di Jawa, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota juga akan terjadi
perubahan posisi keanggotaan DPRD yang umumnya didominasi PDIP. Partai
peserta pemilu lainnya, ada yang turun sedikit tetapi juga ada yang naik
sedikit.
Yang menarik, Golkar termasuk naik sedikit, dari 14,4% ke 14,75%
(18.432.312) justru "kehilangan" banyak kursi, semula 106 menjadi 91. Hal
itu mungkin karena partai ini mengalami banyak kekalahan di Jawa yang BPP-nya
tinggi. Lima partai lain: PAN 49 kursi, PKS 40, PPP39, Hanura 16, dan partai
baru, Nasdem, meraih 6,72% (8.402.812 suara) atau 35 kursi. Adapun PBB dan
PKPI karena perolehan suaranya tidak mencapai ambang batas (parliamentary
threshold) 3,5%, tidak lolos ke DPR.
Perolehan
suara partai yang naik cukup tinggi seperti PDIP, PKB dan Gerindra sangat
dipengaruhi oleh peranan figur ketika kampanye. PDIPkarena efek pencapresan
Jokowi, sedangkan PKB karena memunculkan capres Rhoma Irama dan Mahfud MD.
Adapun Gerindra karena figur Prabowo Subianto yang sangat kreatif
mempromosikan diri dan partainya sejak lama. Anjloknya suara Demokrat jelas
tidak lepas akibat perilaku koruptif para kadernya dan banyak pihak menilai
pemerintahan Presiden SBYlima tahun terakhir kurang berhasil.
Halalkan Cara
Kesertaan
rakyat dalam ikut mencoblos di TPS yang mencapai lebih dari 75% dapatlah kita
terima sebagai fakta menggembirakan. Sayang, Pileg 2014 memunculkan banyak
praktik tidak terpuji dari caleg. Persaingan keras antarcaleg satu partai dan
berbeda partai, berdampak kemunculan perilaku menghalalkan segala cara,
ditandai merajalelanya politik uang, menggelembungkan dan menghilangkan
suara, serta berkampanye melanggar aturan. Kondisi ini tambah memprihatinkan
dengan terjadinya suara tertukar di 600 TPS. Polisi menerima laporan 202
tindak pidana dan 61 tersangka di antaranya adalah caleg, sedangkan
ICWmencatat 313 kasus pidana pemilu.
Ujungnya,
gugatan ke Mahkamah Konstitusi pun cukup tinggi mencapai 702 berkas, lebih
tinggi ketimbang Pileg 2009 yang "hanya" 672. Persaingan ketat terjadi juga
tidak lepas dari motivasi caleg dan jumlah mereka yang cukup banyak, sekitar
200.000 orang, memperebutkan 16.895 kursi DPRD kabupaten/kota, 2.112 DPRD
provinsi, 560 DPR, dan 132 anggota DPD.
Mengapa
banyak yang berminat? Ada banyak kemungkinan. Pertama; demi mengejar prestise
sebagai anggota DPRD (yang terhormat). Kedua; harapan memperoleh penghasilan
lumayan dan sangat lumayan jika di tingkat pusat (lebih dari Rp 51 juta/bulan
plus berbagai fasilitas untuk periode 2009-2014). Ketiga; investasi meraih
peluang jabatan-jabatan lain atau keuntungan lainnya. Keempat; pengabdian
atau perjuangan politik. Kelima; sebagai alternatif pekerjaan. Demi
mewujudkan ambisi, banyak caleg rela mengeluarkan uang ratusan juta, bahkan
miliaran rupiah. Hasil penelitian LPEM UI dan Wakil Ketua DPR Pramono Anung,
seorang caleg DPR mengeluarkan dana Rp 1 miliar-Rp 5 miliar.
Bagi
yang berhasil mungkin masih bisa berharap balik modal, tetapi yang gagal
tentu bisa bermacam-macam dampaknya apalagi kalau uang yang dikeluarkan
berasal dari pinjaman. Menyedihkan, seorang caleg gagal dari Pekalongan
berniat menjual ginjal guna membayar utang biaya kampanye ratusan juta
rupiah. Apa yang bisa diharapkan dari legislator (nanti) khususnya yang
berperilaku “tujuan menghalalkan cara” dan telah mengeluarkan banyak uang.
Jangan-jangan tidak berbeda jauh dari kebanyakan rekannya periode sebelumnya
yang sering membolos, tidak serius mengikuti sidang, tidur atau ber-BBM-ria,
prestasi penyelesaian prolegnas/perda rendah, menyalahgunakan jabatan
termasuk terjebak korupsi. Formappi mengungkap, 83% anggota DPR 2009- 2014
berkinerja buruk/sangat buruk. Jadi yang baik hanya 17%?
Bercermin
dari fakta plus-minus para wakil rakyat periode lalu, kita berharap ke depan
lebih banyak legislator memiliki semangat pengabdian tinggi, senantiasa
berusaha amanah, jujur dan tidak merlupakan janji kampanye. Juga beriman kuat
sehingga tahan menghadapi berbagai godaan, termasuk menyalahgunakan kedudukan
untuk korupsi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar