Arab
Saudi dan Ihwanul Muslimin
Zuhairi
Misrawi ; Analis Pemikiran dan Politik Timur Tengah
The Middle East Institute
|
KOMPAS,
05 Mei 2014
RAJA
Arab Saudi mengeluarkan keputusan yang mengejutkan jagat dunia Arab, yaitu
melarang eksistensi organisasi Ikhwanul Muslimin dan memasukkannya sebagai
organisasi teroris bersama Al Qaeda.
Sikap
yang diambil Raja Arab Saudi sebenarnya dalam rangka merespons permintaan
Pemerintah Mesir yang terlebih dahulu memutuskan Ikhwanul Muslimin (IM)
sebagai organisasi teroris. Mesir meminta negara-negara Arab lain memutus
mata rantai gerakan teroris internasional sebagai komitmen menjaga keamanan
dan stabilitas politik regional. Mesir menganggap IM bertanggung jawab atas
gagalnya peta jalan revolusi setelah tumbangnya Mubarak.
Arab
Saudi bekerja cepat dengan membentuk tim khusus lintas kementerian untuk
melakukan kajian mendalam eksistensi gerakan-gerakan keagamaan yang dapat
mengancam stabilitas politik. Pada 7 Maret, Raja Arab Saudi resmi menetapkan
IM sebagai organisasi teroris. Keputusan ini ibarat pisau bermata dua. Di
satu sisi, Arab Saudi dianggap mengambil sikap tegas dalam rangka membuktikan
kepada dunia bahwa negara kaya minyak itu sama sekali tak melindungi teroris
yang menggunakan jubah agama, termasuk jaringan Al Qaeda yang selama ini
selalu diidentikkan dengan negara itu. IM dan Al Qaeda dianggap musuh serius
yang dapat mengganggu stabilitas politik di dalam negeri Arab Saudi.
Di sisi
lain, keputusan itu dianggap aneh karena Arab Saudi mengeluarkan kebijakan
keras kepada kelompok yang selama ini ditengarai mempunyai hubungan baik dan
kedekatan ideologis. Semestinya dalam situasi IM yang semakin terpojok, Arab
Saudi dapat menunjukkan simpati.
Sebaliknya,
Arab Saudi justru memilih tak bersahabat dengan IM. Setidaknya ada dua alasan
yang jadi pertimbangan di balik keputusan keras terhadap IM. Pertama, alasan
politis. Selama berkuasa, IM memilih membangun kemitraan dengan Qatar. Imbalannya,
Qatar membela mati-matian rezim IM dengan menggelontorkan bantuan dan
pinjaman finansial cukup besar.
Kontestasi
antara Arab Saudi dan IM yang didukung penuh oleh Qatar dapat dilihat dari
dua media terkemuka di Timur Tengah, yaitu stasiun televisi Al Jazeera
(Qatar) dan stasiun televisi al-Arabiya (Arab Saudi). Kedua media ini
menampilkan dua wajah yang berbeda dalam menyikapi kebijakan politik Muhammad
Mursi. Al Jazeera membela IM, sedangkan al-Arabiya mengkritisi kebijakan IM.
Kedua,
alasan nonpolitis. Arab Saudi gencar melakukan ”moderasi” dalam paham
keagamaan. Melalui kebijakan yang keras terhadap IM, Arab Saudi sebenarnya
hendak mengabarkan kepada dunia bahwa organisasi yang selama ini jadi
produsen terorisme adalah IM. Bahkan, Al Qaeda yang selama ini selalu
dikaitkan dengan Arab Saudi hakikatnya merupakan metamorfosis dari IM. Di
harian al-Sharq al-Awsath disebutkan, mendiang Osama bin Laden tercatat
pernah menjadi aktivis IM cabang Arab Saudi.
Pasang
surut
Meski
demikian, sebenarnya Arab Saudi dan IM tak bisa memupus hubungan baik di
antara keduanya. Pendiri IM ditengarai mengambil inspirasi dari salafisme dan
Raja Abdul Aziz bin Saud. Bahkan, Ahmad Saati, ayah Hasan al-Banna, salah
satu tokoh salafi yang sangat populer pada masanya. Hasan al-Banna
mempelajari Salafisme dari Muhibbuddin Khatib dan Rasyid Ridha. Sejak 1928,
Hasan al-Banna membangun kemitraan dengan beberapa tokoh penting di Arab
Saudi, hingga akhirnya tahun 1936 ia melaksanakan ibadah haji. Inilah awal
perjumpaan al-Banna dengan Raja Abdul Aziz. Tidak ada sesuatu yang istimewa
dalam pertemuan pertama karena Raja Abdul Aziz secara diplomatis menolak
permintaan al-Banna untuk membuka cabang IM di Arab Saudi.
Namun,
upaya IM membangun kemitraan dan mengambil hati Arab Saudi tak pernah pupus.
Tahun 1945, saat Raja Abdul Aziz melakukan kunjungan ke Mesir, terlihat para
aktivis IM menyambutnya dengan gegap gempita. IM menggunakan isu Palestina
sebagai pintu masuk membangun aliansi dengan Arab Saudi. Hubungan baik antara
IM dan Arab Saudi mulai terbangun pasca Hasan al-Banna. Pada era kepemimpinan
Hasan Hudhaibi, Arab Saudi menjadi mediator ketegangan antara IM dan Gamal
Abdul Nasser. Bahkan, pada tahun 1966, Raja Arab Saudi dan para ulama Arab
Saudi mengirimkan surat kepada Nasser agar mengurungkan niat untuk menghukum
mati Sayyed Qutb.
Hudhaibi
berhasil membuka cabang IM di Arab Saudi dan beberapa negara Teluk lain.
Hubungan baik antara IM dan Arab Saudi ditengarai karena keduanya menentang
ideologi dan kebijakan politik Nasser. Bahkan, saat rezim Nasser tidak
bersahabat dengan IM, banyak di antara aktivisnya yang eksodus ke Arab Saudi.
Hubungan
mulai memburuk sejak 1990-an, bersamaan dengan menguatnya ”revivalisme Islam”
melalui gerakan-gerakan politik keagamaan. Mereka menabuh genderang
perlawanan terhadap rezim yang berkuasa di Timur Tengah. Di Arab Saudi, IM
dan Hizbut Tahrir mendeklarasikan ”gerakan reformasi”. Bersamaan dengan itu,
muncul gerakan teroris internasional yang menebarkan bom bunuh diri di
berbagai belahan dunia Islam, termasuk di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, pada
1995.
Maka
dari itu, sikap keras Arab Saudi terhadap IM mempunyai momentumnya. Di saat
IM mulai tumbuh subur di negara-negara Teluk, Arab Saudi mengambil inisiatif
untuk meredam proliferasi IM. Harapannya sikap Arab Saudi juga diikuti
beberapa negara Teluk lain. Arab Saudi tak mau menerima dampak lebih buruk di
masa mendatang, khususnya bagi stabilitas rezim yang berkuasa saat ini.
Apalagi, IM mulai menyusup ke dalam birokrasi, mempunyai keahlian dalam
pergerakan bawah tanah, di samping sumber dana besar.
Saat
ini, di negara-negara Teluk hanya tersisa Qatar sebagai tempat nyaman bagi
IM. Di negara-negara Teluk lain, IM mulai dipantau dengan saksama. Tak
tertutup kemungkinan mereka akan mengambil sikap seperti Mesir dan Arab
Saudi. Jika itu yang terjadi, hal tersebut akan menjadi mimpi buruk bagi masa
depan IM.
Maka
dari itu, sebelum terlambat, IM harus melakukan reformasi internal. Mereka
sejatinya menegaskan kembali komitmennya untuk meninggalkan kekerasan,
memperbarui ideologi, dan mengukuhkan diri sebagai gerakan sosial-keagamaan
yang bergerak di bidang kedermawanan dan pelayanan publik. Mereka juga bisa
memilih menjadi partai politik yang tunduk pada aturan main di setiap negara.
Langkah-langkah ini penting disegerakan karena momentum saat ini tidak
berpihak kepada IM. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar